Mohon tunggu...
Bernard  Ndruru
Bernard Ndruru Mohon Tunggu... Dosen - Pantha Rhei kai Uden Menei

Pengagum Ideologi Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aroma dalam C-19

3 April 2020   14:30 Diperbarui: 3 April 2020   14:37 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tadi malam saya dapat chat dari seorang teman menyangkut dua tulisan saya sebelumnya yang dimuat di kompasiana. Judul kedua tulisan tersebut adalah "Corona, antara Virus dan Mahkota" dan "Lockdown (atau) Chaos". Teman saya ini dikenal sebagai orang yang kritis dalam banyak hal, tidak terkecuali dengan situasi update yang saat ini dihadapi oleh bangsa kita.

Untuk tulisan yang pertama, teman saya berkomentar "Bro, akhir-akhir ini saya melihat dan menduga kamu seorang buzzernya Pak De?". Antara senyum dan kekeh membaca pertanyaannya, saya hanya membuat caption Wow disertai pertanyaan balik, apa yang Bro tangkap dari isi tulisan saya?

Teman saya mulai menguraikan analisisnya tepat pada pukul 00.00 WIB, dimana kelopak mata saya sudah mulai merem membayangkan mimpi indah tanpa  kepastiaan tentang bentuk mimpi apa yang akan terjadi. Kembali saya terjaga karena telisik pertanyaannya yang cukup tajam. Boleh jadi juga terjaga karena selama 2 hari belakangan ini, saya sudah habiskan 19 gelas kopi pahit tanpa gula (C-19/Coffee 19 Gelas). Hitung sendiri men, sekali dalam berapa jam saya seruput kopi karena harus taat anjuran PSSB (Pembatasan Sosial Berskal Besar) oleh Pemerintah untuk stay at home.

"Bro, gak takut matinya kau melihat wabah ini. Tahu gak, sampai saat ini ada 1.700an pasien yang kena di 32 daerah di Indonesia, terbanyak di DKI. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.508 pasien positif C-19 sedang menjalani perawatan dan 157 kasus meninggal. Belum lagi di dunia yang sudah mencapai sekitar 1 jutaan yang terinfeksi dan meninggal sekitar 40 ribuan?". Merinding juga rasanya membaca penjelasan data yang dipaparkan teman saya ini.

Sambil berusaha untuk tidak bergidik karena data yang begitu bombastis, untuk lebih menajamkan data yang ia miliki saya kembali bertanya, dari total data yang ada berapa dari jumlah yang positif dan berapa yang sudah sembuh? Teman saya langsung dengan tangkas menjawab sekitar 200an ribu. Akhirnya, saya ambil kesimpulan bahwa ada sekitar 700an di dunia yang masih dalam proses perawatan karena C-19.

Kembali soal data, khususnya di Indonesia. Dari jumlah penduduk Indonesia yang jumlahnya sekitar 270an juta, yang kena sekitar 1.700an. artinya, dari lebih 200.000 orang kemungkinan yang kena hanya 1 orang saja. Membaca balasan chat saya, teman saya berkomentar tidak kalah sengit, bahwa kata temannya yang lain banyak yang mati. Benar, ada yang mati. Tetap dari kasus kematian yang ada dapat dipastikan bahwa dari lebih 1 juta penduduk di Indonesia yang meninggal hanya 1 karena C-19. Lha, koq jadi ini gak heboh ya Bro? Ketus teman saya. "Makanya, jangan keseringan baca berita negatif dan nonton TV provokatif. Lihatlah fakta di sekitar kamu Bro, jangan panik. Saya malah berpikir sebaliknya klo Bro itu sudah positif terjangkit virus kepanikan hehehe..." ouuuhhhh ahhhh... kata teman saya.

Berharap ingin langsung tidur usai percakapan di WA, eh hp kembali bunyi karena chat teman saya lagi. "Bro, lalu bagaimana dengan wacana lockdown yang diusulkan oleh sebagian orang untuk menghadapi situasi genting ini?". Akhirnya dalam kantuk yang melanda, saya menjawab seadanya ja berharap bisa cepat merangkai mimpi.

"Bro, benar bahwa wacana lockdown sedang bergulir disuarakan. Bahkan beberapa politisi kita dengan keras meminta pemerintah pusat untuk segera menerapkan lockdown, salah satunya adalah Fadli Zon yang mengkritisi komando penanggulangan pandemi yang menurut dia lemah. Belum lagi ekonom handal sekaliber Rizal Ramli yang mengusulkan penghentian proyek pembangunan infrastruktur dan kota baru dengan mengalokasikan dana sekitar 430 Triliun itu untuk pembiayaan penanganan C-19. Apa maksudnya ini? Mungkin secara politik berbeda haluan tapi tidak segitunya kali? Walaupun demikian, Pak De mengakomodir hal tersebut dengan cerdas yakni dengan menaikkan APBN lewat PERPU, walau pada akhirnya melebarkan defisit diangka 5%. Tapi ingat, uang segede inipun takkan habis dimakan.

Mau menjelaskan lebih lanjut maksudnya, tiba-tiba teman saya langsung chat... apanya maksud Bro bercerita tentang ini? Gak butuh saya soal penjelasan soal benang merah kepolitiknya? Bukan itu jawaban yang saya harapkan. Tapi jawab aja, perlu tidak dilakukan lockdown? Hehehe... Bro, tidak sedangkal itu kita mesti merespon ini, tahu gak, kalau kita mengacu pada UU Karantina No.6 tahun 2018, kebijakan lockdown itu menempatkan negara jadi full undertaker.

Di samping negara harus menanggung semua biaya hidup orang tanpa melihat status sosial, juga memastikan terselenggaranya pengobatan dan kesehatan. Kalau pemerintah pusat mengikuti saran RR tanpa Perpu penambahan APBN dan hanya pengalihan semata, maka yang terjadi adalah uang negara habis hanya untuk ongkos makan orang tanpa kerja. C-19 hilang, kita kehilangan trigger untuk recovery economy bahkan bisa langsung terjun bebas seperti bencana kelaparan yang menimpa Venezuela. Itukah yang Bro harapkan dengan situasi seperti ini?

Tanpa memberi kesempatan kepada teman saya untuk bertanya lagi, saya lanjutkan untuk menjelaskan (sesuai dengan pemahaman saya) bahwa jika sampai hal itu akan terjadi, maka sudah dipastikan bahwa akan muncul dalil yang lain yang lebih ngeri dan menuju pada chaos. Apa itu kata teman saya? Politisi oposisi akan membangun sebuah framing yang isinya kurang lebih bahwa pemerintah impoten dalam melakukan tugas penyelamatan negara dan rakyat. Sudah tahu ujungnyakan tanya saya pada teman saya, tanpa ba-bi-bu teman saya menjawab dengan lantang... kudetalah, jawab teman saya dengan nada agak meninggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun