Mohon tunggu...
Basuni ahmad
Basuni ahmad Mohon Tunggu... Guru - penulis buku Aktualisasi pemikiran pluralisme KH. Abdurrahman Wahid

Merenda kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Moderasi Agama di Sekolah

18 Juli 2019   14:12 Diperbarui: 18 Juli 2019   14:28 2748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mengo.sirapollokaggwaschools.com

Indonesia merupakan negara terbesar berpenduduk muslim di dunia.
Indonesia pula didaulat sebagai negeri paling plural dalam berbagai dimensi.

Keragaman suku, etnis, agama, juga adat istiadat merupakan anugrah agung dari Ilahi, sekaligus bisa menjadi petaka perang saudara. Jika penataan dan pendidikan dalam memahami perbedaan tidak diperhatikan.

Menjelang berakhirnya Perang Dunia II, sarjana Inggris, JS Furnival, meramalkan, jika kolonial Belanda tidak kembali berkuasa, Indonesia akan pecah berkeping-keping, karena menurut dia tidak ada faktor yang mempersatukan negeri ini.

Ramalan gelap Furnival, alhamdulillah, tidak menjadi kenyataan. Tetapi, skenario gelap itu tetap saja muncul dari waktu ke waktu, khususnya pada saat krisis politik.

Banyak kalangan ahli dan pengamat asing yang bicara tentang Balkanisasi Indonesia, yaitu terpecahnya Indonesia seperti Uni Soviet, Yugoslavia, dan Cekoslovakia---negara-negara di Semenanjung Balkan, Eropa Timur.

Indonesia terhindar dari skenario menyeramkan tersebut. Kenyataan ini tidak terlepas dari corak masyarakat Indonesia yang beragam, tetapi dengan moderasi Islam sebagai agama yang dipeluk mayoritas penduduk. "Sikap akomodatif dan inklusif moderasi Islam membuat Indonesia yang sangat plural terus bisa bertahan." (Azyumardi Azra, Republika, 11 Juli  2019)

Pesimisme atau  ramalan gelap masa depan Indonesia perlu dijadikan sebagai renungan untuk grand desain Indonesia Maju.
Walaupun kata Azra ramalan ahli tentang Indonesia  terkeping-keping tak terbukti. Kini Setelah pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden politik identitas kian kental, berdampak pada terbelahnya elemen anak bangsa.

Moderasi beragama diindikasikan dengan kemampuan untuk memadukan antara teks dan konteks, yaitu pemikiran keagamaan yang tidak semata-mata bertumpu pada kebenaran teks-teks keagamaan dan memaksakan penundukan realitas dan konteks baru pada kebenaran teks, tetapi mampu mendialogkan keduanya secara dinamis. Dengan kata lain, moderasi pemikiran keislaman ini berada dalam posisi tidak tekstual, tetapi pada saat yang sama tidak terjebak pada cara berpikir yang terlalu bebas dan mengabaikan rambu-rambu, (Kompas, 8 Juli 2019).
 
Tidak berlebihan Kemenag RI menjadikan  Moderasi Beragama sebagai salah satu program prioritas pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2025.

Untuk merealisasikan program tersebut pemangku pendidikan, perlu meninjau ulang kembali Standar Kompetensi Lulusan (SKL), pun Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Dari KI dan KD inilah sesungguhnya sebagai acuan pemelajaran di ruang-ruang kelas.

Dalam Permendikbud No.37 Tahun 2018 terdiri dari Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, 1,2,3 dan 4. Dimana kompetensi  satu terkait spiritual, dua sosial, tiga pengetahuan dan empat keterampilan.

Pada jenjang SLTA (SMA/K,MA) mata ajar Agama Islam dengan jumlah 318  jam pembelajaran  selama studi 6 semester (3 tahun) terdiri dari masing-masing 33 kompetensi Dasar ( KD. 1,2,3 dan 4).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun