Mohon tunggu...
Bang Syaiha
Bang Syaiha Mohon Tunggu... Guru | Penulis | Blogger | Writer | Trainer -

www.bangsyaiha.com | https://www.facebook.com/bangsyaiha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Poligami? Saya Tidak Siap!

19 Juni 2018   12:14 Diperbarui: 19 Juni 2018   12:32 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil gambar untuk poligami dalam islam (seattlemet.com)

Keempat, sudah menjalankan sunnah dan amalan yang lainnya. Iya dong, masa mau menjalankan sunnah poligaminya doang. Harus sudah beriman, taat, dan taqwa dengan benar dulu dong. Agar mengatur rumah tangga dengan dua, tiga, atau empat istri bisa benar dan tidak melenceng. Agar bisa membina istri dan anak-anak dengan benar dan tidak sesat. Mau poligaminya saja dan enak-enaknya saja tanpa mendidik istri dan anak-anak, maka hati-hatilah balasan Allah kelak di akhirat. 

Silakan ditambahkan lagi lah, monggo. Itu setidaknya yang saya perhatikan ketika hendak memikirkan untuk berpoligami. 

"Jadi, Bang Syaiha ingin poligami ya?"

Nggak! Saya tidak siap. Mengapa? Karena saya pasti nggak akan tega melihat istri saya bersedih. Dia adalah perempuan tangguh yang empat tahun lalu mau menerima saya apa adanya. Bayangin aja, empat tahun lalu, saya adalah pemuda tidak punya apa-apa. Kaki kanan saya polio, jalan nggak normal, gaji sebulan sebagai guru les hanya 800ribuan. Paling tinggi 1,2 jutaan. Beberapa kali saya mengajukan ajakan menikah kepada perempuan, selalu ditolak. Alasannya banyak!

"Orangtua saya nggak setuju... Belum siap punya menantu yang memiliki keistimewaan seperti kamu..."

"Kata orangtua saya, belum siap. Pengen punya menantu yang mapan..."

....dan masih banyak lagi. Ada lima atau enak penolakan lah kalau tidak salah. 

Hingga kemudian, saya ketemu istri dan memintanya baik-baik ke orangtuanya. Simpel. Mudah sekali ketika itu. Orangtuanya hanya berujar, "Kalau anak kami mau, kami pun mau."

Saya dan dia kemudian menikah. Nggak lama setelah kenal. Tanpa pacaran. 

Seminggu kenal, langsung saya ajak menikah dan dia menerima. Di awal-awal, kami hidup apa adanya. Makan seadanya. Telor dadar, nasi, dan sambal. Malah acapkali juga, nasi, kerupuk, dan kecap. 

Lalu, dengan pengorbanan yang besar itu, apakah saya tega berpoligami? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun