Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Permainan Tradisional Raib Digerus Zaman

31 Desember 2015   01:28 Diperbarui: 25 Juli 2017   17:32 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Permainan tradisional lompat tali di School of Life Lebah Putih (foto: dok LB)

Saat teknologi demikian pesat berkembang, tanpa disadari berbagai permainan tradisional yang dulunya kerap dimainkan oleh anak- anak, ternyata ikut raib digerus jaman. Ada puluhan mainan yang lenyap, sementara para orang tua ikut abai hingga berperan hilangnya hiburan murah tersebut.

Kerabat saya, pasangan Rudy dan Ana, memiliki dua orang anak. Yang sulung kelas V SD, sedang adiknya kelas II SD. Baik Rudy mau pun istrinya mengeluh, pasalnya kendati dua anaknya bersekolah di SD swasta terfavorit, namun prestasinya jeblok. Setiap ulangan, nilai yang didapatnya tak pernah beranjak dari angka 6 maksimal 7. Saban hari, sepulang sekolah seusai makan siang, sang kakak larut dengan permainan play station atau game online, adiknya ikutan sibuk mainan game menggunakan smart phone ibunya.

Praktis, mereka tak pernah istirahat siang. Berjam- jam keduanya tenggelam dalam berbagai permainan yang hanya mengandalkan jari dan otak itu. Biasanya, setelah memasuki pk 17.00, dua anak tersebut berhenti karena disuruh ibunya mandi. Usai membersihkan badan, mereka memegang buku pelajaran. Maksimal pk 19.00 berhenti dan celakanya kembali larut dalam permainan digital lagi.

Rudy sudah kehabisan akal untuk berupaya menghentikan aktifitas anak- anaknya, pernah ia menyita semua perangkat elektronik di rumahnya, selanjutnya disimpan. Barang- barang tersebut rencananya akan dikeluarkan terbatas pada hari libur sekolah. Tetapi, hal itu tak berlangsung lama. Pasalnya, sibungsu mendadak demam hingga berujung pada perawatan dokter.

Menanggapi keluhan Rudy mau pun istrinya, saya seperti mati ide. Saya sama sekali tak mempunyai gagasan apa pun untuk mencarikan solusi atas problema yang menimpa keduanya. Hanya sekedar formalitas, saya menyarankan agar penghentian aktifitas memainkan perangkat elektronik itu dikurangi secara perlahan. Jangan frontal sehingga membuat anak mengalami shock. Entah saran saya benar atau tidak, saya sendiri sulit menilainya.

Dalam hati saya menilai, apa yang terjadi pada  anak- anak Rudy sebenarnya merupakan buah dari pembiaran yang secara tak sengaja dilakukan orang tuanya.Semisal sejak kecil tak dibiasakan dengan berbagai permainan elektronik, saya pikir mereka tidak bakal kecanduan. Saya meyakini, dulunya Rudy berdalih ingin memberikan sesuatu terhadap anak- anaknya karena saat ia kanak- kanak belum pernah menikmatinya. Nah, sekarang giliran muncul dampak negatifnya malah bingung sendiri.

Beragam Permainan Tradisional

Bagi anak- anak yang lahir sebelum tahun 90 an, maka bisa dipastikan sangat akrab dengan beragam permainan tradisional. Mulai dari petak umpet, egrang, kelereng, grobak sodor, lompat tali, bola bekel, dakon, monopoli, gangsing, sunda manda hingga mobil- mobilan kayu buatan sendiri. Hingga tahun 2000 an, saat berbagai jenis hand phone membanjiri pasaran, secara perlahan, permainan tradisional mulai tergerus.

Padahal, permainan- permainan tradisional sebenarnya memiliki tingkat kreatifitas yang tinggi. Saya masih belum lupa, ketika usia 10 tahun (kelas 3 SD), saya dan beberapa teman sepermainan mampu membuat mobil- mobilan yang terbuat dari bambu. Membikin egrang serta merakit angkong (seperti go kart) lengkap dengan rodanya namun tak memakai mesin.

Begitu pun bila bosan dengan permainan itu, saya bersama rekan sebaya bermain petak umpet, kasti mau pun permainan tradisional lain yang tak perlu membelinya. Kreatifitas kami benar- benar selalu timbul saat ingin mengisi waktu luang. Selalu ada beragam permainan yang bisa dimainkan setiap saat. Hebatnya, selain murah meriah, tubuh juga dipaksa bergerak terus menerus. Bukan sebatas jari dan otak yang bekerja.

Hingga jaman terus berkembang, teknologi maju pesat. Berbagai permainan tradisional perlahan tergerus oleh keberadaan play station, game online, gadget, lap top hingga smart phone. Tak hanya anak- anak, orang dewasa pun banyak yang keranjingan dengan berbagai permainan yang disuguhkan lewat perangkat teknologi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun