Mohon tunggu...
Benito Rio Avianto
Benito Rio Avianto Mohon Tunggu... Dosen - Ekonom, Statistisi, Pengamat ASEAN, Alumni STIS dan UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Blogger, Conten Creator, You Tuber. Stay di Jakarta, tertarik dengan isu Ekonomi ASEAN dan perekonomian global. Aktif menulis di beberapa media. Menyukai pergaulan dan komunitas internasional. Berharap sumbangan pemikiran untuk kemaslahatan bangsa. Bersama Indonesia ASEAN kuat, bersama ASEAN Indonesia maju. https://www.youtube.com/watch?v=Y95_YN2Sysc

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konflik Sabah, Mengapa Ahli Waris Sulu Menginginkannya?

28 Juli 2022   12:42 Diperbarui: 28 Juli 2022   13:02 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengapa Pewaris Kesultanan Sulu Menginginkan Sabah?

Perselisihan atas kesepakatan tanah era kolonial, yang melibatkan wilayah di sudut terjauh Malaysia dan Filipina, yakni Sabah, kembali menjadi sorotan Internasional setelah Ahli Waris kesultanan Sulu Filipina yang mati berusaha untuk menyita aset milik perusahaan minyak nasional Malaysia, Petronas, senilai sekitar US$15. miliar.

Ahli waris Sulu mencari jalan hukum di pengadilan arbitrase Prancis karena Malaysia telah menghentikan pembayaran uang yang diberikan kepada mereka berdasarkan perjanjian 144 tahun, tepatnya di tahun 1878, di mana kesultanan menyerahkan klaimnya atas apa yang sekarang menjadi negara bagian Sabah,  yang akan kaya minyak bumi. Malaysia, yang mewarisi perjanjian kolonial, mengakhirinya secara sepihak pembayaran sewa tersebut setelah serangan tahun 2013 oleh militan bersenjata Sulu.

Hal ini sampai pada sebuah keputusan mengejutkan yang berasal dari Pengadilan Prancis, yang menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana Malaysia -- sebuah negara yang merdeka dan berdaulat -- dapat diancam oleh Pewaris Kesultanan Sulu yang sudah tidak berfungsi di sebuah kepulauan kecil yang jaraknya mencapai 1.000 km selatan Manila.

Perjanjian tahun 1878 antara Sulu Sultan Jamal Al Alam dan Gustavus Baron von Overbeck yang berbasis di Hong Kong, bersama dengan British North Borneo Company, menjamin sultan dan ahli warisnya pembayaran tahunan sebesar 5.000 peso (sekitar US$88) -- untuk selama-lamanya -- karena menyerahkan kedaulatannya atas sebagian besar Sabah.

Ketika Sultan Sulu yang terakhir diakui secara resmi meninggal tanpa ahli waris pada tahun 1936, pemerintah kolonial Inggris -- yang telah mewarisi kewajiban perjanjian -- mengidentifikasi sembilan penuntut takhta yang sudah tidak ada lagi dan terus melakukan pembayaran kepada mereka, untuk dibagi di antara mereka sendiri.

Negara Malaysia dibentuk pada tahun 1963, mengambil alih kewajiban dari Inggris, dengan membayar uanmg sewa sebesar 5.300 Ringgit (sekitar US$ 1.200) setiap tahun kepada ahli waris Sulu melalui Pemerintah Filipina. Namun kedua belah pihak memiliki interpretasi yang berbeda dari perjanjian tersebut. Malaysia mewarisi pemahaman Inggris bahwa Kesultanan Sulu telah melepaskan klaim mereka dan menyerahkan wilayah tersebut. Namun Pihak Sulu mengklaim bahwa keluarga mereka hanya menyewakannya pada pengusaha Inggris.

Jaksa Agung Malaysia meragukan identitas para penggugat dalam upaya untuk membatalkan klaim mereka, tetapi ini tersebut dibantah oleh pengacara mereka yang mengatakan korespondensi sebelumnya dari pendahulu membuktikan bahwa Malaysia telah "bertahun-tahun" dikenal dan secara resmi diakui para penggugat Sulu sebagai penyewa.

Pada tahun 2013, enam warga sipil Malaysia tewas setelah salah satu penuntut, Sultan Jamalul Kiram III, mengirim kelompok bersenjata ke Sabah -- dengan 10 anggota pasukan keamanan Malaysia dan 58 penyerang juga tewas dalam bentrokan yang terjadi.

Sementara Malaysia menangkis serangan itu, Perdana Menteri saat itu Najib Razak memutuskan untuk secara sepihak menghentikan pengaturan pembayaran, dengan mengatakan bahwa serangan itu membuat perjanjian itu batal demi hukum.

Pelanggaran perjanjian dengan menginvasi negara kami dan membunuh 10 orang Malaysia  dan masih berharap Malaysia masih mau membayar. Namun, ahli waris Sulu -- yang kini turun jumlahnya menjadi delapan setelah kematian Jamalul Kiram III -- berhasil berargumen kepada seorang arbiter Spanyol bahwa Malaysia salah karena menghentikan pembayaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun