Mohon tunggu...
Balya Nur
Balya Nur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Yang penting masih bisa nulis

yang penting menulis, menulis,menulis. balyanurmd.wordpress.com ceritamargadewa.wordpress.com bbetawi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Makhluk Halus Ikutan Kampanye

14 November 2018   10:16 Diperbarui: 14 November 2018   10:26 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Poster dan Stiker "Raja Jokowi"  dengan logo PDIP tersebar di 27  kabupaten kota di Jawa Tengah. Dipasang di tempat yang terlarang, belum  waktunya pula. Jelas ini pelanggaran kampanye.  Bawaslu belum  mengeluarkan sempritan, PDIP sudah marah duluan.

 PDIP tidak  mengakui kalau itu poster buatannya, apalagi memasngnya.  Pertama,  secara estetika dan filosofi itu bukan gaya kampanye PDIP. Masa Capres  Jokowi didandanin seperti Raja Ketoprak. Jokowi itu Presiden. Mestinya  pake peci hitam dari bahan beludru pilihan, pake jas hitam, baju putih,  dasi warna merah. Itu baru bener. Senyumnya juga nggak kaya di poster  itu, kurang berwibawa. Senyum kan banyak jenisnya. Itu mah senyuman khas  Raja Ketoprak atawa Raja Lenong Dines. Pendek kata, menurut PDIP gambar  Jokowi di poster itu bukannya memuji Jokowi, malah ngeledek.

  Kalau bukan bikinan PDIP, lantas bikinan siapa? PDIP menuding ada pihak  yang melakukan kampanye hitam. Walaupun tidak menyebut nama si pihak,  tapi karena pilpres cuma diikuti oleh dua pasang capres dan cawapres,  mudah ditebak siapa yang dimaksud dengan si pihak itu.

 Cuma  pertiinnyi, poster yang dipasang di 27 kabupaten kota, bukan hanya  dipaku di pohon-pohon, tapi juga ditempel di angkutan umum, di kandang  banteng pula, masa sih ada pihak luar yang luar biasa nekad. Bikin  poster sebegitu banyaknya butuh biaya yang lumayan banyak. Masangnya  juga nggak bsia sendirian dan nggak bisa sambil mindik-mindik. 

  Sebenarnya kalau mau tahu siapa yang bikin poster segitu banyaknya,  sebelum dipasang sudah gampang diketahui sejak di percetakan. Kalau  sampai sudah dipasang juga masih tidak diketahui siapa pembuatnya, bukan  hanya kepala berbie yang pusing, kepala babe juga keliyengan mencari  logikanya. Ditambah lagi, belum diketahui pembuatnya tapi sudah bisa  dipastikan siapa tertuduhnya, ya si pihak itu. 

 Memang paling  gampang menuduh si pihak, karena pihak tidak kelihatan. Dia seperti  gerombolan makhluk halus. Evengersnya dunia halus. Ada Genderuwo  krimbat, kuntil anak keramas, pocong jarang mandi, hantu jeruk nipis,  dan banyak lagi yang lainnyaaaa...

 Dua kasus sebelumnya, kasus  videotron dan iklan Media Indonesia  juga sampai sekarang tidak  diketahui siapa pembuatnya. Padahal dalam kasus kampanye Jokowi via  Videotron, Bawaslu DKI sudah kasih stempel bersalah tapi nggak bisa  ngasih teguran pada timses Jokowi karena pembuat video itu belum  diketahui. 

 Jadi ceritanya begini. Kalau kita mau melaporkan  peristiwa pelanggran kampanye jangan samakan dengan kita melaporkan  kecopetan. Kalau dalam kasus kecopetan, tugas polisi mencari  pencopetnya. Kalau pelanggaran kampanye, kita yang mesti menangkap,  minimal motret pelakunya. Kita harus berperan sebagai detektif pemilu.  Bawaslu tinggal terima matang. 

 Curi start kampanye Jokowi di  Media Indonesia beda lagi. Bawaslu bilang, timses Jokowi bersalah. Tapi  Bawaslu nggak bisa ambil keputusan sendirian. Dia tergabung dalam trio  Bawaslu- Polisi -- Jaksa. Bahasa resminya, Sentra Penegakan Hukum Terpadu  (Gakkumdu.) Biar kata Bawaslu sampai salto bilang bersalah, kalau Jaksa  dan polisi bilang nggak bersalah, Bawaslu harus nurut apa kata polisi  dan jaksa. Walahasil kasus itu pun dihentikan.

 Walaupun sekelas  pakar hukum dosen Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII)  Yogyakarta, Muzakir bilang, pembuktian kasus itu gampang. Penegak hukum  harusnya mengacu pada jadwal kampanye di media massa yang sudah ada pada  UU Pemilu dan PKPU 32/2018. Pada kedua aturan itu disebut jelas,  kampanye di media massa baru bisa dilakukan 21 hari sebelum masa tenang  Pemilu 2019.

 "Ini kan sederhana, sebut saja jadwal kampanye di  media misalnya tanggal 1, dia belum tanggal 1 sudah pasang. Lah kan  salah," kata Muzakir kepada reporter Tirto. Ya, tetap saja bagi Gakkumdu  itu pendapat yang nggak bermutu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun