Mohon tunggu...
Zakiya Salsabila
Zakiya Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Nonton Drakor

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual Dalam Hak Asasi Manusia

27 November 2022   13:58 Diperbarui: 28 November 2022   07:09 1955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum dan kedudukan yang sama di mata hukum, tanpa membeda-bedakan ras, agama, dan suku.

Akhir-akhir ini kompasioner, perempuan dan kasus kekerasan seolah semakin menjadi satu kesatuan, banyak terjadi kasus kekerasan utamanya kekerasan seksual khususnya di negara Indonesia. Lantas ada keterkaitan apa antara kasus kekerasan seksual dengan Hak Asasi Manusia?

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap individu di seluruh dunia tanpa memandang suku, bangsa, ras, agama, dan status mereka. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM) adalah menghargai dan menghormati harkat-martabat umat manusia. Seandainya seluruh umat manusia bisa melakukannya, dapat menghargai dan menghormati apa yang  menjadi harkat dan martabat yang sesungguhnya melekat pada dirinya, sesuatu yang telah paparkan inilah kemudian disebut sebagai Hak Asasi Manusia (HAM).

Implementasi Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kehidupan sehari-hari bisa dilakukan dengan selalu membuka ruang kepada orang lain untuk mengungkapkan pikiran dan pendapatnya dengan bebas tanpa adanya batasan, tanpa memandang siapa orang itu, berasal dari mana, seberapa kaya dia, apa pangkatnya, dan lain sebagainya.

Kekerasan seksual utamanya pelecehan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), karena tidak hanya dirugikan secara fisik maupun psikis, tapi juga martabat kemanusiaannya. Kesal, geram, sedih, kecewa, takut, trauma, mungkin itulah sebagian yang dirasakan para korban kekerasan seksual. Tak ada jaminan untuk tak mendapatkan kekerasan seksual, entah itu anak-anak, orang dewasa, tak pandang kita dimana sedang apa dan pakaian kita bagaimana, orang yang berpakaian tertutup pun masih saja mendapatkan kekerasan seksual.

Tengoklah kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak kiai salah satu pesantren di kabupaten Jombang, ini hanya segelintir kasus yang terlapor dan mencuat ke ranah hukum, padahal sebenarnya ada banyak kasus yang tidak tersorot, banyak korban yang merasa malu dan takut untuk melaporkan. Tak pandang usia, pelaku bahkan mengincar anak-anak dibawah umur yang bahkan mungkin belum mengetahui mana yang wajar dan tidak wajar dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya.

Contoh kasus Angeline yang menggegerkan publik pada tahun 2015, anak berusia 8 tahun itu dibunuh oleh ibu angkatnya sendiri Magriet Megawe dengan dibantu oleh pembantunya bernama Agus Tay. Kejamnya, ada pengakuan dari Agus selaku pembantu bahwa dia sempat memperkosa Angeline sebelum kemudian membunuhnya, lebih dari satu kali Angeline mendapatkan kekerasan seksual. Sebelum meninggal, Angeline sempat dibawa ke kamar dan dilecehkan oleh pelaku. Agus melakukan pembunuhan dengan cara membenturkan kepala Angeline ke lantai, mencekik, dan menjeratnya menggunakan tali berwarna merah muda.

Kemudian pernah viral di sosial media yang memperlihatkan cctv seorang anak perempuan yang sedang menunaikan sholat di sebuah masjid, jelas korban masih dibawah umur dan menggunakan mukena masih saja mendapatkan kekerasan seksual.

Seringkali perempuan disalahkan yang katanya perihal pakaian nya yang mengundang pelaku untuk melakukan, lantas mengapa masih ada perlakuan bejat yang dialami orang yang menggunakan pakaian tertutup dan bahkan sedang menunaikan ibadah? Atas dasar ini bukankah yang harus diperbaiki adalah hati dan pola pikir nya?

Untuk menghindari hal-hal seperti ini, perlu adanya kesadaran bagi individu mana perlakuan wajar dan tidak wajar untuk dilakukan, harus berani bertindak tegas jika ada yang melecehkan, kenali bagaimana bentuk kekerasan seksual menurut Komnas Perempuan:

  • Menyampaikan ujaran yang melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan identitas gender
  • Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja
  • Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, siulan yang bernuansa seksual
  • Menatap korban dengan nuansa seksual atau tidak nyaman
  • Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, atau video bernuansa seksual meskipun sudah dilarang korban
  • Mengambil, merekam, mengedarkan foto, rekaman audio atau visual yang bernuansa seksual
  • Mengunggah foto tubuh atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual
  • Menyebarkan informasi terkait tubuh atau pribadi Korban yang bernuansa seksual
  • Mengintip atau dengan sengaja melihat Korban pada ruang yang bersifat pribadi
  • Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan kegiatan seksual yang tidak disetujui
  • Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual
  • Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, atau menggosokkan alat kelamin maupun bagian tubuhnya pada tubuh Korban
  • Membuka pakaian Korban
  • Memaksa Korban untuk melakukan kegiatan seksual
  • Mempraktikkan budaya komunitas yang bernuansa kekerasan seksual
  • Melakukan percobaan pemerkosaan, tetapi penetrasi tidak terjadi
  • Melakukan pemerkosaan termasuk penetrasi dengan benda selain alat kelamin
  • Memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi
  • Memaksa atau memperdayai korban untuk hamil
  • Memberikan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja
  • Melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya

Pembahasan point nomor 3, "Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, siulan yang bernuansa seksual" dalam istilah zaman sekarang ini bisa juga disebut sebagai Cat Calling, apa itu Cat Calling? Cat Calling adalah istilah dari pelecehan seksual yang biasanya terjadi di ruang public dengan memberikan kata-kata yang tidak pantas atau tidak senonoh kepada korban, biasanya pelaku mengutarakan ucapan, siulan, komentar atau pujian yang terkadang disertai kedipan mata. Anggapnya, hal-hal ini adalah suatu kewajaran, banyak oknum yang merasa tak bersalah telah melakukan kekerasan seksual, padahal dengan ini saja korban sudah merasa dilecehkan, tidak nyaman, terganggung, risih, bahkan merasa terteror. Pandangannya, mungkin dengan hal ini pelaku merasa menjadi superior, merasa keren dan gagah melakukannya, padahal tidak sama sekali dan jatuhnya malah jijik!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun