Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mewujudkan Rumah Idaman bagi Nenek Uzur

9 Maret 2018   14:53 Diperbarui: 10 Maret 2018   07:21 2422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah nenek Tayem yang sekarang (foto: dok pri)

Impian nenek Tayem (80) janda uzur asal Dusun Gejugan  RT 24 RW 05,    Cukilan, Suruh, Kabupaten  Semarang untuk memiliki rumah permanen, akhirnya terwujud. Berkat bantuan para relawan kemanusiaan, rumah mungil yang ia idamkan puluhan taun telah terealisasi. Seperti apa realisasi impiannya, berikut perjalanannya.

Berpuluh tahun nenek Tayem tinggal di rumah berukuran 3 X 6 meter sendirian, anak perempuan satu- satunya ikut sang suami. Sedangkan dirinya, enggan tinggal bersama menantunya. Rumah miliknya merupakan perpaduan papan dan anyaman bambu, ironisnya banyak lobang yang menganga sehingga tanpa menggunakan pending udara pun, di dalam terasa sejuk.

Rumah yang lebih pas disebut gubuk itu, praktis tidak mempunyai sekat- sekat ruang seperti kamar tidur, dapur mau pun ruang tamu. Segala sesuatunya, menyatu di satu ruangan. Bahkan, nenek Tayem tidur bareng ayam- ayamnya yang dikurung menggunakan kurungan bambu. Yang lebih menyedihkan, menu makan beliau selalu tetap, yakni nasi plus bubuk kacang yang ditumbuk sendiri.

Rumah nenek Tayem sebelumnya seperti ini (foto: dok pri)
Rumah nenek Tayem sebelumnya seperti ini (foto: dok pri)
Ya, akibat didera kemiskinan, nenek Tayem tak pernah menikmati beragam lauk pilihan. Mulai sarapan pagi, makan siang dan santap malam, bubuk kacang menjadi lauk andalannya. Sementara untuk buang air mau pun buang hajat, dirinya harus numpang ke rumah tetangganya yang berjarak sekitar 50 meter. Di malam hari, lampu minyak (senthir) membantunya mengatasi kegelapan.

Nestapa yang dialami oleh nenek Tayem yang uzur tersebut, mulai agak berubah ketika bulan Desember 2017 lalu terdeteksi oleh relawan yang tergabung dalam Lentera Kasih untuk Sesama (Lensa) Kota Salatiga. Secara rutin, tiap pekan relawan selalu menyambanginya untuk memberikan bantuan sembako mau pun nasi bungkus agar nutrisi yang masuk ke tubuhnya lebih terjamin. " Tetangga juga kerap memberikan sayuran," kata salah satu relawan bernama Kartini Riko.

Demi melihat kondisi rumah nenek Tayem yang sangat tidak layak untuk dihuni, amak- anak muda yang tergabung dalam Lensa, akhirnya sepakat untuk membedahnya. Sedangkan anggarannya, sudah diniatkan bakal diambil dari kas Lensa, semisal taka da donatur yang membantu. Terkait hal tersebut, di akhir bulan Febuari lalu, bedah rumah akan direalisasikan.

Rumah lama diratakan oleh relawan (foto: dok pri)
Rumah lama diratakan oleh relawan (foto: dok pri)
Memang, setelah tersentuh relawan, sebenarnya kehidupan nenek Tayem sudah mengalami perubahan cukup lumayan. Dirinya yang biasa makan nasi lauk bubuk kacang belakangan lebih bervariasi. Banyak donatur yang menyumbangkan susu, mi instan, sarden dan lauk kering lainnya. Begitu pun dengan bantal, guling serta kasur yang tak dimilikinya, relawan sudah mengirimnya agar tubuhnya terasa hangat saat beristirahat.

Kendati begitu, tekad merealisasikan rumah mungil yang representatif tetap harus diwujudkan. Apa lagi, kepala dusun Gejugan dan warga mendukung sepenuhnya rencana ini. Atha selaku Ketua Lensa, akhirnya memutuskan melakukan bedah rumah , targetnya dalam tempo 3 hari sudah selesai. " Dengan dukungan warga setempat, perhitungan kami tiga hari kelar," ungkap Atha.

Mulai dibangun oleh relawan (foto: dok pri)
Mulai dibangun oleh relawan (foto: dok pri)
Butuh Waktu Dua Minggu

Jumat (22/2) seusai aksi pembagian nasi bungkus bagi para duafa, sekitar 50 relawan Lensa langsung menuju dusun Gejugan. Rumah nenek Tayem diratakan sekaligus penurunan material. Rupanya, kegiatan ini tercium para donatur, sehingga, selain ada bantuan batako, pasir dan semen, belakangan ikut tergabung beberapa relawan asal kecamatan Suruh, salah satunya Sulistyono bersama anak- anaknya.

Sayang, ketika rumah nenek Tayem sudah diratakan, ternyata cuaca kurang bersahabat. Hujan terus mengguyur lokasi, sehingga proses pembuatan fondasi dihentikan. Praktis selama tiga hari berturut- turut, hujan terus menghambat. Bedah rumah hanya berlangsung setengah hari, artinya target penyelesaian 3 hari meleset. Meski begitu, relawan tetap bersemangat.

Belum tuntas bedah rumah milik nenek Tayem, relawan Lensa disibukkan oleh evakuasi janda duafa yang terkena kanker kelenjar getah bening akut. Untuk menyelamatkan janda bernama mbok darmi (63) warga Dusun Kebondowo RT 02 RW I, Tlompakan, Tuntang, Kabupaten Semarang ini, para relawan pontang panting beberapa hari. Alhamdulillah, sekarang mbok Darmi telah menjalani perawatan di RSUP Karyadi Kota Semarang.

Nenek Tayem bersama para relawan di rumahnya (foto: dok pri)
Nenek Tayem bersama para relawan di rumahnya (foto: dok pri)
Secara perlahan, bedah rumah milik nenek tayem, ternyata sudah memasuki minggui ke dua. Rumah yang sebelumnya bisa roboh disapu angina, sekarang telah berdiri lumayan megah. Selain berbatako yang diplester, rangka atapnya menggunakan baja ringan. Oleh Sulistyono, relawan yang baru bergabung di Lensa, rumah itu dicat kuning sehingga terkesan segar.

"Kami masih harus melengkapi dengan tempat tidur, kursi tamu dan pernak pernik lainnya. Mungkin hari Minggu besok sudah tuntas," ungkap Sulistyono.

Senyum nenek Tayem mengembang (foto: dok pri)
Senyum nenek Tayem mengembang (foto: dok pri)
Lantas bagaimana dengan reaksi nenek Tayem sendiri ? Sepanjang proses bedah rumah yang memakan waktu hampir dua minggu, beliau selalu mengumbar senyum. Ia sangat mengapresiasi langkah anak- anak muda sebaya cucunya tersebut, pasalnya, untuk memiliki rumah permanen (tembok), baginya mirip cicak nguntal cagak (cicak menelan tiang)". Tidak pernah terbayangkan bila di usia sekarang (80 tahun) mampu mempunyai rumah seperti ini," tuturnya dalam bahasa Jawa.

Ya, sangat wajar bila nenek Tayem selalu mengumbar senyum penuh kebahagiaan. Tak salah pula dirinya berpendapat Allah mengirimkan anak- anak muda itu untuk menyiapkan rumah yang nyaman di sisa hidupnya. Memang, membuat duafa bahagia bukanlah sesuatu yang mudah, namun, selama ada niat dan keikhlasan, siapa pun mampu melakukannya. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun