Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Setelah Pilpres 2019, Indonesia Bakal Menemui Kegagalan Besar

19 Januari 2019   06:39 Diperbarui: 19 Januari 2019   06:56 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : redsearch.org

Dalam memimpin bangsa, Jokowi hampir benar. Dia menghadirkan negara, untuk menyelesaikan masalah kronis di berbagai bidang. Satu kekurangan, Jokowi memandang persoalan bangsa dari prespektif bumi, mengabaikan kekuatan langit.

 
Empat tahun lebih Jokowi berkuasa, sementara dia tidak memahami sejarah seperti yang termuat di dalam Pembukaan UUD 1945, terutama Paragraf 3.

"Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya," ini fakta sejarah yang tidak dipahami dengan baik okeh Jokowi.

Substansi alinea tiga menunjuk secara nyata, bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia tidak lepas dari campur tangan langit. Perjalanan selanjutnya, mulai dari hari pertama merdeka hingga debat Capres dan Cawapres 17 Januari  2019, campur tangan langit terus berlansung, sementara Jokowi, apalagi Prabowo Subianto, tidak menyadarinya.

Indikator ketidaksadaran itu sangat jelas. Jokowi dan Prabowo Subianto tidak memiliki kesadaran menghadirkan Pemilik Langit (Tuhan) di dalam rencana kebijakan ketika dia diberi mandat memimpin bangsa untuk lima tahun ke depan.

Mereka berdua (Jokowi-Prabowo) mengkonsep pemberantasan korupsi secara parsial. Jokowi nengandalkan transparansi rekeuitmen, Prabowo memilih menaikkan gaji aparat penegak hukum, yang di dalam dua pilihan itu tidak ada jaminan bahwa pejabat akan berhenti melakukan korupsi.

Jokowi dan Prabowo Subianto tidak mimiliki gagasan menghadirkan Tuhan ke dalam dirinya, termasuk ke dalam diri seluruh pejabat negara. Padahal sesungguhnya Tuhan sangat dekat  dan tidak pernah mangkir dalam memberikan petunjuk teknis ihwal pemberantasan korupsi.

Tingkat kedekatan Tuhan dengan manusia tidak pula dipahami oleh kedua calon pemimpin bangsa yang sedang beradu gagasan di panggung pilitik super brutal dan kering.

"Dan sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia, dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya, daripada urat lehernya," kata Allah SWT di dalam Al-Qaf 16.

Memberantas korupsi tidak bisa dilakukan oleh siapa pun, kecuali  ada campur tangan dari langit. Manusia, menurut Gus Miftah, ora iso opo-opo. Tetapi Gusti Allah kuwi opo-opo iso.

Pilpres 2019, siapapun yang keluar sebagai pemenang, tanpa melibatkan kekuatan langit dipastikan bakal menemui kegagalan besar.  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, hanya indah sebagai sila ke lima.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun