Mohon tunggu...
Modesta Betty
Modesta Betty Mohon Tunggu... -

I decided long ago never to walk in anyone's shadow

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membully Orang yang Bersalah, Adilkah?

18 April 2014   20:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Akhir-akhir ini kita disuguhi kasus-kasus criminal dan ketidakpedulian, dimulai dengan kasus pembunuhan Ade Sara, pembunuhan ABG, kasus sodomi di sekolah internasional, hingga kasus Dinda.Ketika kasus mencuat, muncul berbagai respon terutama di media social yang menunjukkan kepedulian dan simpati. Cara mengungkapkan kepedulian dan simpati juga yang berbeda-beda. Ada yang mengeluarkan komentar yang sifatnya berduka cita, iba, religious, hingga rasa marah.Trend yang muncul adalah komentar yang sifatnya marah, mengecam, mengutuk atau yang lebih kita kenal sebagai bullying.

Bullying berasal dari bahasa inggris, bully yang artinya penggertak, orang yang menggangu orang lemah. Pada prakteknya, bullying di Indonesia identik dengan kata-kata negative atau kecaman terhadap orang lain. Trend ini marak terjadi di media social ketika muncul seorang pelaku yang kejam, sadis, tidak berperikemanusiaan, apatis, dll. Kita bisa melihat bagaimana Farhat Abbas dibully karena kata-kata yang nyeleneh. Jujur saya sendiri juga gregetan ingin memberikan kata-kata hujatan untuknya. Kita juga bisa melihat bagaimana Hafidz da Assyifah dibully di media karena membunuh Ade Sara. Pertanyaannya, adilkah mereka mendapatkan semua itu?

Secara spontan saya akan mengatakan, iya dong! Mereka orang-orang yang tidak punya hati nurani, tidak berperikemanusiaan. Menyakiti orang seenaknya, membunuh orang seenaknya. Di mana letak keadilan di muka bumi ini? Bullying adalah salah satu bentuk protes, ketidaksetujuan terhadap tindakan mereka. Saya ingat pernah mengecam tindakan salah seorang anggota keluarga yang merugikan banyak orang. Saat itu saya marah sekali hingga sempat terlontar kosakata yang tidak pernah terlintas untuk keluar dari mulut. Ada seorang teman yang menegur saya dan berkata,”Apakah dengan mengecam dan marah-marah akan membuat mereka berubah? Lebih baik kita belajar dan merenung dari setiap peristiwa yang terjadi untuk menjadi lebih baik.” Mak jlebb… kata-kata itu menohok ulu hati dan membuat saya malu sendiri.

Setelah kejadian itu, saya kembali merenung, apakah ada manfaatnya saya mengecam tindakan seseorang secara berlebihan. Untuk waktu singkat, membully membuat saya merasa lebih baik sebagai bentuk protes terhadap perbuatan yang tidak baik. Paling tidak memuaskan ego saya bahwa saya lebih baik dan tidak seperti orang tersebut. Well, we never put on their shoes. Jika dihadapkan pada latar belakang dan situasi yang sama, apakah kita mampu berbuat lebih baik dari mereka? Ketika telunjuk menunjuk orang lain, 4 jari yang lain menunjuk pada diri sendiri

Dengan membully, kita memberikan contoh kepada orang-orang di sekitar kita, anak-anakdan lingkungan. Kita bisa melihat bagaimanaanak pada usia TK sudah pandai marah-marah, memberikan label negative kepada orang lain. Tentu mereka belajar dari lingkungan sekitar yang sarat dengan kecaman, kata-kata negative dan penghakiman terhadap orang lain.Jika lingkaran ini tidak kita putus,  kita menciptakan generasi “bullying” yang gemar menghakimi, menghujat dan memarahi orang lain tanpa pernah bercermin pada perilaku sendiri.

Kata-kata yang terlontar dari mulut menunjukkan kualitas pribadi kita. Jika pikiran kita mulai dipenuhi amarah, kebencian, perasaan negative, secara otomatis kata-kata negative pula yang keluar dari mulut. Sebaliknya, jika pikiran kita penuh sukacita dan hal-hal yang baik, maka kata-kata yang dikeluarkan adalah kata-kata yang baik, positif dan menyenangkan orang lain. Tidak dapat kita pungkiri, factor eksternal memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pikiran kita. Hanya iman dan takwa kepada Tuhan yang membuat kita mampu menjaga pikiran dan hati supaya tetap bersih dan suci.

Lantas bagaimana menyikapi orang-orang melakukan perbuatan yang dianggap tidak pantas dan tidak berperikemanusiaan? Jika tidak setuju, berikanlah ucapan atau pendapat yang menunjukkan ketidaksetujuan. Tidak perlu sampai menghujat, mengecam atau memberikan label yang tidak pantas. Kita membenci perilaku mereka, bukan berarti kita juga membenci keberadaan diri mereka. Satu hal yang perlu kita ingat, pembalasan adalah hak Tuhan. Kita tidak berhak membalas atau menghakimi perilaku orang lain. Semoga kita dapat belajar dari setiap peristiwa yang terjadi dan memperbaiki diri hari demi hari untuk menjadi pribadi yang lebih baik.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun