Mohon tunggu...
Bedah Opini
Bedah Opini Mohon Tunggu... -

Opini pribadinya tukang cangkul sawah. Penikmat sejarah!

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Jokowi-Moeldoko, Resep Mujarab RI Hadapi Perang Asia

6 Mei 2018   15:04 Diperbarui: 6 Mei 2018   15:30 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tidak dapat dipungkiri bahwa kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) memiliki pesona tersendiri, yang mampu menyita perhatian kita semua. Terlebih, perhelatan Pilpres 2019 disebut-sebut sebagai ajang pesta demokrasi terbesar yang pernah ada di bumi nusantara. Dua poros yang nampak saling berjibaku yaitu; kelompok yang ingin mengganti presiden, serta mereka yang masih menginginkan Jokowi untuk melanjutkan periode kepemimpinannya.

Satu hal yang cukup menggelitik penulis, bahwa kuatnya resistensi dari mereka yang menginginkan pergantian presiden tidak diimbangi dengan solusi calon alternatif yang mumpuni untuk menantang sang petahana. Sementara di satu sisi, Jokowi sendiri nampak kesulitan menentukan sosok yang paling tepat untuk mendampinginya kembali maju. Mencuatnya sejumlah nama-nama populis kepermukaan di rasa belum cukup kuat mengimbangi, terkait situasi politik baik dalam negeri maupun global.

Dan secara mengejutkan, kemarin (05/05), muncul sejumlah berita mengenai deklarasi duet Jokowi dengan sang Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Dr. H. Moeldoko. Banyak publik yang sudah menduga, terutama terkait kemunculan mantan Panglima TNI tersebut di lingkaran pemerintah. Dan meskipun banyak pihak yang menilai pendeklarasian tersebut tidaklah bersifat formal, namun perbincangan terkait isu tersebut tetap saja hangat dikalangan netizen tanah air.

Sosok Moeldoko belakangan ini memang digadang-gadang sebagai sosok alternatif yang dianggap tepat mendampingi Jokowi. Dan menurut penulis, ada beberapa catatan yang perlu digaris bawahi jika duet Jokowi -- Moeldoko ini memang benar-benar terlaksana.

Pertama, sosok Moeldoko merupakan resep mujarab demi menjawab tantangan Supremasi Sipil Jokowi - JK yang dianggap kurang mampu ciptakan kestabilan sistem pertahanan dan keamanan dalam negeri. Sebagai presiden dari kalangan sipil keempat yang sedang berkuasa, Jokowi nampaknya memang harus membangun dukungan dan kepercayaan dari militer agar stabilitas pemerintahannya lebih terjaga.

Dukungan tersebut dianggap dapat terbangun lewat peranan petinggi purnawirawan TNI yang sudah tidak asing dengan kiprah dunia politik sipil. Sosok Moeldoko memiliki track record serta relasi sosial yang baik dikalangan petinggi militer maupun sipil. Terlebih keseharian Kastaf Kepresidenan tersebut juga sangat nasionalis-religius, sebuah poin tambahan yang dapat diterima oleh berbagai kalangan di Indonesia.

Kedua, dengan masuknya Moeldoko sebagai pasangan Jokowi, dipercaya dapat membuat Indonesia relatif stabil karena masih di damping oleh 'Militer'. Apalagi sang Jenderal (purnawirawan) yang besar 'dilapangan' memang terkenal sebagai seseorang yang ahli dalam bidang strategi, sehingga minimal kegaduhan yang sudah dapat dipastikan akan muncul di dalam internal saat memasuki masa pemilihan umum akan dapat teratasi dengan baik.

Belum lagi terkait konflik global di semenanjung laut China Selatan. Pertanyaannya, mampukah bangsa ini berdaulat terhadap agresi yang kian menguat tersebut? Kehadiran sosok Moeldoko diakui oleh berbagai kalangan juga mampu membantu Jokowi untuk mempertahankan NKRI dari ancaman tersebut. Tidak hanya itu, geliat terorisme yang sedang mengakar di Filipina pada sekitaran perairan Laut Sulu dan Celebes juga harus menjadi perhatian serius sistem pertahanan dan keamanan kita.

Ketiga, geliat Supremasi Sipil Total (Sipil Sipil) yang kian dikumandangkan oleh berbagai kalangan, dianggap belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Bila kita berkaca lewat perjalanan sejarah, tiga orang presiden sebelum Jokowi yang berasal dari sipil murni tidak mampu berkuasa dengan tuntas. 

Presiden Habibie berkuasa tidak sampai dua tahun. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga harus turun melalui Sidang Istimewa MPR. Serta Presiden Megawati yang berkuasa kurang dari tiga tahun, juga harus kalah dari capres seorang jenderal purnawirawan tentara.

Jika kita melongok sejarah pun, perjalanan militer di arena perpolitikan tanah air memang tidak bisa dilepaskan begitu saja peranannya. Dan sebelum kita benar-benar mencapai kekuatan sipil total, menurut penulis, transisi Sipil-Milter merupakan strategi yang paling bijak dalam menyikapi polemik ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun