Mohon tunggu...
bayu aryadani
bayu aryadani Mohon Tunggu... Relawan - tidak ada

kuliah di Universitas Mataram FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Mengikuti Organisasi HMP2K

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadi Aktivis Kampus, Saat Kembali ke Kampung Bingung Mau Ngapain

20 Agustus 2020   01:30 Diperbarui: 20 Agustus 2020   01:25 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivis Kampus | haluanpos.com

Yah, kita perlu akui bahwa naluri seorang mantan "aktivis kampus" tentunya mempunyai ambisi dan keinginan untuk memajukan kampungnya selesai berkuliah. Mereka-mereka ini dibebankan dengan label agent of change (agent perubahan) dan agent of control (agen pengontrol). 

Kehadiran jebolan aktivis kampus biasanya memberi warna tersendiri dimanapun ia hidup dan beraktivitas. Walaupun sampai detik ini banyak sekali aktivis kampus yang bingung hendak berbuat apa dikampungnya, tapi bisa dipastikan aktivis yang kebingungan ini mengalami tekanan dan gejolak batin tensi tinggi ketika melihat kampungnya yang tidak memiliki perubahan sama sekali.

Untuk mantan aktivis yang kehidupannya di Kota Mataram, persoalannya menjadi cukup kompleks. Kadar apatisme masyarakat adalah persoalan yang cukup berat untuk berbicara pembasisan rakyat yang terorganisir. 

Walaupun kota Mataram merupakan tempat transit kaum intelektual dari berbagai penjuru daerah untuk menimba ilmu, ditambah lagi dengan akses birokrasi pemerintahan yang mudah dijangkau. Namun tetap saja tolak ukur keberhasilan para aktivis kampus asli kota mataram masih terlalu kabur dan tidak memiliki konsep serta arah yang jelas. 

Karang taruna di wilayah Mataram seperti hidup segan mati tak mau, remaja masjid hanya berbicara acara momentuman, kelompok masyarakat sulit bergerak, belum lagi ditambah tuntutan keluarga yang harus bekerja dan menikah hehee.

Persoalan-persoalan inilah yang kemudian membuat aktivis di mataram buntu dan kemudian mengibarkan bendera kuning tanda menyerah. Semoga saja aktivis tak mempunyai pemikiran siklus hidup standar (SD-SMP-SMA lalu kuliah, bekerja, nikah, punya anak dan masuk surga).

Lantas..??

Kelemahan mendasar yang kerap dilakukan pasca mahasiswa adalah tidak terhubungnya aktivis yang satu dengan aktivis yang lain walaupun berada pada satu kota, sebut saja kota Mataram. 

Aktivis tercecer di masing-masing kampung dan jarang sekali berkomunikasi. Padahal jika aktivis bersinergis dalam satu kota, paling tidak sharing hal-hal kritis dapat terus dilakukan untuk menjaga jiwa tetap merah ceileeehh. 

Yok ayokk, mulai dihitung beberapa kekuatan pasukan aktivis di mataram, deteksi lagi di mana titik-titiknya dan kemudian membuat jadwal pertemuan rutin paling tidak 1 bulan sekali.

Tapi perlu diingat, sekritis apapun aktivis saat di kampus dulu, apabila sudah kembali menjadi masyarakat, pasti akan berbicara pertahanan hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun