Mohon tunggu...
April Perlindungan
April Perlindungan Mohon Tunggu... lainnya -

pemuda desa, menyusuri lorong sunyi

Selanjutnya

Tutup

Nature

Eks PLG

8 Januari 2011   14:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:49 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tak asing sosok tersebut. Mengenakan peci hitam, tubuh gemuknya di balut batik. Usai pidato, disambut dengan riuh tepuk tangan, tangan kirinya melambai sedangkan tangan di sebelah kanan menggenggam batang padi. Seorang penyiar TVRI menjelaskan, Presiden SOEHARTO ! telah meresmikan Pembangunan Lahan Gambut ( PLG ) sejuta hectare di Kalimantan Tengah. Kusaksikan di layar kaca, ketika aku masih duduk di bangku kelas 6 SD. Penyiar televisi berkali-kali menyampaikan keberhasilan proyek tersebut, tanpa cela sedikitpun. saat itu kekagumanku kepada SOEHARTO semakin bertambah, apalagi  ketika di kelas, Guru sejarah mengatakan bahwa SOEHARTO adalah PAHLAWAN.

Puluhan tahun kemudian, di bandara Soekarno Hatta, aku bertemu dengan seorang pria ber-anting di telinga kirinya dengan obrolan pertama “ Waduh anakku sakit, besok aku harus ke kampung”. Ucapnya, dengan ekspresi wajah lelah. Saat itu aku belum tahu, jika pria itulah yang menuntun langkahku, menginjak dan memahami seluk beluk mega proyek orde baru, yang selama ini kutahu hanya dari televisi.
Desa Sei Jaya, Barito Selatan. Dengan jarak tempuh 6 jam dari Kapuas menggunakan perahu klotok, Adalah tempat pertama kali kudapatkan cerita mengenai refresipnya aparat membungkam rakyat, demi mulusnya pembangunan mega proyek. Dari Desa ini pula, terangkai kisah lainnya. Termasuk kisah kawan-kawan Jakarta yang pertama kali menginjakan kaki di desa ini.

Cukup terkejut mengenali medan lapangan Kalimantan Tengah. Jika jawa Barat ku kenali jalan setapak melingkari gunung, di Bangka Belitung kutau pemukiman berjajar rapi dan seragam, kemudian Palembang yang beda tipis dengan Bangka. Entah ! jika waktu kecil di kampung aku tak belajar berenang di sungai, bagaimana jadinya kulalui sungai dan rawa-rawa DAS Mangkatip dengan kilauan air hitamnya.

Kemudian, aku berpikir tentang mental kawan-kawan Jakarta dan Pria Beranting itu, ketika tahun 1996 menginjakan kakinya di Desa Mahajandau Dan Sei Jaya,waktu itu meraka selain harus melewati rawa dengan sekelumit cerita buaya, juga mesti mengelabui pos yang di jaga para tentara. Lalu bagaimana caranya memobilisasi rakyat ? dengan jarak tempuh dari desa-desa ke kota Kapuas rata-rata memakan waktu 4-8 jam ( dengan perahu kolotok ) perjalanan melalui sungai ? mungkin itu pertanyaan terbodohku, pertanyaan yang lahir dari generasi “ manja” sepertiku.

Faktanya, apa yang ku saksikan di sini. Kanal-kanal telah mengeringkan rawa, masyarakat adat kehilangan hutan mereka, pemerintah setempat sibuk menandatangani investasi sawit, tambang dan konservasi. Rawa gambut air hitam di kapling atas nama binatang tanpa mengindahkan species mulia, yakni manusia. Seperti benang kusut, Kalimantan tengah butuh uraian yang sabar dan perlahan. Kapitalisme gaya baru kutemukan langsung disini. namun fakta itu, telah memberiku pelajaran tentang arti hati-hati dan tekun, jauh dengan yang selama ini kulakukan, selalu menggebu dan terburu-buru, ketika mengempur lawan.

Ternyata, kupahami Pria Beranting itu. Ia berjalan perlahan menyusuri lorong sunyi, jauh dari hiruk pikuk kota dengan segenap gossip rendahan. Masih tetap berjalan dari kampung-ke kampung, memecahkan masalah kampung mulai dari pertikaian akibat perkelahian pemuda yang berebut waktu joged di panggung hiburan hingga masalah sengketa lahan.

“ tahukah kau pril ? katanya, suatu waktu. Ketika kami menginap di Desa Lamunti Kecamatan Mantangai-Kapuas. “ketika Soeharto mau datang ke desa ini, padi yang masih bertangkai dan siap panen di angkut dengan kolotok semalaman, sawah di airi menggunakan genset, pohon  lengkap dengan buahnya di tanam dalam sekejap. Ratusan orang sibuk menanami lahan dengan padi menguning dan buah matang”. Katanya di selingi tawa.
Dari situ saya tahu, padi yang di panen Soeharto, saat kusaksikan di layar kaca puluhan tahun silam, adalah padi yang tak pernah tumbuh di tempat itu, adalah padi yang di tanam dalam waktu semalam!

itulah Kalimantan Tengah dengan cerita Proyek Orde Baru. PLG boleh saja berganti dengan EKS PLG, namun tak ada PEJUANG yang di ganti dengan EKS PEJUANG.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun