Mohon tunggu...
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy.
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy. Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung

Man Jadda Wa Jadda: Siapa Bersungguh-Sungguh Akan Berhasil## **Alloh Akan Membukakan Pintu Terindah Untuk Hambanya yang Sabar, Meskipun Semua Orang Menutupnya**.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Optimisme dan Pesimisme dalam Menghadapi Covid-19

25 April 2020   11:01 Diperbarui: 25 April 2020   11:55 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Menurut Dr. Sugeng Bayu Wahyono, M.Si. (2020) menarik memang tulisan Eswar Prasad dan Ethan Wu; antara pesimis dan optimis. Sepertinya kalau parameternya kesuksesan pencapaian kapitalis akhir, selama ini pemulihan ekonomi global menjadi agak berat. Tetapi jika pandemi ini kemudian menjadi momentum untuk mengerm developmentalisme kapitalistik yang berorientasi pertumbuhan maka bisa jadi optimis, asal negara-negara kapitalis mau menerima pelambatan ekonomi.

Bayu dalam melihat situasi di Kuba lewat National Geography bahwa pelambatan ekonomi adalah bagian kehidupan sehari hari selama empat dekade. Tetapi positifnya, ketika pandemi covid-19 mengguncang ekonomi global, mereka biasa saja karena memang sudah biasa dengan pelambatan ekonomi. Jadi apakah pandemi covid-19 ini dunia akan kembali ke sistem ekonomi sosialis? tampaknya agak sulit ke arah sana, tetapi setidaknya kombinasi antara sosialis dan kapitalis menjadi pilihan menarik.

Menurut Dr. Sukidin, Dekan FKIP UNEJ (24-25/4/2020) Dampak global dari fenomena covid 19 telah meruntuhkan semua hipotesis yg selama ini kita percaya. AS sebbagai benchmarking kekuatan ekonomi dunia, disusul China telah luluh lantak. Analisis Kibbin dan Rosen Fernando dengan pendekatan indek kerentanan cukup menarik. 

Pertama, fenomena covid 19 berpengaruh menurunnya pasar kerja karena mortabilitas dan morbiditas penduduk. Hal ini mengingatkan kita tentang kejadian pandemi 'maut hitam' di Eropa pd abad xiii. Kedua, pada sektor ekonomi terjadi disrupsi jaringan produksi. Sektor riil gak bergerak. Yang terjadi bukan lagi perlambatan, tapi kemunduran dan bahkan pertumbuhan yang negatif. Konsumsi masyarakat yang seharus digunakan untuk memenuhi basic need harys digeser untuk pemenuhan kesehatan. Kejumudan telah menghantui para birokrat. Mudah-mudahan ada kajaiban itu saja harapannya.

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa saat ini, Covid 19 telah membabi buta, kurban meninggal di Indonesia sudah tembus angka  689 orang; pasien positif sudah mencapai 8.211 orang (25//4/2020). Nampaknya sampai saat ini pemerintah masih belum optimal dalam pengambilan kebijakan. 

Literasi masyarakat pada kesehatan, bahkan nyawa sebagai taruhan masih terabaikan. Birokrat pontang-panting dan terlihat ngos-ngosan menghadapi masyarakat yang masih bebal, bahkan resisten pada kebijakan PSBB. Pertanyaannya adalah, Bagaimana cara mengedukasi masyarakat kita, dengan kondisi carut marut seprti ini?

Jadi, kita sebagai bangsa yang besar harus mempunyai extra confidential bahwa masalah ekonomi dampak covid 19 ini pasti dapat diatasi dengan baik, kuncinya adalah ketika negara mampu melakukan pendekatan makro dengan menggabungkan antara tiang-tiang ekonomi pancasila, demokrasi ekonomi, dan koperasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun