Kebumen (30/3/2025) Suasana malam takbiran IdulFitri 2025 di Dukuh Kalidekung, Desa Wonokromo terasa berbeda. Setelah dua dekade tanpa kegiatan takbir keliling, malam menjelang Idulfitri kali ini diwarnai dengan kemeriahan yang telah lama dinantikan warga. Suara takbir bergema di sepanjang jalan desa, membangkitkan kembali tradisi yang sempat terkubur dalam diam selama dua puluh tahun.
Kegiatan takbir keliling yang digelar pada malam 1 Syawal 1446 Hijriah ini diikuti oleh ratusan warga dari berbagai kalangan dan usia. Mereka membawa obor, bedug, dan berbagai pernak-pernik khas Ramadhan. Pemuda desa yang tergabung dalam karang taruna menjadi motor penggerak utama acara ini dengan dukungan penuh dari tokoh masyarakat dan perangkat desa.
"Ini adalah moment bersejarah bagi kami," ujar Pak Sukur, sesepuh Dukuh Kalidekung yang tidak bisa menyembunyikan rasa harunya. "Sejak tahun 2005, kegiatan takbir keliling seperti ini tidak pernah lagi dilakukan karena tidak ada yang menggerakan lagi untuk acara tersebut. Alhamdulillah, tahun ini kami bisa berkumpul kembali untuk merayakan kemenangan setelah berpuasa sebulan penuh."
Perjalanan menuju kebangkitan tradisi ini tidaklah mudah. Karena sudah terbiasa tidak mengadakan takbir keliling dan lebih memilih untuk menyibukan diri dirumah masing-masing dalam menyambut hari raya idul fitri di esok hari. Kehendak untuk mengadakan takbiran keliling itu tergolong masih enggan. Kalau tidak ada yang menggerakan pastinya sampai kapanpun tidak akan terlaksana dengan meriah. Maka dari itu dimanapun tempatnya membutuhkan seseorang mempunyai jiwa pemimpin untuk melakukan perubahan yang lebih baik.
Inisiatif untuk menghidupkan kembali tradisi takbir keliling muncul dari generasi muda Kalidekung yang merasakan keprihatinan atas hilangnya ruh kebersamaan dalam perayaan hari raya. Ahmad Purnomo, seseorang pemuda yang merasa prihatin terhadap tempat yang iya tinggal kurang adanya solodaritas untuk bergerak bersama. Bersama teman-temannya mulai mengumpulkan dukungan dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu kembali.
"Kami merasa prihatin karena tidak pernah merasakan kemeriahan takbir keliling di dukuh sendiri. Cerita dari orang tua tentang keseruan acara ini di masa lalu membuat kami bertekad untuk menghidupkannya kembali," kata Saiful
Perencanaan dan persiapan untuk mengadakan takbir keliling hanya beberapa minggu sebelum hari raya datang. Pertemuan demi pertemuan digelar, melibatkan tokoh adat, pemuka agama, dan perangkat desa. Komunikasi yang terbuka dan keinginan kuat untuk merajut kembali tali persaudaraan akhirnya membuahkan hasil. Bahkan pihak-pihak yang dulunya berseberangan kini bersedia duduk bersama dan mendukung kegiatan ini.
Takbir keliling dimulai dari halaman SDN 2 Wonokromo setelah sholat Maghrib dan berakhir di tempat yang sama hingga menjelang tengah malam. Rute sepanjang delapan kilometer yang melewati seluruh pelosok dukuh dipenuhi warga yang bersemangat mengumandangkan takbir. Anak-anak kecil tampak antusias membawa lampion dan obor kecil, sementara para pemuda memainkan bedug dan rebana yang mengiringi lantunan takbir.
"Saya sangat bersyukur anak-anak kami akhirnya bisa merasakan tradisi yang dulu kami nikmati," ungkap Ibu Butun sambil menggandeng dua anaknya. "Ini bukan sekadar perayaan agama, tapi juga momentum untuk mempererat persaudaraan antar warga."
Kepala padukuhan Kalidekung Desa Wonokromo atau disebut congkog dalam istilah bahasa jawa, menyampaikan apresiasinya terhadap semangat warga Kalidekung. "Apa yang terjadi di Dukuh Kalidekung ini merupakan contoh nyata bahwa tidak ada perseteruan yang tidak bisa diselesaikan. Semangat Idulfitri telah membawa berkah tersendiri bagi kami semua," katanya dalam sambutan sebelum pelepasan arak-arakan takbir.