Ketika keseimbangan tidak terpenuhi, lebih jauh kita sebut sebagai Teori Kenyataan Ketidak-seimbangan (TOKEK), maka yang terjadi adalah harapan pemenuhan atas ketidak-seimbangan itu. Nilai harapan pemenuhan adalah relatif, serta merupakan fungsi dari waktu dan kesabaran. Dalam prosesnya, semakin panjang waktu, semakin besar kesabaran yang dibutuhkan untuk pemenuhan harapan.
Realisasi pendirian gedung baru MPR/DPR senilai 1,3T rupiah, merupakan salah satu yang memenuhi kondisi TOKEK. Setelah meneliti lebih jauh, biaya pembangunan ini tepatnya akan berasal dari anggaran belanja negara.
Sederhananya keseimbangan keuangan negara terdiri dari unsur-unsur Modal, Pendapatan, dan Hutang. Mengingat gedung ini dibangun hanya sebagai fasilitas saja, maka modal yang dikeluarkan nantinya hanya akan menjadi aset, tidak menghasilkan apa-apa, bahkan tidak dimaksudkan untuk terjadi pengembalian modal. Diperkirakan, tepatnya pemerintah akan menggunakan uang dari pendapatan tetap, yaitu pajak. Dari pajak gaji anda dan saya, dan lain-lain.
Pajak yang dipotong dari gaji saya, anda, profesioanal, TKI, TKW, dan sebagainya, adalah nilai ril. Merupakan lembaran-lembaran uang nyata, hasil dari jerih payah, usaha dengan bersimbah keringat, terkadang diselingi tetesan air mata, kekecewaan, kesedihan, bilur-bilur, hingga kematian. Langka sekali ada masa-masa bahagia oleh insentif yang antisipatif atas pasar. Berbeda dengan pendapatan pajak dari pengusaha kaya atau sejenisnya yang tergolong seperti dalam kasus Gayus, pendapatan pajak seperti itu tentunya tidak ril.
Sepatutnya Pemerintah dan DPR sama-sama menelaah sedalam-dalamnya sebelum memanfaatkan uang pendapatan pajak atas rakyat. Melihat kembali rancangan-rancangan mana yang mungkin telah memenuhi kondisi TOKEK, berani membatalkan demi keseimbangan yang benar. Jika disadari sepenuhnya, saat ini, telah berlangsung kesabaran yang berkepanjangan oleh "Meminta banyak dari yang kekurangan".