Mohon tunggu...
Bernardus PanduSetyo
Bernardus PanduSetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya penulis pemula yang ingin belajar

Terima kasih telah membaca karya-karya saya, semoga bisa menginspirasi anda!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Sapi hingga Kuda, Perjuangan Prapto hingga Masa Tuanya

12 November 2019   13:49 Diperbarui: 12 November 2019   14:06 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen pribadi

Menarik andong sudah menjadi keseharian Prapto yang telah ia lakoni sejak dulu. Kakek berkelahiran tahun 1944 itu tetap kuat dan sabar meski harus bekerja selama 62 tahun lamanya.

Prapto tidak memilikki pendidikan yang tinggi, tidak seperti kebanyakan orang. Tukang andong yang selalu ngetem di Malioboro itu hanya menyelesaikan pendidikannya hingga bangku Sekolah Dasar (SD).

"Saya ya cuma sampai Sekolah Rakyat dulu, waktu itu juga kan masih zaman dijajah Belanda," ujarnya.

Selepas kelulusannya dari SD, Prapto langsung menapakkan kakinya ke tangga kehidupan yang selanjutnya. Ia kemudian bekerja sebagai pembajak sawah bersama dengan sapi-sapinya, harta terbesar yang ia milikki pada saat itu. Meskipun pendapatannya harus ia bagi hasil.

Baginya, membajak sawah adalah salah satu hal yang menyenangkan untuk ia jalani. Ia bahkan kerap merindukan derakan roda kayu pembajak yang digunakannya itu untuk membajak sawah.

"Sekarang itu semua sudah pakai mesin, ada rodanya, kalau dulu saya cuma pakai roda besi yang ada kayunya itu," ujarnya.

Namun, keadaan memaksanya berubah. Ia memutuskan untuk menjadi tukang andong untuk mencari nafkah, guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Sumber: Dokumen pribadi
Sumber: Dokumen pribadi
Sayangnya, pekerjaan baru yang ia jalani itu tidak berjalan dengan mudah. Seringkali ia harus bersusah payah untuk mencari penumpang di setiap harinya. Pahitnya, selama seharian penuh pun bahkan ia sering tidak mendapatkan penumpang.

"Gak enaknya ya gini, kalau hari biasa itu sepi gini, gak ada penumpang," ujarnya.

Walaupun di luar hari biasa, termasuk di hari-hari libur, ia hanya mampu menarik penumpang setidaknya sebanyak empat hingga lima orang perhari. Ini lah yang terus mendorong Prapto untuk selalu bersabar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun