Mohon tunggu...
Bhumyamka Yala Saputra
Bhumyamka Yala Saputra Mohon Tunggu... bhumyamka.com

Mau Cari Apa Sih ?

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak Itu Menampar Temannya Hari Ini, Mungkin Kemarin Ia Ditampar Realitas - Siapa yang Perlu Kita Selamatkan ?

23 Juli 2025   04:50 Diperbarui: 23 Juli 2025   08:55 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by La Fabbrica Dei Sogni on Unsplash

Maraknya bullying di sekolah hari-hari ini sesungguhnya hanya gejala permukaan. Di baliknya ada kegagalan berlapis: rumah yang tak aman, sekolah yang minim empati, masyarakat yang sibuk mengejar angka tanpa memeluk jiwa. Selama lapisan-lapisan itu dibiarkan retak, korban dan pelaku sama-sama terlantar dan keduanya butuh diselamatkan.

Ledakan Angka yang Tak Bisa Lagi Dianggap "Kenakalan"

  • Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat 573 kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang 2024, melonjak 100% dibanding 2023; 31% di antaranya adalah bullying.

  • KPAI menerima 141 aduan kekerasan anak hanya dalam triwulan I-2024; 35% terjadi di sekolah dan 48% korban yang mengakhiri hidup masih berseragam.

  • Faktor keluarga juga genting: UNICEF 2021 menemukan 20,9% anak Indonesia hidup dalam situasi fatherless, kehilangan peran ayah secara emosional.

Angka-angka ini menunjukkan pola sistemik, bukan insiden terpisah.

Anatomi Kegagalan Berlapis

  1. Rumah: pabrik luka pertama
    -- Lingkungan penuh bentakan, kemiskinan, perceraian, dan fatherless menciptakan anak yang tumbuh tanpa role model pengelola emosi.
    -- Kekerasan domestik memantul ke luar. Pelaku sekolah sering kali korban di rumah lebih dulu.

  2. Sekolah: ruang belajar atau panggung balas dendam?
    -- Budaya senioritas, lemahnya deteksi dini membuat kekerasan berulang.
    -- Di SMPN 3 Doko, Blitar, seorang siswa kelas 7 dikeroyok 20 teman saat MPLS; pejabat dinas sempat mengecilkan kasus dengan menyebut "korban baik-baik saja".

  3. Masyarakat & sistem: abai dan permisif
    -- Viral di medsos baru memicu tindakan; sebelum itu, kekerasan dianggap "bumbu kedewasaan".
    -- Payung regulasi ada, tapi implementasi TPPK (Tim Pencegahan & Penanganan Kekerasan) di banyak sekolah masih seremonial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun