Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Derita Panjang Gadis Cilik Difabel di Ambarawa

1 Februari 2018   17:57 Diperbarui: 2 Desember 2020   06:15 2610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Katul gadis remaja yang bernasip malang (foto: dok pri)

Sungguh malang nian nasip Faridatul Mutmainah warga Desa Pasekan, Ambarawa, Kabupaten Semarang, gadis cilik berusia 15 tahun ini bukan hanya menyandang kelumpuhan pada dua kakinya, ia juga tak mampu berkomunikasi dan celakanya, dia bertahun- tahun ditelantarkan orang tuanya.  Seperti apa kehidupannya, berikut catatannya Kamis (1/2) sore.

Faridatul Mutmainah yang biasa disapa Katul, tinggal di rumah sangat sederhana berupa bangunan tembok tanpa plesteran berukuran sekitar 6 X 8 meter. Bangunan yang terletak di Dusun Tambak Selo RT 06 RW 02, Desa Pasekan, Kecamatan Ambarawa.  Untuk menemuinya, dari Kota Salatiga harus menempuh perjalanan 25 kilometer. Setelah melalui gang kecil, barulah tiba di lokasi.

Rumah berlantai tanah itu, letaknya di belakang rumah milik Kaliyem (50) yang merupakan kakak kandung ibunya Katul. Ya, gadis cilik berkulit kuning tersebut memang dilahirkan dari rahim seorang perempuan bernama Robiah (45) yang sekarang keberadaannya tidak diketahui. "Sudah tiga tahun ini, Robiah tak pernah pulang. Tak penah mengirim kabar dan tidak diketahui posisinya di mana," kata Kaliyem didampingi Kepala Dusun (Kadus) Tambak Selo , Wahyu Astuti.

Kaliyem dan Kadus Tambak Selo saat memberikan keterangan (foto: dok pri)
Kaliyem dan Kadus Tambak Selo saat memberikan keterangan (foto: dok pri)
Menurut Kaliyem, Robiah memiliki empat orang anak yang terdiri atas Imam Fakroji (17), Katul sendiri, Ayu Rahmawati (13) dan Rara (10). Untuk dua nama terakhir, tinggal di salah satu desa di Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang bersama keluarga ayahnya. Sedangkan Imam serta Katul, tinggal di Pasekan. "Untuk makan ya seadanya, karena saya sendiri bukan orang yang secara ekonomi berkecukupan," ungkap Kaliyem.

Sementara kami berbincang, Katul yang mengenakan celana pendek berkaos warna kuning, terlihat duduk di atas tanah. Dalam hitungan detik, sembari berjalan menggunakan tumpuan dua tangannya (ngesot), tubuhnya berpindah ke sofa bobrok. Sepertinya Katul menyimak pembicaraan kami, entah mampu mencerna atau tidak, yang pasti sorot matanya berbinar.

Robiah sendiri, lanjut Kaliyem, merupakan pribadi yang unik. Perempuan itu lebih suka bepergian dibanding merawat anak- anaknya di rumah. Sebelum mengilang, setiap kali pulang, di rumah pekerjaannya hanya mengutak atik hand phone. Entah siapa yang diajaknya berkomunikasi, yang pasti, tak berapa lama terus pergi untuk jangka waktu cukup lama.

Dititipkan Orang Gila

Kegemaran Robiah meninggalkan rumah tanpa memikirkan nasip anaknya ini memang sudah dilakukan sejak muda. Paska perceraian dengan ayahnya Imam, ia akhirnya menikah dengan Ngiyudin (45) warga Bringin, Kabupaten Semarang. Kendati begitu, perangainya tetap tak berubah. Paska Katul lahir, dirinya kembali bepergian. "Padahal, setelah Katul, lahir pula adiknya yang perempuan," jelas Kaliyem.

Mempunyai anak tiga, sementara suaminya mencari nafkah ke Jakarta, Robiah bukannya duduk manis di rumah. Saat tiga anaknya masih kecil- kecil, pernah dititipkan pada orang yang kurang waras. Anak-anak tersebut, ditinggal di rumah orang gila. "Namanya saja orang kurang waras, dititipi tiga anak ya sanggup sanggup saja. Tapi ya tak diurusi," ujar Kaliyem geregetan.

Hanya sorot matanya yang bicara (foto: dok pri)
Hanya sorot matanya yang bicara (foto: dok pri)
Kaliyem yang juga memiliki anak difabel, karena tak tega akhirnya memboyong Imam dan Katul. Imam sempat bersekolah hingga lulus SD, setelah itu, ia lebih suka mencari uang sembari merawat adiknya. Keterbatasan wawasan serta pendidikan inilah yang membuat perkembangan Katul tidak optimal. Dunianya hanya sebatas ruangan ukuran 6 X 8 meter.

Komunikasi menggunakan bahasa isyarat, masa remaja Katul benar- benar terampas. Tulang kakinya yang mengalami kelainan, harusnya di tangan ahli mampu dilatih untuk berjalan. Demikian juga mulutnya, idealnya bisa diajarkan berkomunikasi. Sayang, semua itu tidak pernah didapatnya sehingga masa remajanya terampas di ruang sempit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun