Mohon tunggu...
Bambang Subroto
Bambang Subroto Mohon Tunggu... Lainnya - Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Pensiunan Badan Usaha Milik Negara, alumni Fakultas Sosial & Politik UGM tahun 1977. Hobi antara lain menulis. Pernah menulis antara lain 2 judul buku, yang diterbitkan oleh kelompok Gramedia : Elexmedia Komputindo. Juga senang menulis puisi Haiku/Senryu di Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lorong yang Diajak Berbohong

4 Juni 2021   14:44 Diperbarui: 4 Juni 2021   14:49 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lorong panjang di antara dua dinding itu mampu jadi saksi bisu. Walau sepi kata, transaksi terjadi di sana. Tiada saksi kunci. Hanya berdua saja yang paham apa maksudnya. 

Semua pintu kamar di lorong itu terkunci. Berjalan berlawanan arah, seolah tak kenal wajah. Tetapi bersimpang jalan di dalam sunyi tersebut seolah menjadi prosedur kunci. Kamera  CCTV pun diistirahatkan dengan alasan sedang direparasi. Dari segi bahasa, terdapat istilah yang jarang dipakai, yaitu melorongkan. Secara harafiah berarti mengabulkan.

Lorong memang  sepi. Hanya dinding bisu kanan kiri yang tidak bisa ngomong bersaksi. Lahirlah istilah TST atau Tahu Sama Tahu.

Sebenarnya transaksi itu lebih sebagai transaksi martabat. Jika bergelombang sama, dengan atau tanpa bisik-bisik pun, penyimpangan dimungkinkan terjadi di koridor ini.

Martabat, sejatinya adalah kadar bobot moralitas seseorang. Berani atau takutkah untuk melakukan penyimpangan ? Di benak mereka yang takut menyimpang, selalu berdengung pertanyaan : "Layakkah ?, Wajarkah ?, Patutkah ? ". Karena martabat itu bentuk pengendalian diri, maka  pelakunyalah yang mungkin atau tidak mungkin mengakuinya.

Lorong tak mungkin berbohong. Tetapi koridor hanyalah jalan. Hanya mereka yang paham, kenapa harus melakukan itu sambil berlorong-lorong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun