Mana bisa? Yang kalah ya kalah saja! Jangan ngacau kamu! Mau tidak terima ya? Mau bikin keributan ya? Mau menggagalkan kemenangannya si pemenang, ya? Terus mau mengklaim, yang kalah sebagai pemenangnya, begitu? Terus, kamu itu siapa?
Pertanyaan-pertanyaan logis dan agak emosional seperti itu, bisa saja terjadi jika hanya baca judul dari tulisan ini saja. Sebab itu, di suhu politik nasional yang kian memanas ini, agar tidak gerah, ayo kita baca penjelasannya.
Baru-baru ini saya lihat sebuah video berisi pernyataan Anji tentang Pemilihan Presiden (Pilpres). Mantan vokalis Drive Band yang bernama lengkap Erdian Aji Prihartanto itu, pernah menjadi pemilih Prabowo di Pilpres 2014.Â
Saat itu, pada awalnya Anji cukup kebingungan dalam menentukan pilihannya. Pilih Prabowo yang tegas. Atau pilih Jokowi yang merakyat. Tapi pada akhirnya, pilihan politiknya jatuh ke mantan Danjen Kopassus itu. Pertimbangannya, ketegasan Prabowo Subianto bukan hasil pencitraan. Ketegasannya adalan karakter yang sudah melekat pada dirinya selama bertahun-tahun. Dan menurutnya, negeri ini butuh sosok pemimpin yang tegas seperti Prabowo.
Sayangnya, capres pilihannya itu akhirnya kalah. Â Tetapi sebagai pemilih dia tetap merasa menang. Mengapa? Apa alasannya?
Anji merasa menang, karena sebagai warga negara, dia telah menggunakan hak pilihnya dengan bertanggung jawab. Menang, karena telah berhasil menahan jarinya untuk tidak menghasut followersnya di sosmed guna menjelek-jelekkan capres lain. Menang, karena berhasil tidak menjadi domba, dan sarana adu domba. Menang karena berhasil menjadi pemilih yang bukan penggemar fanatik yang suka menyerang pemilih berbeda.
Kalau pendukung yang menang membully. Dan pendukung yang kalah nyinyir. Itu pilihan mereka. Kalau di kalangan elit politik masih berantem, saya tidak peduli karena tidak mau menjadi alat, tuturnya.
Baginya, menjadi seorang pemilih yang menang adalah seorang yang tak tergoda untuk mendiskreditkan pihak lainnya. Yang tak mau ikut-ikutan menebarkan fitnah-fitnah keji untuk membunuh kharakter capres pesaingnya.
Ketika capres yang didukungya kalah pun, pemilihnya tetap bisa merasa menang asal bisa menerimanya dengan lapang dada. Yang tak akan marah, kalap apalagi anarkis.
***
Menurut saya, sikap Erdian Aji Prihartanto itu cukup menarik. Bisa menjadi teladan yang baik bagi semua calon pemilih di seluruh Indonesia. Khususnya yang beberapa hari lagi akan beramai-ramai menuju TPS-nya masing-masing. Dan mencoblos gambar / foto capres dan cawapresnya pada surat suara di bilik suara nanti. Tanggal 17 April 2019 nanti, pasti akan ada yang menang dan ada yang kalah.