Mohon tunggu...
Benny Wirawan
Benny Wirawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kedokteran dan blogger sosial-politik. Bisa Anda hubungi di https://www.instagram.com/bennywirawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

LGBT dan Agama, Perdebatan Berbeda Bahasa

24 November 2017   22:06 Diperbarui: 15 Oktober 2018   00:43 3703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu LGBT semakin terbuka dibicarakan dalam masyarakat kita. Akibatnya, pro dan kontra pun tak terelakkan. Sejauh ini, komunitas agama adalah salah satu yang paling konsisten kontra terhadap LGBT. 

Sikap anti-LGBT ini seolah menjadi lem antara berbagai mazhab dan denominasi agama berbeda. Akan tetapi, seiring cita-cita masyarakat Indonesia yang inklusif dan ber-Bhineka, maka kita harus membicarakan tempat LGBT dalam komunitas beragama.

Bagi golongan agamis konservatif percakapan ini tidak seharusnya, bahkan tidak boleh, terjadi. Anti-LGBT harga mati. Mungkin itulah slogan mereka terhadap komunitas LGBT. Sejauh ini, mereka inilah yang menjadi mayortas golongan agama di Indonesia.

Semua badan representatif agama di Indonesia sepakat anti-LGBT. Baik MUI (Islam), PHDI (Hindu), Walubi (Buddha), dan MATAKIN (Kong Hu Cu) mengeluarkan pernyataan kontra terhadap LGBT. Sikap Kristen Katolik dapat ditilik dari sikap resmi Vatikan (Kepausan) yang masih kontra-LGBT. Hanya PGI (Kristen Protestan) yang bersikap berbeda pada 2016 dengan mengajak umat untuk merangkul komunitas LGBT. Hasilnya, terjadi pertentangan keras antar gereja-gereja mengenai sikap 'pro' LGBT PGI. Akhirnya, masyarakat religius konservatif dari agama apa pun konsisten menolak LGBT.

Di negara-negara yang lebih menerima, perdebatan mengenai tempat LGBT dalam agama telah bergeser. Di Amerika Serikat misalnya, di mana LGBT telah diterima sebagai pendeta dalam gereja, berdebatan berputar apakah pendeta LGBT boleh menikah.

Namun, jangankan meminta adanya pendeta/imam LGBT, perdebatan di Indonesia masih buntu pada tahap inklusivtas LGBT dalam ibadah. Penggiat LGBT menganggap golongan agama anti-LGBT sebagai kolot, diskriminatif, dan bigot. Golongan agama menganggap LGBT dan pendukungnya sebagai pendosa yang laknat di mata Tuhan.

Kesimpulanya, kedua pihak saling menganggap pihak yang lain 'imoral'. Jika demikian, siapakah yang benar? Apakah LGBT memang pendosa? Atau hanya golongan agama yang kolot? Mungkinkah mereka sama-sama benar?

Ya, menurut saya kedua pihak sama-sama benar menurut teori moral mereka masing-masing. Ini lah yang mendasari kebuntuan diskusi antara LGBT dan komunitas agama: keduanya berangkat dari teori moral yang berbeda.

Kelompok pro-LGBT selalu berargumen berdasarkan hak asasi manusia (HAM). Teori HAM kekinian berangkat dari teori etik Kant. Kant menyatakan moral sebagai universalisme dalam komunitas individu rasional. Sesuatu dianggap moral jika ia dapat dilakukan bagi semua orang dan kelompok tanpa kontradiksi.

Rasionalitas adalah suatu sifat manusia terlepas dari identitas ras, suku, agama, atau orientasi seksualnya. Artinya, sesuatu yang moral adalah yang diterima/tidak ditolak baik heteroseksual maupun LGBT.

Inilah dasar teori HAM menganggap diskriminasi dalam bentuk apa pun sebagai sesuatu yang immoral: tidak ada manusia rasional yang akan setuju didiskriminasi. Ini juga yang mendasari pernihakahan LGBT sebagai HAM: pernikahan adalah sesuatu yang didambakan, atau setidaknya tidak ditentang oleh, semua manusia rasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun