Mohon tunggu...
Komarudin Ibnu Mikam
Komarudin Ibnu Mikam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Founder Sekolah Alam Prasasti Bekasi

Sekolah Alam Prasasti, ruang memuliakan dan membahagian manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sunyian yang Mengganggu

22 September 2016   06:37 Diperbarui: 22 September 2016   07:15 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal Agustus 2016. Beberapa hari sebelum Kemerdekaan RI ke 71, Museum Negeri Sri Baduga Bandung  terlihat asri. Lengang dengan halaman bersih. Bersama rombongan dari Bekasi Historical Society (BHS) saya mengunjungi Museum Resmi Jawa Barat.  Sejumput keingintahuan menggelombang di benak. Seperti apakah Museum Sri Baduga dan yang terpenting, Kab. Bekasi salah satu Kabupaten di Jawa Barat. Saya mau lihat benda apa yang dipajang pihak Museum sebagai representasi Kab. Bekasi atau Kota Bekasi.

Dipandu petugas, saya diajak ke booth yang berisi makna dari Sri Baduga. Museum Sri Baduga ngejogrog di Kota Bandung. Dllola Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Berdiri tahun 1974, make bangunan bangunan lama bekas Geudng Kawedanaan Tegallega.  Baru diresmikan tahun 1980. Enam tahun sebagai langkah persiapan. Itu untuk ukuran Pemerintah Provinsi.  Penamaan Museum ini diambil dari gelar salah seorang Raja Pajajaran, Sri Baduga Maharaja sebagaimana tertulis di Prasasti Batu Tulis. Demikian dikutip wikipedia.com.

Ini umpak pertama saya terusik. Bergolak rasanya menandai Museum dengan skup  Provinsi ngambil dari zaman Pajajaran. Kemana Kerajaan Tarumanegara? Apakah kalah Tua dengan Pajajaran? Bukankah para akademisi dan para pakar sepakat Tarumanegara itu Kerajaan Tertua di Jawa Barat. Situs Gunung Padang memang disinyalir jauh lebih tua. Tapi belum terdefinisi Kerajaannya.  

Umpak terusik kedua saat masuk ke dalam. Ada batu gede tinggi. Tugu Gede namanya. Ini replika doang. Saya jadi ingat Lingga Batu Jaya di Kampung Batu Jaya, Cabang Bungin, Kabupaten Bekasi. Sekali lagi Bekasi. Bukan Karawang.  Benak bergolak tak menentu. Bekasi juga punya!  Di ruangan ini benda-benda Zaman Perundagian, Zaman Perunggu atau Zaman Batu yang berasal dari Kabupaten dan Kota Bekasi TIDAK ADA. Sunyian yang mengganggu.

Umpak ketiga terusik saat masuk ke ruangan yang isinya mebeuleir tradisional. Yang ada tempat tidur dari Kesultan Cirebon, lalu bangku dan meja dari Keraton Cirebon.  Terus, mebeuleir dari Bekasi Raya mana. Kita punya bale sebagai model desain mebuleir. Bale terbuat dari bambu. Dengan empat kaki. Serbaguna. Dipake nerima tamu bias. Dipake buat tempat makan barenga juga bias. Terus, buat ngaji.  Terus ada replika bangunan rumah-rumah khas priyangan. Namun di mana Saung Ranggon? Model rumah khas tradisionil Bekasi. Berlokasi di Cikedokan, Cikarang Barat. Rumah berpanggung. Terbuat dari kayu. Tak ada paku/besi sebagai perekat. Tiap siku direkat dengan model khusus antar kayu.

Masuk ke ruangan dalam, ada kotak-kotak khusus berisi manekin berbaju pengantin.  Pengantin Karawang ada. Pengantin Bekasi mana? Ora ada. Kagak danta dah! Dengan dominasi tiga suku di Bekasi Raya yakni Betawi, Sunda Bekasi dan Banten, baju penganten seabref-abreg. Mau yang mana? Tinggal bilang. Tapi model penganten tradisional Bekasi juga gak ada di ruang display Museum Sri Baduga. Bener dah, kesunyian yang mengganggu.  Seolah  Bekasi raya, baik Kabupaten dan Kota Bekasi gak diaku Jawa Barat.

Yang menarik, giliran di ruang tembikar ada sejumlah gerabah dan perabotan. Ada benda yang kita yakin itu dari Buni, Babelan. Eh, tertulisnya dari Jakarta. Malah yang disebut Keren dinamai dengan Buni. Ah, ini benar-benar mengganggu KeBekasian saya.  Kesunyian yang mengganggu.

Mau marah, marah kepada siapa? Kecuali introspeksi ke dalam. Ada apa dengan Bekasi?  Jangan-jangan memang ini masalah kitanya yang gak sanggup mengomunikasikan model kebudayaan Bekasi. Kita gagal mengangkat local genius menjadi referensi.  Gagal mengangkat kerajaan Tarumanegara. Sehingga kalah ngetop dengan Pajajaran. Gagal bicara di panggung provinsi kita punya desain interior tradisionil. Kita punya model arsitektur rumah tradisionil. Kita punya ini. Kita punya itu. Tapi kalau kita gagal mengomunikasikan? Sama aja goroh!

Dan, sepulang dari Museum Sri Baduga semua yang berkunjung sepakat: KITA BIKIN MUSEUM BEKASI!

(KOMARUDIN IBNU MIKAM, PECINTA BUDAYA)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun