Ini adalah "ranjau laten" dalam keuangan negara. Ketika pemerintah memberikan jaminan atas proyek tertentu, dan proyek tersebut gagal, maka anggaran harus turun tangan. Untuk itu, digunakan pendekatan risk sharing dengan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), pembatasan exposure sesuai Batas Maksimum Penjaminan (BMP), serta penguatan tata kelola risiko.
Risiko Neraca Konsolidasi Sektor Publik
Keseimbangan fiskal tidak hanya diukur dari APBN, melainkan dari neraca agregat sektor publik, termasuk BUMN dan lembaga keuangan negara. Jika salah satu entitas gagal bayar atau mengalami krisis, dampaknya bisa sistemik. Pemerintah mendorong sinergi pusat-daerah, implementasi UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), serta memperluas pembiayaan inovatif seperti blended finance.
Risiko Fiskal Daerah
Otonomi fiskal daerah tidak bisa dilepas begitu saja tanpa pengawasan. Ketidakseimbangan fiskal di daerah berpotensi menyebar ke pusat, terutama jika belanja daerah tidak produktif atau sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak berkembang. Solusinya adalah mendorong transfer ke daerah berbasis kinerja dan memperkuat kapasitas kelembagaan fiskal lokal.
Fiskal Sehat, Negara Kuat
Sehatnya APBN bukan hanya dilihat dari angka defisit atau rasio utang, tetapi juga dari kemampuannya bertahan terhadap guncangan. Tahun 2025, pemerintah menetapkan defisit fiskal dalam batas aman dan berkomitmen menjaga kesinambungan fiskal jangka panjang. Namun komitmen ini tidak akan cukup tanpa manajemen risiko yang disiplin, fleksibel, dan partisipatif.
Penting disadari bahwa pengelolaan risiko fiskal bukan hanya urusan teknokrat. Ini menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Ketika risiko gagal dimitigasi, yang terkena dampak pertama adalah pelayanan publik: keterlambatan bantuan sosial, pemangkasan anggaran pendidikan, hingga terganggunya pembangunan infrastruktur. Oleh karena itu, keterbukaan pemerintah terhadap risiko fiskal perlu diapresiasi dan dikawal bersama.
Menumbuhkan Kesadaran Fiskal di Tengah Masyarakat
Sayangnya, istilah seperti "risiko fiskal", "kewajiban kontinjensi", atau "neraca konsolidasi sektor publik" masih terdengar asing di telinga publik. Padahal, dampaknya sangat nyata. Literasi fiskal harus menjadi bagian penting dalam agenda pembangunan sumber daya manusia. Masyarakat perlu diberi ruang untuk memahami bagaimana uang negara dikelola, apa tantangannya, dan bagaimana mitigasinya.
Lewat publikasi rutin, forum dialog publik, pelibatan media, serta kampanye berbasis data dan narasi yang mudah dicerna, upaya membumikan isu fiskal akan memperkuat daya tahan demokrasi. Negara kuat hanya akan hadir jika rakyat paham cara kerjanya.