Mohon tunggu...
BERNADETA ELYSA WIBOWO
BERNADETA ELYSA WIBOWO Mohon Tunggu... mahasiswa

saya tertarik pada isu ekonomi digital, manajemen, dan keuangan. menulis untuk berbagi pandangan, memperluas wawasan, dan berkontribusi pada diskusi publik yang lebih cerdas

Selanjutnya

Tutup

Financial

Cashless Society: Tantangan dan Peluang Ekonomi Digital di Indonesia

6 Oktober 2025   23:02 Diperbarui: 6 Oktober 2025   23:02 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Indonesia mengalami transformasi yang sangat cepat menuju masyarakat tanpa uang tunai (cashless society). Fenomena ini dimulai pasca pandemi COVID-19, dimana pembayaran digital menjadi pilihan utama untuk meminimalkan kontak fisik. Dukungan regulasi, gencarnya promosi dari para penyedia layanan pembayaran digital, dan kemudahan akses internet membuat tren ini dapat berkembang pesat.

QRIS (Quick Response Code Indonesian Standart) menjadi salah satu contoh produk teknologi yang dapat menyatukan berbagai sistem pembayaran. Kehadiran QRIS bukan hanya memudahkan konsumen, tetapi juga membuka peluang bagi UMKM agar dapat bersaing di era digital. Hingga kuartal II 2025, jumlah penggunaan QRIS mencapai 57 juta orang hampir memenuhi target akhir tahun yaitu 58 juta. Dengan memiliki satu kode QR, UMKM dapat melayani transaksi tanpa uang tunai seperti ritel modern.

Namun, cashless society ini menimbulkan beberapa tantangan baru. Salah satunya adalah literasi keuangan digital masyarakat yang masih rendah. Banyak kasus penipuan online, seperti phising hingga tautan palsu yang menunjukan bahwa masyarakat belum sepenuhnya siap menghadapi risiko transaksi digital. Apabila tidak diimbangi dengan edukasi, manfaat dari ekonomi digital bisa tertimbun oleh kerugian akibat kejahatan siber.

Selain itu, perkembangan ekonomi digital berdampak pada pola konsumsi masyarakat. Transaksi yang serba instan mendorong perilaku konsumtif, terutama di kalangan anak muda. Belanja online dengan metode pay later menjadi tren, hal ini dapat memicu peningkatan utang pribadi apabila tidak dikelola dengan baik. Di sisi lain, pemerintah dan lembaga keuangan perlu berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang manajemen keuangan agar transformasi digital membawa manfaat jangka panjang.

Fenomena cashless society bukan hanya soal teknologi, tetapi perubahan budaya dan kebiasaan ekonomi masyarakat. Apabila pemerintah, industri, dan konsumen mampu berkolaborasi dan menjaga keseimbangan antara kemudahan transaksi dan keamanan finansial, kita bisa memastikan bahwa transformasi menuju cashless society benar-benar membawa kesejahteraan. Tidak hanya menciptakan efisiensi, tetapi juga memperluas inklusi keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun