Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Episteme Ciri-Ciri Negara Rusak, dan Kegagalan Pemimpin

24 September 2019   00:32 Diperbarui: 24 September 2019   02:24 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episteme Ciri-Ciri Negara Rusak  dan Kegagalan Pemimpin

Ada tiga bentuk kekuasaan pemerintah yakni cabang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Maka memahami Ciri-Ciri Negara Rusak, dan Sakit Tidak lepas pada 3 kekuasaan pemerintah yakni cabang eksekutif, legislatif dan yudikatif baik secara simultan, maupun secara parsial:

Ciri ke [1] mengabaikan pada 3 registrasi sebagai keutamaan, yakni Fakultas supra sensual adalah keluhuran manusia, fakultas akal budi, dan fakultas kesan indrawi. Maka ketiga fakultas ini diaplikasikan dalam bernegara dan berbangsa sebagai wujud memiliki jiwa luhur dan iklas dan kekuatan lepas dari penderitaan, dengan" rahmat dan martabatnya" atau "Uber Anmut und Wurde" (On Grace and Dignity)  untuk mencari dan menemukan keselarasan dengan cita-cita harmoni manusia. Jika unsur ini tidak ada dalam sebuah Negara itu adalah pertanda Negara mengalami pembusukan;

Tiga tipe fakultas ini akan menghasilkan sebagai wujud penciptaan, dan keragaman hayati pada proses evolusi, probabilitas bertumbuh berkembang secara bervariasi, dan kemungkinan Tuhan dapat dipanggil kedalam ranah ilmu pengetahuan menciptkan masyarakat adil dan makmur; Karena alam semesta Kosmos adalah adanya tatanan yang tepat, baik, indah, dapat dapat dipahami. Kosmos adalah aspek jasmani (raga) dari 3 fakultas tersebut terutama akal budi atau "logos";  sebagai upaya mencari keselamatan atau membangun "regnum hominis" (pengetahuan sebagai kekuasaan manusia di dunia)

Ciri ke [2] Tidak memiliki benang merah dalam mengatasi Argumen Kepentingan Publik  [Res Publica]. Benang merah adalah cara supaya tidak terjebak dalam kesalahan mengelola negara dan bangsa atau tidak masuk dalam gua labirin yang tidak bisa ditemukan jalan keluar setiap masalah. Benang merah itu apa yang dikatakan oleh Plato bahwa semua hal semua pikiran keputusan harus didasarkan pada logika matematika, menggunakan fakta data, pengetahuan, sampai kepada ide yang baik atau matahari kebaikan. Maka semua masalah kebangsaan yang lepas dari dokrin ini adalah ciri-ciri negara lumpuh jiwa lumpuh raga, dan palit secara akal sehat. Semua keputusan pikiran, dan kesadaran tanpa logika matematika statistika adalah berbohong atau penipu besar;

Ciri ke [3] Kegagalan menerapkan etika Public pada dokrin Kant tentang imperative kategoris: ["Bertindaklah semata-mata menurut prinsip (maksim) yang dapat sekaligus kaukehendaki menjadi hukum umum"]. Maka semua tindakan pejabat Negara yang melanggar hukum umum dipastikan mengalami kegagalan dan malapetaka. Misalnya pada tindakan moral bersifat murni (apriori deduktif) tanpa atau dengan menggunakan pengalaman empirik: data-data, kebiasaan masyarakat, kebiasan-kebiasan, nilai budaya, lembaga, sejarah, struktur social bisa dilogikakan, bisa di cari faktanya, bisa di diskusikan secara umum akhirnya memiliki nilai kebenaran universal. Pejabat Negara eksekutif, legislatif dan yudikatif  harus memiliki otonomi  atau bisa mengatur diri atau paham diri atau Jawa Kuna menyebut Papan, Empan, Andepan;

Kant menyatakan: {"Bertindaklah sedemikian rupa sehingga Anda selalu memperlakukan umat manusia entah di dalam pribadi Anda maupun di dalam pribadi setiap orang lain sekaligus sebagai tujuan, bukan sebagai sarana belaka"}. Maka semua Pejabat Negara eksekutif, legislatif dan yudikatif  harus harus memiliki itikad baik atau  tindakan baik adalah wajib (deontologis) tanpa syarat, dan tidak menggunakan manusia sebagai sarana (intrumentalisasi manusia). Kemenagan pemilu, kemenangan politik, dan suara rakyat tidak boleh dipakai hanya menjadikan meraka sebagai sarana belaka, dan kemudian menyalahi hakekat martabat manusia;'

Misalnya pada kasus 544  Orang Petugas KPPS Meninggal Dunia ditafsir dalam filsafat moral public  tentang martabat manusia [human dignity] dikaitkan dengan paradox senyum para tersangka OTT KPK mencuri uang Negara atau uang [property] bukan miliknya, dibandingkan dengan honor Rp 500.000,- dalam petugas KPPS dengan taruhan nyawa.

Kemudian dengan revisi UU KPK yang dilakukan oleh DPR dan Presiden;  Bagimana lompatan kecerdasan dalam pikiran dan tindakan secara bersamaan pada posisi-posisi yang memberikan prioritas yang tepat atas hak warga Negara memperoleh perlindungan yang baik, adil,  dan sejumlah konsepsi masuk akal tentang desain kelembagaan yang adil untuk Indonesia masa depan.

Demikianlah 3 ciri-ciri Negara Rusak  dan Sakit, sebagai bahan evaluasi dan gagasan akademik yang membutuhkan diskusi lebih lanjut. Semoga ini menjadi bahan evaluasi bersama-sama demi kebaikan keadailan bagi kita semua.//

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun