Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Berbasis Komunitas Menjawab Pemenuhan Kebutuhan Clean Energi ASEAN, (Diskursus menyambut ASEAN-Indonesia Chairmanship 2023)
Oleh Benito Rio Avianto
Ahli Ekonomi ASEAN/Analis Kebijakan Ahli Muda-Kemenko Perekonomian
Dalam waktu beberapa bulan ke depan, tepatnya di akhir tahun 2022, tongkat estafet Keketuaan Association of South East Asian Nations (ASEAN) akan bergulir dari Kamboja ke Indonesia pada tahun 2023. Â Selain itu, Keketuaaan ASEAN-Indonesia akan gilkiran yang ke-lima kalinya bagi Indonesia dalam memimpin ASEAN sebelumnya menjadi ketua pada tahun 1976, 2003, dan 2011. Â Keketuaan ASEAN-Indonesia 2023 akan menjadi momentum untuk menunjukkan kepempinan Indonesia di tingkat regional, yang juga akan berdampak pada skala global. Â Apalagi disaat proses pemulihan ekonomi akibat Pandemik Covid-19, dunia tengah dilanda ketidakpastian akibat perang Rusia-Ukraina, krisis pangan dan energi, resesi keuangan, serta perubahan cuaca, maka Keketuaan Indonesia di ASEAN akan memberikan kontribusi signifikan sebagai salah satu solusi atas permasalahan yang melanda dunia saat ini.Â
Kebutuhan Energi ASEAN
ASEAN merupakan salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, dengan rata-rata pertumbuhan 5-6% per tahun. Tingginya pertumbuhan ekonomi ASEAN diiringi dengan tingginya kebutuhan akan energi. Menurut Badan Energi Dunia (International Energi Agency-IEA) terdapat korelasi positif antara tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dengan kebutuhan energi. Pada tahun 2018, penduduk ASEAN mencapai 656 juta orang. Sedangkan tingkat elektrifikasi ASEAN mencapai 89%, artinya 89% rumah tangga di ASEAN sudah menikmati aliran listrik, sedangkan sisanya sebesar 11% masih menngunakan sumber energi lainnya.
Salah satu jenis kebutuhan energi terbesar di ASEAN adalah tenaga listrik.   Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan bahwa permintaan listrik di ASEAN naik 6 persen setiap tahun dalam kurun waktu 20 tahun terakhir  Berdasarkan laporan Electricity Market dari International Energi Agency (IEA) tercatat pada bulan Desember 2020. ASEAN Center for Energi (ACE) mencatat tingkat elektifikasi Kebutuhan energi (ASEAN) meningkat selaras dengan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari membaiknya efek pandemic.
Kebutuhan energi ASEAN pada tahun 2018 mencapai 391,4 MToe. Mtoe adalah Millions of tonnes of oil equivalent atau jutaan ton yang setara dengan minyak. Mtoe merupakan satuan energi yang digunakan yang berisi bahan bakar minyak (BBM), secara umumnya dalam skala yang sangat besar. Sedangkan konsumsi energi di tahun yang sama di ASEAN mencapai 391,4 Mtoe, dan diperkirakan mencapai 474 Mtoe di tahun 2025. Dalam kurun waktu 13 tahun (2005-2018) kebutuhan energi ASEAN meningkat sebesar 36% setara dengan 340 Mtoe.
Bahan Bakar Minyak (BBM) mendominasi penggunaan energi di ASEAN pada tahun 2018, yakni mencapai 46% atau setara dengan 180 Mtoe. Diproyeksikan pada tahun 2025, penggunaan sumber kebutuhan energi di ASEAN masih didominasi oleh BBM mencapai 35,1%, diikuti oleh batubara (coal) 22,8%, gas 21,4%, dan energi terbarukan (RE) sebesar 17,7%.
Perkembangan Energi Terbarukan (ET) ASEAN
Semakin berkurangnya energi fosil dan tuntutan penggunaan energi bersih dalam berbagai kegiatan produksi telah mengubah cara pandang ASEAN terhadap pengurangan penggunaan bahan bakar fosil. Pada publikasi ACE tahun 2022, dilaporkan bahwa penggunaan ET ASEAN tahun 2018 mencapai 93,2 Mtoe atau mensuplai sekitar 24% terhadap total kebutuhan energi ASEAN.