Mohon tunggu...
Beni Sutanto
Beni Sutanto Mohon Tunggu... Tertarik pada sejarah,sastra,seni dan budaya. Belajar mengalami dan belajar menulis

Tidak banyak cerita tentang saya, kalau hidup hanya sekali sudah itu mati maka saya memilih hidup tidak hanya sebagai satu orang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Kemanusiaan, Satu Malam di Makam Van Der Steur

22 September 2025   22:22 Diperbarui: 22 September 2025   22:22 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Kekhof Van Der Stuer-Beni Sutanto

Di balik Gunung Tidar yang gagah berdiri, diantara kompleks pertokoan di Jalan Ikhlas, Magersari, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang. Berdiri sebuah gapura besar bergaya romawi peninggalan masa kolonial, gapura itu sejatinya adalah gerbang menuju De Europeesche Begraafplaats Te Magelang (pemakaman Eropa Magelang) atau yang lebih dikenal dengan nama Gerbang Kerkhof. Awalnya kompleks makam Eropa itu memiliki luas lebih dari 8 hektar, pemakaman Eropa ini terdiri dari berbagai kelas berdasarkan ras , golongan dan pekerjaan, sehingga menjadikan pemakaman ini sebagai pemakaman modern di Hindia Belanda pada awal 1900'an. Namun pasca kemerdekaan, dilakukan penataan kota oleh Pemerintah Kota Magelang salah satu yang terdampak adalah keberadaan pemakaman Eropa, Pemerintah membangun pusat perdagangan di sekitaran Gunung Tidar dengan dibangunnya kompleks pertokoan yang mengakibatkan pemakaman ini harus direlokasi. Hampir tak ada jejak atau bekas makam yang dapat ditelusuri, hanya terdapat satu area pemakaman kecil yang tersisa, puluhan makam tersembunyi di belakang toko di balik pintu kecil dengan plakat bertuliskan Pa Van Der Steur, sebuah lorong  yang menyimpan sejarah ratusan tahun. Area itu adalah Pemakaman dari keluarga dan anak asuh dari Johannes Van der Steur atau yang lebih dikenal sebagai Pa Van der Steur (10 Juli 1865-16 September 1945), seorang tokoh kemanusiaan yang berjuang mendirikan panti asuhan sekaligus menjadi ayah dari ribuan anak terlantar di Kota Magelang. 

Dokpri. Komunitas Kota Toea Magelang, Kekhof Van Der Stuer-Beni Sutanto
Dokpri. Komunitas Kota Toea Magelang, Kekhof Van Der Stuer-Beni Sutanto

Pemakaman atau Kerkhof Pa Van Der Steur dikelola Komunitas Kota Toea Magelang, bersama ahli waris dan bekerja sama dengan Yayasan BOS (Stichting Bond Van Steurtjes/Persatuan Steurtjes) dari Belanda. Yayasan ini didirikan oleh mantan anak-anak asuh Van Der Steur, para mantan anak asuh Van Der Steur ini dijuluki Steurtjes yang artinya anak-anak (Van Der) Steur, dalam pengucupan Jawa  (Magelang) lebih dikenal sebagai Pandester atau Pandestiran. Sejak tahun 2022 selalu diadakan Festival Van Der Steur yaitu serangkaian acara untuk memperingati kelahiran dan wafatnya Pa Van Der Steur. Pada tanggal 16 September 2025 tepat 80 tahun wafatnya Pa Van Der Steur dengan tajuk "Malam di Makam" acara ini diinisiasi oleh Komunitas Kota Toea Magelang yang dinahkodai oleh Bagus Priyana. Tujuan dari diadakannya acara ini sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi terhadap sosok Johannes Van Der Steur yang tak pernah dituliskan namanya dalam buku pelajaran sejarah Indonesia, sekaligus merefleksikan apa yang dilakukan Pa Van Der Steur selama hidupnya dan memahami betapa besar dampak yang ia ciptakan dalam konteks kemanusiaan. Bagus Priyana menjelaskan acara memiliki konsep berbeda dari acara kunjungan makam pada umumnya yang dilaksanakan pada siang hari, dipilihnya malam hari agar suasana lebih khidmat dan peserta diajak untuk meresapi nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh Pa Van Der Steur. Peserta yang datang berasal dari berbagai macam latar belakang dan daerah, mulai dari Mahasiswa, Pecinta Sejarah dan Masyarakat Umum yang tak hanya berasal dari Magelang ada juga yang datang Jogja dan Solo. Acara diawali dengan doa bersama kemudian peserta mendapatkan lilin satu persatu sebagai penerangan, lilin-lilin itu lalu diletakkan di setiap makam selanjutnya peserta melakukan tabur bunga bersama-sama. Peserta kemudian mendapatkan mini tour yang dipimpin langsung oleh Bagus Priyana, ia menerangkan tentang sejarah Pa Van der Steur, panti asuhan serta peninggalan-peninggalannya. Diterangkan juga Komunitas Kota Toea Magelang melakukan upaya pelestarian sejak 2014 tanpa andil dari pemerintah setempat, dulunya area makam ini begitu tertutup dan dipenuhi rumput. Berkat upaya mereka yang didukung oleh Steurtjes berserta ahli warisnya di Indonesia dan Steurtjes-steurtjes di Belanda melalui Yayasan BOS area makam kini lebih terawat, bersih, dan nyaman untuk dikunjungi siapapun, sehingga sekarang menarik minat banyak wisatawan, sejarahwan dan terutama para keturunan Steurtjes, baik dari dalam maupun luar negeri untuk berkunjung, serta para akademisi yang ingin melakukan penelitian. 

Johanes Van der Steur lahir di Haarlem, Belanda pada 10 Juli 1865. Mengkaryakan sabda Tuhan sebagai seorang misionaris pada usia 27 tahun, ia tiba di Hindia-Belanda tepatnya kota Magelang pada tahun 10 September 1892. Kota Magelang saat itu adalah pusat militer (Garnizun) membuat Kota Magelang dipenuhi oleh tentara Belanda sekaligus menjadi pemukiman yang aman untuk warga Eropa terutama Belanda di Jawa. Para tentara yang datang semuanya laki-laki dan tidak mungkin membawa pasangannya ke Hindia-Belanda kecuali untuk mereka yang memiliki pangkat dan kedudukan tinggi itupun tak semua. Untuk memenuhi kebutuhan biologis akhirnya mereka memilih pasangan pribumi, namun tak semua pasangan ini resmi tercatat dalam pernikahan yang sah atau tercatat di dokumen lembaga agama maupun sipil, sehingga anak-anak yang lahir dari perkawinan tidak resmi ini tak mendapatkan hak sipil penuh dan status merekapun tak begitu diterima di masyarakat bahkan ayah bioligis merekapun belum tentu mengakui mereka sebagai anak.

Dokpri. Kekhof Van Der Stuer-Beni Sutanto
Dokpri. Kekhof Van Der Stuer-Beni Sutanto

Di satu sisi perang Belanda melawan pribumi banyak memakan korban, bukan hanya tentara Belanda tapi juga pribumi. Ribuan anak-anak kehilangan bapaknya, semakin banyak pula anak-anak Baik itu Belanda, keturunan maupun pribumi menjadi terlantar. Melihat kenyataan ini Van der Steur tergerak hatinya, pada awalnya Johanes mengurus 4 orang anak asuhnya di sebuah rumah yang berdinding bambu (gedeg) yang dinamakan Oranje Nassau. Dari rumah itu Johanes memulai karya Tuhan diapun berinsisiatif untuk mendirikan yayasan sosial dan panti asuhan untuk menampung korban perang tersebut.Selama hidupnya, Van Der Steur mengasuh serta menjadikan dirinya sebagai Ayah dari sekitar 7.000 anak yatim piatu, anak terlantar, atau anak dari keluarga bermasalah Selama hidupnya, Van Der Steur mengasuh sekitar 7.000 anak yatim piatu, anak terlantar, atau anak dari keluarga bermasalah, sehingga sapaan "Pa Van Der Steur" menjadi lazim disebut. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun