Mohon tunggu...
Baldus Sae
Baldus Sae Mohon Tunggu... Penulis - Dekonstruktionis Jalang

Pemuda kampung. Tutor FIlsafat di Superprof. Jurnalis dan Blogger. Eks Field Education Consultant Ruangguru. Alumnus Filsafat Unwira. Bisa dihubungi via E-mail baldussae94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Waspada, Ancaman Non Militer

18 November 2017   00:23 Diperbarui: 18 November 2017   00:26 2293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Catatan untuk Generasi Milenial Indonesia)

Pengantar 

Artikel pembuka dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini menegaskan bahwa kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus pula (GS. Art. 1). Sebagai murid (?) Kristus dan anak negeri ini, saya cukup merasa prihatin dengan kondisi sosial negeri ini. Bagaimana tidak, kohesi sosial yang sudah lama berjalin kelindan dan berurat akar dalam budaya bangsa, meluntur akibat kompleksitas persoalan bangsa yang kian menumpuk dan tidak tuntas terurus.

Sebagai bagian dari generasi milenial, duka dan kecemasan yang disajikan zaman dengan segala kompleksitas persoalan kemanusiaan, tentu menjadi tantangan kita bersama. Mungkin banyak dari antara kita yang belum sungguh menyadari bahwa ada banyak masalah yang menimpa generasi kita. Keengganan untuk keluar dari zona nyaman, memandang semuanya baik adanya,   - sebagaimana dikisahkan dalam kitab Kejadian manakala Allah menciptakan alam raya dan segala isinya -,  merupakan salah satu alasan dibaliknya. Menyedihkan memang!

dsc-4608-jpg-5a0f1a92c81c634558589192.jpg
dsc-4608-jpg-5a0f1a92c81c634558589192.jpg
Di sini, saya mencoba "membangkitkan kesadaran" kita akan persoalan dimaksud. Langkah ini terpaksa saya ambil sebagai jaminan harapan bahwa generasi milenial Indonesia tidak bakal terjebak dalam arus degradatif. Kejelian membaca situasi bangsa oleh kita generasi milenial mutlak diperlukan. Hal ini tentu tidak tanpa alasan. Bahwasannya korban terbanyak dari degradasi nilai-nilai kultural bangsa adalah kita merupakan fakta tak terbantahkan validitasnya. Bukan saja korban, tetapi kita adalah bagian dari pelakunya. Tentu ini menjadi ancaman serius. Oleh sebagian pengamat dan akademisi, ancaman ini dikategorikan sebagai ancaman non militer.

Ancaman non militer

Beberapa waktu lalu saya pernah mengikuti Dialog Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme. Kegiatan ini diselenggarakan oleh FKPT NTT bekerjasama dengan BNPT di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah, Kupang. Dalam pemaparan materinya, Prof. Syarif membeberkan trik ampuh para radikalis (teroris) menghancurkan Indonesia. Menurutnya, kunci menghancurkan Indonesia adalah dengan menggoyang kunci persatuannya, yang adalah pancasila. Manakala pancasila yang adalah buhul (simpul) pemersatu digoyang, goyanglah pula Indonesia.

Generasi paling rentan dicuci otaknya adalah generasi milenial. Kita orang muda dijadikan sasaran target karena memang ada gap perasaan senasib sangat tinggi. Perasaan senasib dan nasionalisme kaum muda tidak cukup kuat jika dibandingkan dengan generasi terdahulu. Kesadaran kita diganggu serentak diindoktrinasi bahwa bukan kesepakatan dan budaya yang mempersatukan kita melainkan agama. Tesis dasar mereka adalah Tuhan dan perintah-Nyalah yang harus diutamakan. Bukan konsensus kebangsaan. Sadar atau tidak, benih-benih radikalisme bertumbuh subur di sini. Agama dipahami secara rigid, literaris dan kaku. Alhasil, berkembanglah anggapan bahwa paham agamanyalah yang paling benar. Orang beragama lain itu salah, oleh karenanya harus diluruskan dan dibenarkan. Bukankah ini merupakan ancaman serius bagi kita generasi milenial, calon pemimpin masa depan?

Di lain kesempatan, dalam seminar tentang Pertahanan Negara di Lingkungan Pendidikan dan Lingkungan Kerja di Propinsi NTT yang diselenggarakan oleh PPTP KEMHAN Propinsi NTT di Hotel Swiss -- Belinn Kristal, Kupang, dibicarakan hal yang berintikan ancaman non militer. Dra. Sisilia Sona, Kaban kesbangpol NTT dalam materi yang dipaparkannya menguraikan kondisi nasional yang sarat persoalan. Ancaman kini kian kompleks dan multidimensi.

Multidimensionalitas dan kompleksitas persoalan ini ditiliknya dari sisi sosial budaya, politik, pertahanan keamanan dan ideologi. Secara sosio-kultural; adanya imigran gelap, pengangguran tingkat tinggi, merebaknya isu sara dan hoaks di sosial media, tawuran dan kejahatan terhadap anak menjadi potret nyata akibat degradasi nilai-nilai sosio-kultural. Parahnya lagi, generasi milenial kini banyak yang tidak mengenal budaya bangsanya. Semangat kids jaman now lebih berkiblat kebarat-baratan.

Terorisme, separatisme dan sengketa batas Negara menjadi persoalan serius pertahanan keamanan. Kesenjangan ekonomi, korupsi elit politik, konflik internal parpol dan kerawanan dalam berpemilu adalah ancaman serius di level ekonomi dan politik negeri ini. Dan yang paling ditakutkan adalah ancaman di ranah ideologi. Berkembangnya komunis gaya baru dan masifnya paham radikal tidak bisa dipandang gampang.

Ancaman non militer di bidang ideologi dengan sasaran target utama adalah kaum muda. Sudah banyak (mahasiswa) yang memilih bergabung di ormas-ormas radikal ketimbang organisasi kemahasiswaan berhaluan nasionalis. Dampaknya tidaklah kecil. Indonesia kini dikapling-kapling. Konsensus kebangsaan yang dilembagakan oleh para pendiri bangsa dalam pancasila menjadi nirmakna. Dengannya jelas terbaca, nasib NKRI ibarat telur di ujung tanduk. Eksistensi NKRI terancam. Keutuhan bangsa tidaklah lebih dari utopia.

Inilah kondisi riil Indonesia kini. Bisa dibayangkan apa jadinya Indonesia nanti jika generasi milenial terus terkondisi dalam keadaan yang miris ini. 

Bersambung. Nantikan kelanjutannya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun