Melihat substansinya, Rancangan Perpres ini sejatinya seperti model perang (war model) dalam menangani terorisme. Tentu saja hal ini bertentangan dengan UU Terorisme yang menggunakan prinsip penegakan hukum dalam memberantas terorisme. Rancangan Perpres ini juga dinilai membahayakan demokrasi dan HAM, karena menghilangkan mekanisme checks and balances antara Presiden dan DPR. “Pasal 17 ayat (2) UU TNI yang menegaskan pengerahan kekuatan TNI oleh Presiden harus mendapat persetujuan DPR.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan draft Perpres ini terlalu jauh mengatur pelibatan TNI dalam menangani terorisme. UU Terorisme sudah menegaskan aparat kepolisian dan BNPT sebagai aktor utama dalam menangani terorisme. Tapi draft Perpres ini mengatur secara berlebihan kewenangan TNI dalam memberantas terorisme. Dalam rangka pencegahan terorisme, rancangan Perpres ini mengandalkan komando teritorial sehingga berpotensi memunculkan masalah hukum dan demokrasi. “Draft Perpres ini layak dibatalkan.
Kehadiran Militer dalam penanganan terorisme adalah pintu masuk atas kembalinya otoritarianisme, control militer atas sipil yang berimplikasi pada teramputasinya hak-hak sipil, seperti yang terjadi diera orde baru.