Mohon tunggu...
Baldus Sae
Baldus Sae Mohon Tunggu... Penulis - Dekonstruktionis Jalang

Pemuda kampung. Tutor FIlsafat di Superprof. Jurnalis dan Blogger. Eks Field Education Consultant Ruangguru. Alumnus Filsafat Unwira. Bisa dihubungi via E-mail baldussae94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jagat Maya, Aplikasi Peti Mati dan Kubur Online

22 Januari 2018   00:42 Diperbarui: 22 Januari 2018   00:49 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semalam saya bersama beberapa teman numpang mojok di Warung Pojok Bunda -- Penfui, Kupang. Tidak ada hal special yang menjadi alasan kami memilih mojok di caffe ini. Ya, sekedar menghabiskan malam bersama pekatnya larutan cafein sambil numpang wifi. Pengelola caffe sedikit banyaknya sudah mengenal baik wajah beberapa teman saya, sebab tempat ini adalah pilihan favorit mereka berlima. Sementara saya, meski sudah tiga tahun di kota ini, baru pertama kali malam tadi bertandang. Bukannya rada kuper sih,tapi caffe memang bukan pilihan yang pas buat saya menghabiskan malam.

Warung Pojok Bunda memang unik kawan. Tempatnya memang pas di salah satu pojok kota ini. Persis di depan Bukit Cinta, tepat di persimpangan jalan utama Prof. Dr. Herman Yohanes dan jalur belakang Bukit Cinta. Tata ruangannya sederhana namun menawan. Elok dipandang mata. Menyajikan pesona malam khas Kota Karang, Kupang. Seandainya Bukit Cinta ditata secara baik, mungkin salah satu spot terbaik menikmati indahnya Bukit Cinta di malam hari hanyalah Warung Pojok Bunda. 

Berlima kami melingkari satu meja, meski itu bukan meja bundar. Masing-masing memesan kopi favorit sesuai selera. Ada Kopi Tumbuk, Kopi Kapal Api, Kopi Tumbuk plus Jahe dan masih banyak varian kopi lain lagi. Malam tadi sengaja saya memesan Kopi Tumbuk plus Jahe karena memang pas dan nikmat di lidah jika dibarengi dengan asap Surya 12. Sementara keempat lainnya memesan Kopi Kapal Api. Katanya lebih nikmat. Sorry bro... soal rasa tidak bisa diperdebatkan.

Selama dua jam awal saya perhatikan, persis tidak ada percakapan di antara kami. Masing-masing asyik meneguk kopi kesukaan bertemankan gulungan Surya 12. Semua pada tunduk. Terkadang tersenyum,cemberut dan bahkan ada yang tertawa kecil-kecil. Serasa tidak ada siapa-siapa di caffe ini. Bukan karena semuanya sudah pada gila. Bukan. Bukan itu.  Warung Pojok Bunda memang lihai menghipnotis pengunjungnya menjadi demikian. 

Layanan jasa free wifi yang ada di Pojok Bunda inilah yang mengkondisikan kami menjadi demikian jadinya. Jaringan tanpa batas menghubungkan kami dengan sesama penghuni jagat maya untuk berinteraksi. Mungkin banyak dari antara kita yang belum menyadari bahwa salah satu syarat untuk bisa eksis di dunia maya -- meski selama ini sudah sering kita buat -- adalah berani tunduk. Siapa yang memiliki stamina paling kuat untuk tunduk, dialah yang berhak hidup di jagat maya.  Ohhh... ternyata survival of the fittest berlaku baik di dunia ciptaan manusia ini.

Hadirnya gadget telah mengubah pola laku dan pola komunikasi manusia. Contoh konkritnya seperti yang saya saksikan malam tadi. Kegelisahan terbesar manusia zaman ini bukan karena ketiadaan makanan,pakaian ataupun rumah tapi kehabisan kuota internet. Tanpa kuota, persis kita tidak bisa menjalin komunikasi dengan sesama penghuni jagat maya. Persis pada saat itulah manusia zaman now mengalami kematian eksistensial di jagat maya. Beruntung sejauh ini belum ada yang pernah meratapi kematian sesamanya di jagat maya.

Saya coba membayangkan, seandainya suatu saat nanti ada orang yang meratapi kematian kawannya di jagat maya akibat kehabisan kuota, pakar IT menyediakan aplikasi peti mati dan kubur online, sementara yang lainnya menangis via handphone (voice note), betapa indahnya jagat maya mengiringi kepergian para jenazah. Dan satu lagi, pihak rumah sakit bakal menyediakan mobil jenazah online, sopirnya tak perlu takut nyetir kapan pun. Menarik bukan?

Tidak seperti di dunia nyata penyebab kematian adalah penyakit beragam rupa, kematian di jagat maya hanya disebabkan oleh kehabisan kuota internet. Betapa mudahnya mencegah kematian di jagat maya. Cukup beli kuota internet, persoalan selesai. Chairil Anwar benar dalam hal ini; aku mau hidup seribu tahun lagi.  Maaf, bukan di dunia nyata tempatnya melainkan di jagat maya. 


20180121-222708-5a64cfe8dd0fa86796504592.jpg
20180121-222708-5a64cfe8dd0fa86796504592.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun