Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seratus Lebih Penyair Bikin Petisi

18 Januari 2018   17:48 Diperbarui: 18 Januari 2018   17:57 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Seratus lebih penyair dan penggiat sastra umumnya dari berbagai daerah di Indonesia menolak aksi Denny JA dalam bidang kesusasteraan Indonesia. Jumlah itu kelihatannya akan segera bertambah, karena banyak penyair dan penggiat sastra lain yang ingin ikut menandatangani petisi itu.

Denny Januar Ali atau lebih dikenal dengan Denny JA, selama ini cukup terkenal karena kegiatannya melakukan berbagai survei - yang sebagian besar survei politik - lewat Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dipimpinnya. Namun sejak beberapa tahun terakhir ini, yang bersangkutan mencoba "masuk" ke dunia sastra Indonesia dan ditengarai dengan iming-iming uang cukup besar.

Bahkan lewat tangan suatu tim, yang bersangkutan menerbitkan buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di Indonesia, dan salah satunya adalah namanya sendiri.

Hal-hal inilah yang antara lain membuat para penyair dan penggiat sastra Indonesia menyusun petisi. Lengkapnya isi petisi tersebut:

PETISI MENOLAK PROYEK BUKU PUISI ESAI DJA

Proyek Antologi Puisi Esai yang digagas Denny Januar Ali, selanjutnya disingkat DJA, melibatkan 170 penulis, penyair, jurnalis, dan peneliti di 34 propinsi di Indonesia. Buku Antologi ini dapat dikatakan bermasalah sekurang-kurangnya karena dua alasan:

1. Klaim puisi esai sebagai genre baru dalam sastra adalah kekeliruan.

Puisi yang mengambil bentuk prosaik sudah dipakai oleh Alexander Pope, penyair Inggris Abad XVIII. Pope bahkan menjuduli buku puisinya An Essay on a Man. Fakta ini meruntuhkan klaim DJA sebagaimana yang diungkapkannya dalam kata pengantar proyek buku puisi esainya yang pertama "Atas Nama Cinta" yang sebagiannya dikutipkan sebagai berikut:

"Kebutuhan ekspresi kisah ini membuat saya memakai sebuah medium yang tak lazim. Saya menamakannya "Puisi Esai". Ia bukan esai dalam format biasa, seperti kolom, editorial atau paper ilmiah. Namun, ia bukan juga puisi panjang atau prosa liris. Medium lama terasa kurang memadai untuk menyampaikan yang dimaksud."

(Denny JA, 2012:11)

Kecacatan klaim tersebut rupanya tidak menghentikan DJA untuk kembali mendorong paksa konsep puisi esai yang bermasalah tersebut ke dalam lingkungan pembicaraan sastra dan sastrawan Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun