Ketepatan bahasa akan berpengaruh terhadap makna. Saat ini bahasa semakin variatif  penggunaannya. Bisa memilih bahasa yang : berhikmah, menggugah, menarik, menggelitik, atau yang mengena. Bisa juga hanya seadanya.
Bahasa itu kaya. Dimanfaatkan untuk apa saja, nurut adanya. Mau secara harafiah, atau bersayap seperti di belantara sastra, atau santai sebagaimana percakapan sehari-hari.Â
Variasi penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari pun  beragam. Pemilihan kata atau diksi masih tetap luas kemungkinannya. Walau sudah jarang yang menggunakan kata usang, tetapi banyak ditemukan bahasa slogan. Kita lihat saja bahasa spanduk. Panjang, penuh dengan kata asing, yang belum masuk menjadi kata serapan. Walhasil, pembuat dan pembaca spanduk sama-sama tidak paham apa maksudnya.
Dalam bermedia sosial, sering terjadi hujat menghujat. Hujat atau hujah berarti fitnah. Hujat menghujat menjadi perang opini dan lomba memaki. Menghujat dipakai pula untuk berkata kotor. Hanya dilakukan oleh mereka yang berhati hampa.Â
Bahasa hujatan semakin marak, dan buta tempat. Apakah kita sadar bahwa para penghujat itu sedang memfitnah ? Konon, fitnah itu lebih kejam dibandingkan pembunuhan.