Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Alumni Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jargon "One Data" dalam Membangun Negara

11 Oktober 2017   15:01 Diperbarui: 15 Oktober 2017   08:17 2919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Opengovindonesia.com

Selama ini, masyarakat beranggapan bahwa pendataan sangat identik dengan bantuan. Stigma ini tertanam sejak pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pendataan penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Padahal, Tidak semua pendataan bertujuan untuk menjaring penerima bantuan secara langsung. 

Beragam pendataan berupa sensus dan survei bertujuan sebagai bahan evaluasi kebijakan pemerintah dan sebagai acuan dalam menyusun rencana pembangunan nasional. Data juga bermanfaat sebagai alat pengendali dari sebuah program yang diluncurkan oleh pemerintah dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan sebuah keputusan penting yang berpengaruh bagi kehidupan seluruh  masyarakat. 

Sebagai contoh adalah data Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk perhitungan inflasi yang dirilis tiap bulan. Data inflasi merupakan salah satu data indikator makro yang penting dalam pengendalian harga pasar dan menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, data statistik yang dihasilkan harus terbebas dari kepentingan politik. Lembaga penghasil data wajib menjaga Independensi , walaupun masih bagian dari pemerintah itu sendiri.

Perencanaan dengan menggunakan data yang keliru dapat berakibat fatal bagi pembangunan. Alih-alih menjadi sejahtera, bisa saja rakyat menjadi semakin sengsara. Di sinilah letak fungsi Undang-Undang Statistik yang melindungi kerahasiaan responden, baik nama maupun alamat. 

Sebagai contoh, Jika lokasi pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang menjadi dasar perhitungan angka kemiskinan bocor ke pemerintah daerah kabupaten/kota, maka data yang dihasilkan tidak akurat lagi. Bisa saja, Pemda setempat memberikan bantuan kepada masyarakat di wilayah yang akan disurvei/didata pada rentang waktu pendataan, sehingga memengaruhi tingkat konsumsi dan pengeluaran. 

Kemungkinan tidak ada lagi penduduk miskin di daerah tersebut karena tingginya tingkat pengeluaran dan konsumsi masyarakat. Angka kemiskinan akan menurun drastis dan kepala daerah dianggap berhasil memimpin, padahal ada rekayasa statistik di dalamnya.

Makanya, jangan heran jika BPS tidak akan mengeluarkan data wilayah yang akan menjadi lokasi pendataan. Apalagi nama dan alamat penduduk yang menjadi responden. Rahasia responden sangat dijaga dan dilindungi oleh BPS sesuai Undang-Undang nomor 16 tahun 1997 tentang Statistik.

Salah satu komponen penting dalam data adalah responden. Jika kesadaran responden akan pentingnya sebuah data telah muncul, maka data berupa fakta lapangan akan diberikan secara jujur dan diperoleh dalam periode waktu yang telah ditentukan. Tuntutan masa kini adalah tersedianya data yang benar dan cepat. Sehingga kebijakan pemerintah tepat sasaran. Perencanaan pembangunan sesuai harapan. Jika datanya tidak tepat, maka pemerintah sedang merencanakan sebuah kegagalan.

Selain data inflasi dan angka kemiskinan, data produk BPS lainnya adalah Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Ekspor-Impor, Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), Indeks Kebahagiaan, Indeks Persepsi Korupsi, Angka Pengangguran, dan masih banyak lagi lainnya. Mengingat pentingnya Data sebagai unsur utama perencanaan pembangunan, sudah selayaknya pemerintah memperkuat Undang-Undang Statistik.

Jargon One Data atau Satu Data yang digaungkan Pak Jokowi harus menjadi perhatian. Hal ini untuk menyatukan perbedaan persepsi, konsep, dan definisi akan suatu data sehingga tidak ada lagi data yang berbeda pada satu bidang tertentu. Perbedaan yang muncul akan menyulut masalah dalam penyusunan program pembangunan. Perbedaan ini masih sering ditemui pada data jumlah penduduk. 

Salah satu solusinya adalah memperbaiki data kependudukan melalui perekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik. Jika semua penduduk telah memiliki KTP, Kartu Keluarga, dan kelengkapan administrasi kependudukan lainnya, maka akan diperoleh angka jumlah penduduk yang sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun