Mohon tunggu...
Bhayu Parhendrojati
Bhayu Parhendrojati Mohon Tunggu...

Selalu tenggelam dalam teknologi, manusia, alam, duniawi, macet, hayalan tinggi dan lalai namun selalu mengharap Ihdinashshirothol Mustaqiim..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KMP, Politik 'Balas-Dendam' ala Preman Jalanan?

2 Oktober 2014   13:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:41 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekali lagi, seluruh media, pengamat dan para "politisi Jokowi-JK" dengan koalisi berisi PDIP, PKB, Nasdem dan PPP melontarkan sebuah ungkapan kata ke dalam suasana kita dalam berbangsa dan bernegara, tentunya terkait dengan suasana politik hari ini. Saat ini dengan dengan sangat 'bombastis', kekuatan koalisi Jokowi-JK dengan dukungan media dan para pengamat 'culun' melontarkan label, "Politik Balas Dendam" kepada koalis KMP yang berisi Gerindra, Golkar, PKS, PAN dan PPP (Demokrat kita ketahui jika mereka bergabung dengan KMP secara 'bawah tanah'). Segala informasi ini kita harus 'telan' dari berbagai penjuru, media cetak, media elektronik pun dari berbagai media sosial atas dasar yang cenderung dapat menyulut kebencian di antara ke dua kubu, saat ini maupun kedepannya nanti.

Mencoba menyimak arti kata tersebut dari KBBI, "balas dendam" cenderung mengandung makna konotasi yang destruktif dan berada di luar hukun positif yang kita kenal. Dengan melontarkan 'kata balas-dendam', koalisi Jokowi-JK seolah mengatakan jika Koalisi Merah Putih (KMP) adalah sebuah 'gerombolan' jalanan dan atau komunitas suku primitif yang akan selalu melakukan 'kick-back' atas 'kekalahan' mereka di pilpres 2014 lalu. Dengan segala perspektifnya, kita sudah sama-sama mengetahui jika pada saat ini, KMP memang 'bersebrangan' secara substansi dan objektif dengan para koalisi Jokowi-JK, dan pun ini mereka coba lemparkan ke dalam proses ranah politik kita dengan cara yang memang KMP sudah biasa 'mainkan', yaitu bersembunyi dibalik nama  'konstitusi'.

Jika proses yang dilakukan oleh KMP dengan segala strateginya diartikan sebagai sebuah 'balas-dendam' oleh koalisi Jokowi-JK itu samalah dengan mereka menyiram sebuah kebakaran dengan siraman bensin, yang tentunya kita sudah akan bisa menebak arah dan akbibat dari hal tersebut! Jujur, bangsa ini memang telah 'kehilangan' landasan dalam bernegara dengan menghilangkan 'etika'. Etika yang harusnya kita bangun secara substansi dan objektif dengan validitas data yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum seolah 'dihilangkan' dari proses kita dalam berbangsa, ini bisa kita lihat di segala tatanan pemerintahan kita dari level yang paling bawah sekalipun. Lihatlah, hampir seluruh 'pejabat' dapat berbicara tanpa dasar data dan argumen yang 'anggun' dan 'santun'. Mereka pun selalu 'berkedok' dengan menyebut 'atas-nama rakyat', yang kita tahu jika sehari-harinya mereka hampir tak pernah 'bergaul' dan berbicara dari hati-ke-hati dengan "kita", rakyat sub-ordinat yang memang mayoritas secara besaran namun ironisnya minim ke segala 'akses dasar kehidupan' yang seharusnya dapat menjadi milik kita sendiri (sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan).

Inilah hasil terbaik 'demokrasi barat' yang kita adopsi secara 'setengah-setangah' dengan tanpa memasukkan spirit dan dukungan sosial, budaya dan juga kajian dan terapan secara akademis ke dalam penarapannya. Dan hal itu berakibat 'gamang'nya dalam kita berproses berdemokrasi yang 'seharusnya' kita punya cara sendiri dan ciri ke-khas-an sendiri sebagai nusantara yang unik dan berbeda pun secara geografis. Jadi menyamakan dan mengabsorbsi sosial-budaya demokrasi ala barat samalah kita tidak tahu akan jati-diri kita sendiri sebagai sebuah bangsa yang mandiri dalam berprespektif dan berlelaku, "menyedihkan bukan?"

UU MD3, UU Pilkada via DPRD dan terpilihnya Ketua DPR RI periode 2014 - 2019 dengan (seolah) menjadi 'kemenangan' dari pihak KPM dengan tidak lupa jika hal tersebut pun sudah disahkan secara dan sesuai dengan konstitusional yang berlaku di negara ini, dan pun itu juga di 'cap' dan disahkan oleh anggota dewan terhormat yang memang sudah kita pilih oleh kita sendiri oleh seluruh Rakyat Indonesia, tidakkah kita menyadari dan mengakui itu? Jadi, dengan menyalahkan mereka seperti "kita bercermin di kaca yang retak". Dan (memang) jika kita terbiasa dengan menyalahkan dan membuat kambing hitam atas kesalahan-kesalahan kita sendiri, maka kita bolehlah disebut sebagai bangsa yang memang tidak tahu diri. Tidak tahu diri jika kita ini bodoh, tidak tahu diri jika kita berada pada 'level culun', tidak tahu diri kita telah salah berlogika dan bahkan tidak tahu diri jikalau kita ini sudah berada pada posisi "kita tidak tahu jika kita ini tidak tahu diri!" Lalu apa lagi yang tersisa selain menunggu hal-hal yang tidak kita inginkan bersama selain nantinya kita akan melihat transformasi kegaduhan di level 'elit' akan 'menyublim' menjadi kegaduhan di level 'akar rumput', dan jika ini terjadi, sungguhlah, sebagai bangsa kita memang tak pernah mau belajar untuk menjadi 'tahu dan tahu diri'.

Saya dan (semoga juga) seluruh rakat Indonesia sungguh bermohon, sepak-terjang KMP yang saat ini seolah berlawanan dengan aspirasi rakyat dapat segera dicairkan dengan sikap kenegawarawan para elit-elitnya, monggolah wahai Megawati, Jusuf Kalla, Jokowi, Surya Paloh, Wiranto, Cak Imin, Sutiyoso dan segala media pendukung kalian untuk menurunkan tensi perspektif pragmatis 'jangka pendek' kalian, ayolah!, jika anda memang benar sebagai pemimpin sejati, datangi dan ajaklah berbicara para jawara KMP dengan hati yang tulus dengan bertuju kepada kamaslahatan rakyat Indonesia. Saya masih berkeyakinan jika anda semua datang sebagai 'manusia' maka anda pun akan diperlakukan sebagai 'manusia'. Jika pun anda sampai tidak diterima, jangan pernah menyerah, lakukan berulang dan terus sekuat dan semampun anda-anda semua karena ini bukan demi kekuasaan dan citra anda, melainkan demi rakyat yang tidak berjumlah sedikit, "sekitar 250 juta".

Jika pada masanya pun koalisi anda (Jokowi-JK) sudah melakukan segala hal yang substansi dan objektif atas nama konstitusi yang tulus untuk kami, 'para rakyat yang terbuang dan tak terurus' tidaklah juga dapat diterima oleh KMP dengan seluruh antek-anteknya, sungguhlah, kami seluruh rakyat akan ada dibelakang kalian semua, namun jika 'politik adu-domba' dan 'politik jalanan' ala 'preman jalanan' yang anda mainkan dan jalankan seperti saat ini, percayalah!, anda sendiri yang telah menentukan kualitas anda sendiri, dan kami pun dapat menilai, "mana itu pencitraan mana itu kerja-nyata".

#JanganPencintraanAbadi #JanganJadiBagong #HiraukanBalasDendam #DemiRakyat #SejahterakanRakyat

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun