Kayu kini tak lagi bisa digunakan, Elpiji telah merampasnya. Entah menjual rumput, atau sebagai kuli panggul, kami harus mengalah untuk hidup.Â
_Tukirin: Penjual Kayu Bakar Keliling
Pagi ini saya berkesempatan Kembali mengelilingi kampung halaman. Banyak berbincang dan bersua dengan tetangga dan kerabat suatu hal yang begitu asik mengingat kehidupan perkotaan yang terus berjarak dan terpaksa bekerja di rumah karena pandemi yang masih belum juga usai.Â
Sebenarnya kegiatan ini dahulu hampir tiap hari saya lakukan, namun karena tuntutan pekerjaan yang membatasi jarak waktu dan tempat kami, kegiatan ini menjadi kegiatan yang jarang dan mulai langka saya kerjakan. Banyak hal yang diperbinjangkan dan tak jarang kalimat-kalimat yang keluar dalam obrolan itu menjadi sebuah renungan, refleksi dan pitutur atas kondisi sosial yang terjadi saat ini.
Di pojok pertigaan kampung, saya berpapasan dengan kang Tukirin yang sedang duduk diatas jembatan yang dibuat menyerupai bangku Panjang, tempat yang juga sering menjadi tempat favorit kami untuk nongkrong dahulu. Wajahnya terlihat telah banyak keriput menandakan usianya terus tua, namun profesi sebagai penjual kayu bakar yang dijajakan tetap digelutinya sejak saya masih remaja dulu. Kang Tukirin terlihat kalut disamping sibuk mengipasi badannya yang bermandi keringat sebab kayu yang dipanggulnya belum juga terbeli oleh tetangga.
Saya merasa kangen juga dengan kang Tukirin karena begitu lama tak bertemu. Dengan senang saya menghampiri dan menyapanya "gimana kabarnya kang?? Masih ingat saya?" Dia menjawab dengan senang "Wah, sampeyan sudah jadi orang ya, sudah gagah sekarang". Tanpa berfikir Panjang saya menjawab sekenanya untuk memecah suasana "Memang dulu saya bukan orang kang? Kang Tukirin ini bisa aja". Saya mendekatinya dengan pasti dan mengajaknya bersalaman tanpa ada ketakutan akan tertular atau menulari virus, begitu juga dengan beliau.
Sambil mengeluarkan rokok dan mengajaknya berbincang, Kang Tukirin terlihat senang, terhibur, dan hilang raut muka kusamnya. Kami banyak dan cukup lama berbincang sampai tak terasa matahari semakin meninggi dan menyengat kulit kami.
Dari banyaknya topik perbincangan kami, satu hal yang saya tangkap "Sekarang semakin susah mas jualan kayu bakar, semua orang sudah menggunakan elpiji karena telah diajurkan pemerintah untuk berganti ke Elpiji sebab pakai kayu dapat merusak lingkungan katanya. Padahal Ketika semua pakai Elpiji, malah sangat susah sekali didapat, kalaupun ada harus memesan dan tidak bisa langsung dapat, harus antri dan berebut dengan yang lain. Katanya sih Elpiji langka dari atasnya".Â
Saya hanya mengangguk dan terdiam tak bisa memberi solusi, termasuk membeli kayu Kang Tukirin sebab jika saya beli, saya juga bingung hendak dibuat apa kayu tersebut.Â
Di akhir percakapan kami, saya memberikan sedikit uang untuk beliau, namun anehnya beliau sangat menolaknya, hanya rokok bungkusan yang telah habis Sebagian karena kami pakai yang diambilnya.Â