Tidak ada larangan untuk memburu kenikmatan yang paling nikmat. Misalnya : kenaikan pangkat, promosi jabatan, kehormatan, keuntungan finansial, dan aneka kebahagiaan yang lain.
Jalan pun berliku. Ada cara lurus, ada pula yang mengikuti jalan tikus. Ada yang berkesadaran penuh, ada pula yang terfokus ke cara yang tidak tegak lurus.
Merindukan keberhargaan, tergantung cara pandang, sebelum menentukan pilihan. Semua punya pengikut fanatiknya.
Jika dianalogikan menu makanan, hidangan terlezat pun  memiliki risiko tinggi bagi yang berusia muda, maupun mereka yang sudah tua.
Risiko bagi insan lanjut usia antara lain paradoks tentang keberhargaan mereka. Masanya terasa selalu lewat, jika ingin lebih bermanfaat. Misalnya, penganut paradigma berpikir bahwa tua itu sudah tidak bermanfaat lagi atau "tuwa tuwas".
Ada pula penganut "tuwa guna", yaitu bahwa berusia tua itu masih punya peluang untuk tetap berkontribusi dalam kehidupan lanjutnya. Termasuk sikap tut wuri handayani, atau "uwur-uwur sembur" mendoakan agar harapan baik, akan memetik buah yang baik pula.
Keberhargaan bersama merupakan harapan generasi lintas usia. Paradigma tua tiada bernas atau "tuwa tuwas", hanya akan merugikan semua.