Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Episteme Nietzsche untuk Memahami Nyai Roro Kidul [1]

12 Juni 2019   00:03 Diperbarui: 12 Juni 2019   17:15 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis merupakan cerita yang tidak membedakan fakta atau  bukan fakta dalam isinya, dan yang berasal dari suatu jaman pra-ilmiah. Tujuan mitos untuk menyatakan pengertian manusia tentang dirinya sendiri, bukan untuk menyajikan gambaran obyektif tentang dunia khususnya Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis.

Pendasaran riset ke [2] Filsafat Kecurigaan sebagai Lingkaran Percaya, dan Memahami; oleh  Paul Ricoeur [27 Februari 1913- 20 Mei 2005],  pada  Theory of Interpretation: Discourse and the Surplus Meaning. Bahwa mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis, sebagai ["simbol menimbulkan makna"].  

Maka Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtriti sebagai pengakuan pada Fenomenologi  Pengakuan Kesadaran umat manusia.  Pada pemikiran kontemporer  (fenomenologi) adalah "Filsafat Kehendak" bersifat dialektika kesengajaan (berjarak), dan tak sengaja, antara yang ilmiah dan non ilmiah, antara mitos dengan fakta. Makna teks narasi mitos dengan repleksi makna hidup, kemduian teks mitos  menimbulkan pemikian menunjukkan  ada hubungan manusia dengan alam sesama. 

Paul Ricoeur  menyatakan symbol-simbol memanggilkan untuk berpikir kemudian merenungkan eksistensial saya.  Maka ada dua cara mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis yakni [1] Menafsir Jalan langsung  atau tafsir  tanda  metode; [2] Menafsir tak langsung (metode)  ke ontologis.

Langkah memahami Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis,  yang dianggap sulit dipercaya  (naif), maka pada tahap 1: lingkaran pada  iman (percaya) mencari pemahaman; kemudian dilakukan rekonstruksi mitos sehingga dapat dipahami dengan logika kita; dan tahap ke 2: Kita percaya Logika itu saat ini. 

Contoh Ontologi dan episteme tentang  (Metode Kemarahan).  Maka  prosesnya [Kemarahan] sebagai berikut misalnya [a]  Noda atau kecemaran bersifat sangat (primitif) dalam mitos; [b]  Dosa (Bertuhan) rusak dalam diri manusia memutuskan hubungan dengan Tuhan; [c] kesalahan pada tindakan etika  (etis horizontal) pada era kesadaran logika; [d] Sekarang Murni dalam pelanggaran hukum positif atau tindakan kejahatan. Maka segala peraturan berasal dari ["kemarahan"].

Pendasaran riset ke [3] Jacques Derrida [15 Juli 1930 - 8 Oktober 2004]. Saran Derrida untuk memahami  mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis, dengan menunda dan membedakan, dan "jangan" mencari fakta otentik (karena otentik itu tidak ada atau tidak pernah ada, mencari yang asli justru merusak interprestasi. 

Memberikan makna sendiri yang terpisah dari mitos atau konteks;  sehingga hadir intersubjektivitas. Semua narasi dan catatan sejarah terjadi saling  menodai satu dengan lainnya atau terjadi tumpang tindih". Maka cara memahami Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis, bisa melalui nirkata (metafisik); gestur, mimik, diluar re_ cogisi,  re-_afeksi, re_motorik  tidak mungkin ditemukan kembali pemikiran pembuat ide gagasan awal metafora Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis. Masuknya melalui dan memberikan makna sendiri yang terpisah pada tradisi;  sehingga hadir intersubjektivitas.

Pendasaran riset ke [4] Jurgen Habermas 18 Juni 1929 (usia 89 tahun], bahwa kemampuan Putus Hubungan dengan Tradisi, ("pindah keyakinan"), menerima, menolak, menunda; mendoroang pengetahuan, karena ada bahasa tidak netral/kekuasan. 

Dengan meminjam pemikiran Habermas maka cara memahami  Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis sebagai episteme hermeneutika yang berusaha mengawinkan antara obyektifitas dengan subyektifitas, antara yang saintis dengan filosofis, antara yang ontentik dengan yang artikulatif, antara mitos dan fakta. Teori kritis berusaha untuk putus teori tradisional, karena ia memposisikan obyek sebagai sesuatu yang tak tersentuh (untouchable) alias obyektif, apa adanya.

Dengan kajian pustaka dan  meminjam 4 tokoh pemikiran ini; Rudolf Karl Bultmann, Paul Ricoeur, Jacques Derrida, Jurgen Habermas maka memungkinkan untuk memahami mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis. Lalu bagimana penjelasan hasil riset ini dikaitkan dengan 4 tokoh ini memungkinkan untuk menemukan mitos Nyai Roro Kidul atau Laut Selatan atau Parangtritis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun