Ketegangan antara masyarakat, kelestarian lingkungan, dan kepentingan industri tampaknya menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup manusia. Â Pada Selasa, 24 Desember 2024, kebocoran sebuah truk tangki yang mengangkut cairan kimia caustic soda liquid NaOH 48 persen, atau yang dikenal sebagai soda api, menambah daftar panjang dampak buruk aktivitas industri terhadap manusia dan lingkungan. Cairan berbahaya itu tercecer di sepanjang jalur Cikalongwetan hingga Padalarang, menyebabkan kerugian besar bagi pengendara yang melintas.Â
Krisis ini semakin parah ketika respons darurat dari transporter, yakni pengemudi truk, dinilai lamban dan tidak memadai, menciptakan rantai masalah yang kian rumit. Peran PT Pindo Deli sebagai pemilik bahan kimia dan CV Yasindo Multi Pratama sebagai pemilik kendaraan tangki tampak mangkir dari tanggung jawab. Padahal, pemahaman dan penerapan pedoman Material Safety Data Sheet (MSDS) seharusnya menjadi kewajiban bagi pekerja di lapangan. Kegagalan pemeriksaan kelayakan kendaraan dapat menggiring perusahaan menerima sanksi mencakup sanksi administratif, seperti pencabutan izin pengangkutan limbah B3, serta hukuman berupa denda atau proses pidana apabila korban menderita kerugian yang signifikan.
Dekontaminasi cairan soda api akhirnya ditangani oleh Gegana Brimob Polda Jawa Barat bersama Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat. Namun, langkah darurat ini jauh dari kata cukup, terutama mengingat sifat korosif soda api yang dapat menimbulkan dampak fatal bagi manusia. Selain itu, limbah dari material berbahaya ini harus dikelola di fasilitas pembuangan khusus yang telah memenuhi standar. Insiden Selasa pagi kemarin bukan sekadar kecelakaan biasa, tetapi bencana besar mengintai ekosistem perairan di sekitar lokasi kejadian. Seharusnya, seluruh stakeholder terkait belajar dari insiden tergelincirnya kereta api milik perusahaan Norfolk Southern berisi cairan kimia berbahaya di Ohio pada tahun 2023. Meskipun upaya pembersihan telah dilakukan, residu kontaminasi zat di tanah, udara, dan air masih dipertanyakan. Bahkan setelah enam bulan kejadian, warga East Palestine masih mengalami efek buruk dari tumpahnya zat-zat kimia tersebut.
Meskipun di Indonesia kebocoran tangki penyimpanan bahan kimia atau tumpahan (spill) merupakan hal yang kerap terjadi, nampaknya hal ini masih dianggap sepele oleh tersangka bahkan pemerintah. Padahal, insiden tumpahan soda api ini sangat mengkhawatirkan karena dekat dengan saluran air sehingga beban pencemaran akan tinggi. Tentu saja badan air terdekat yakni Sungai Cimeta akan terpengaruh rembesan pencemaran, pengaruhnya akan terlihat dalam satu hari sampai beberapa minggu. Mengingat bahwa air permukaan merupakan bagian dari sistem daur hidrologi, maka bukan tidak mungkin bahwa dalam hitungan bulan sampai 100 tahun, pencemaran airtanah di Bandung Barat dapat terjadi. Awalnya, air permukaan dari Sungai Cimeta atau Waduk Cirata akan meresap (infiltrasi) ke zona tak jenuh air (zone of aeration) lalu meresap makin dalam (perkolasi) hingga mencapai zona jenuh air.
Cairan kimia soda api dari Sungai Cimeta diperkirakan akan mengalir sepanjang DAS Citarum hingga mencapai Waduk Cirata. Untuk memperkirakan perubahan pH di Waduk Cirata, pembaca dapat menghitung waktu konsentrasi, yaitu durasi yang diperlukan air untuk mengalir dari titik terjauh dalam suatu daerah aliran hingga ke titik tertentu di bagian hilir. Metode Kirpich sering digunakan untuk menghitung waktu konsentrasi ini (Roby, 2023).
Dalam cuitan di akun X pribadi (@encepdenis), Denish Ari, seorang ahli hidro-meteorologi, mengungkapkan bahwa menggunakan metode Kirpich, waktu yang dibutuhkan dari lokasi tumpahan di Cikamuning hingga Waduk Cirata adalah sekitar 3--4 jam. Dalam konteks kualitas air tanah, aliran air tanah menjadi aspek penting untuk menilai kemampuannya dalam melarutkan polutan (Chapman, 1996). Pencemar yang masuk ke dalam air tanah cenderung berkurang seiring waktu dan jarak yang telah ditempuh oleh zat pencemar tersebut (Frista, 2001). Meski cairan soda api kemungkinan besar akan teraduk secara sempurna melalui proses pengenceran (dilusi) di Waduk Cirata, kejadian ini tetap berpotensi memberikan dampak negatif terhadap ekosistem perairan.Â
Untuk mencegah cairan kimia soda api mencemari saluran air dan sungai lebih lanjut, seharusnya langkah awal yang  dilakukan oleh transporter adalah mengenakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, kacamata pelindung, masker, dan pakaian tahan bahan kimia agar dapat menangani cairan soda api yang bocor. Supir juga harus memahami klasifikasi bahan kimia yang diangkut dan prosedur penanganannya jika terjadi kejadian yang tak diinginkan seperti kebocoran. Seharusnya transporter  segera memarkir truk, mengisolasi area sekitar tumpahan, dan memberi tanda peringatan agar masyarakat dapat menghindari tumpahan. Sumber kebocoran dapat dihentikan dengan memagari area tumpahan dan menggunakan bahan penyerap seperti pasir untuk mengontrol tumpahan.