Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ojo Dumeh

28 Januari 2021   11:57 Diperbarui: 28 Januari 2021   12:30 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pribadi_2021

Arthur Schopenhauer mengeksplorasi sifat paradoks pengalaman estetika yang luhur dengan cara yang lebih kaya daripada para pendahulunya dengan secara tepat menekankan peran menonjol dari objek estetika dan karakter afirmatif akhirnya dari pengalaman menyenangkan yang ditawarkannya.

Tidak seperti Kant, doktrin Schopenhauer tentang keagungan tidak mengacu pada superioritas nalar manusia atas alam tetapi menegaskan kesatuan dunia yang pada akhirnya di mana manusia hanyalah sebuah fragmen kecil. (Dan manusia hanyalah sekecil tsan debu di alam semesta).

Pada perlakuan Schopenhauer tentang pengalaman yang luhur di alam dan berpendapat  Schopenhauer membuat dua upaya berbeda untuk menyelesaikan paradoks yang luhur dan upaya kedua Schopenhauer, yang telah diabaikan dalam literatur, menetapkan yang luhur sebagai estetika yang layak konsep dengan signifikansi yang mendalam.

Schopenhauer terkenal karena mengkhotbahkan kesia-siaan keinginan. Bahwa mendapatkan apa yang diinginkan bisa membuat  bahagia sama sekali tidak ternyata. Hidup membutuhkan arahan: Keinginan, proyek, tujuan yang sejauh ini belum tercapai. Namun ini berakibat fatal. Karena menginginkan apa yang tidak anda miliki adalah penderitaan. 

Dalam mengatasi kekosongan dengan menemukan hal-hal untuk dilakukan, manusia telah menghukum diri  sendiri dengan penderitaan. Hidup 'berayun seperti pendulum ke sana kemari di antara rasa sakit dan kebosanan, dan keduanya sebenarnya merupakan unsur pokoknya'. Hidup adalah permainan wayang, dan tidak dapat dipahami.

Gambaran Schopenhauer tentang kehidupan manusia mungkin tampak terlalu suram. Tetapi mengejar apa yang diinginkan  adalah penderitaan murni. Memperbaiki ambisi bisa saja  menyenangkan itupun hanya ilusi dan perspsi. Bagi Schopenhauer, tidak ada jalan keluar manusia adalah totalitas penderitaan.

Tetapi saat berhasil, pencapaian sudah berlalu diambil waktu, dan masalah baru ambisi baru mendatangi anda. Sementara itu, keterlibatan keingiaan berikutnya itu merongrong dirinya sendiri menhgasilkan pnderitaan baru. Dalam mengejar suatu hasrt atau tujuan, gagal atau, keberhasilan, mengakhiri kekuatannya untuk membimbing hidup dalam siklus kekecewaan.

Kecuali penderitaan adalah objek langsung dan langsung dari kehidupan, keberadaan kita pasti gagal mencapai tujuannya. Tidak masuk akal untuk melihat rasa sakit yang sangat besar yang melimpah di mana-mana di dunia, dan berasal dari kebutuhan dan kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan itu sendiri, sebagai tidak memiliki tujuan sama sekali dan hasil dari kebetulan belaka. 

Setiap kemalangan yang terpisah, yang muncul, tampaknya, tidak diragukan lagi, adalah sesuatu yang luar biasa; tetapi kemalangan pada umumnya adalah aturannya. Misalnya sekarang Covid19, gempa alam, gunung meletus, pembunuhan orang tak bersalah, sodomi, aborsi, kemeskian dunia,  , mutilasi, kematian akibat lintas darat, laut, udara, dan seterusnya;

Kebaikanlah yang negatif; dengan kata lain, kebahagiaan dan kepuasan selalu menyiratkan beberapa keinginan yang terpenuhi, beberapa keadaan kesakitan berakhir murni wajib ada. Manusia  sangka kesenangan tidak begitu menyenangkan seperti yang kita harapkan, dan rasa sakit jauh lebih menyakitkan. Apapaun hasil kenikmatan di dunia ini, telah dikatakan, melebihi rasa sakitnya;

Lebih aneh lagi penghiburan terbaik pada kemalangan atau kesengsaraan apa pun adalah pikiran orang lain yang keadaannya jauh lebih buruk dari diri anda sendiri; dan ini adalah bentuk penghiburan yang terbuka untuk semua orang. Tapi betapa buruknya takdir ini bagi umat manusia secara keseluruhan!

Kemalangan itu ada gunanya; karena kerangka tubuh manusia  hancur berantakan akibat tekanan daya atmosfer alam dihilangkan, demikian pula, jika nyawa manusia dibebaskan dari semua kebutuhan, kesulitan; jika semua berhasil maka manusia menjadi begitu sombong sehingga, menghadirkan tontonan kebodohan yang tak terkendali; bahkan, mereka akan menjadi edan (mabok jabatan, mabok harta, mabok curhat kebaikan diri sendiri didepan public, mabok moral, dan seturusnya).

Ojo Dumeh kata Eyang putri saya. Inilah yang dikatakan Ronggowarsito, "Amenangi Jaman Edan", metafora (Welas asih dan Ugahari) mengingatkan kita tentang apa yang paling penting dalam hidup, toleransi, kesabaran, rasa hormat, dan cinta sesama, yang dibutuhkan setiap orang, dan yang karenanya, setiap orang berutang kepada sesamanya.

Kapal tanpa pemberat tidak stabil dan tidak akan lurus. Jika dunia adalah surga kemewahan dan kemudahan, tanah yang dipenuhi susu dan madu (tongkat kayu dan batu jadi tanaman), tanpa kesulitan apa pun, manusia akan mati karena bosan atau gantung diri; atau akan ada perang, pembantaian, dan pembunuhan; sehingga pada akhirnya umat manusia menimbulkan lebih banyak penderitaan pada dirinya sendiri daripada yang harus diterima sekarang di tangan Alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun