Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik [8]

19 Februari 2019   20:15 Diperbarui: 19 Februari 2019   20:20 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik [8]

Pada tulisan (1) saya sudah membahas esensi Debat Calon Presiden   Wakil Presiden dan Tradisi Akademik dikaitkan dengan tiga (3) tradisi akademik yakni retorika, dialektika, dan logika. Tiga tatanan ini adalah "Diskursus" ilmu atau disebut wacana dengan mengedepankan : logika, retorika, dialektika. Pada tulisan ke  (2) ini saya membahas tatanan lain pada konteks Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik, dengan  meminjam pemikiran Dokrin Platon dan Aristotle tentang Sikap mental Calon Presiden Wakil Presiden memiiki apa yang disebut "Phronesis Dianoia".  Kemudian pada tulisan ke (3) saya akan meminjam pemikiran Yunani atau tradisi akademik pada tatanan dengan menggunakan apa yang disebut "episteme Arete". Dan pada tulisan ke (4) ini saya membahas  Doktrin of Persuasion (Aristotle) : Ethos, Pathos, Logos. Debat para calon punggawa Negara atau Calon Presiden Wakil Presiden memiiki apa yang disebut kompetensi "Retorika; Ethos, Pathos, Logos".  Kemudian pada paparan ke (5) tentang Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik tentang konsep modalitas atau konsep Anthony Giddens pada bukunya Modernity and Self Identity (1991).  Pada tulisan ke (6) ini saya membahas konteks dengan Calon Presiden Wakil Presiden untuk membangun Indonesia secara tradisi idialnya menguasi kompetensi metafisika makna paling dalam "weruh sak durunge winarah" disejajarkan dengan ["mengetahui memahami segala sesuatu sebelum waktunya terjadi"]. Pada tulisan ke (7) saya akan membahas satu topic terakhir dengan kompetensi calon presiden dan wakil presiden yang saya sebut sebagai "Bolak balik menanjak (anabasis), turun (katabasis)", dalam upaya melaksanakan tugas utama yakni "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa".

Maka pada tulisan ke [8] Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik  saya meminjam pemikiran Filsafat Immanuel Kant dengan tema "Kepublikan".  Gagasan Kant yang dapat dipakai dalam tulisan ini adalah:

Ke [1] pada filsafat politik mengkorelasikan rasionalitas antara moral (isi batin imperative) dengan hukum positif (lahiriah) dengan politik praktis.  Moral ditentukan oleh individu [Calon Presiden Wakil Presiden] diri sendiri melalui tindakan pribadi, sebaliknya efektivitas hukum dikaitkan dengan otoritas institusi yang berwenang. Esensi dengan hukum positif (lahiriah) yang bersifat empiric sebagai model ide berpikir otoritas institusi. Dan keduanya (pribadi dan otoritas) bisa berlangsung melalui diskursus intersujektivitas.  Maka Kant menyebutkan diskursus semacam ini sebagai keharusan terjadi dalam wilayah res publica (kepublikan). Hukum moral sebagai (imperative kategoris) yang diterapkan dalam  individu [Calon Presiden Wakil Presiden]. 

Ke [2] gagasan moral yang ditansformasikan dalam tulisan ini pada  Calon Presiden Wakil Presiden, sebagai murni apriori Kant.  Moral Calon Presiden Wakil Presiden tidak didasarkan pada pengalaman empiric misalnya enak gak enak, suka tidak suka, rugi laba, cocok atau tidak cocok dengan padangan masyarakat. Moral padangan Kant, untuk  Calon Presiden Wakil Presiden didasarkan pada prinsip fakultas  akal budi dan dipertanggunjawabkan dengan rasional umum umat manusia.

Ke [3] Prinsip Moral Calon Presiden Wakil Presiden, sesuai "Hukum Umum" yang berkata "bertindaklah selalu berdasarkan maksim yang sekaligus dapat kamu kehendaki sebagai hukum umum".  Kata "Maksim" memiliki hakekat peraturan bagi diri sendiri  secara subjektif sebagai patokan semua tindakkan.  Maka  makna "Maksim Hukum adalah berlaku bagi semua tanpa kecuali". Maka Prinsip Moral Calon Presiden Wakil Presiden, sesuai "Hukum Umum" Kant adalah  semua tindakan iya atau tidak dan wajib dilakukan, maka harus bertanya apakah tindakan tersebut dapat di universalkan (atau hukum umum bagi semua manusia tanpa kecuali). Iya atau tidak disebut persetujuan umum. Jika 'iya' maka tindakan Calon Presiden Wakil Presiden wajib dilaksanakan.

Ke [4] Calon Presiden Wakil Presiden, harus memiliki keyakinan moral yang unggul atau memiliki peraturan moral diri sendiri [maksim]. Kant membuat contoh sesorang meminjam uang dengan teman dan berjanji akan mengembalikan uang tersebut sesuai dengan waktu yang disepakati bersama-sama, padahal dia tahu dalam batin dia tidak dapat memenuhi kewajiban mengembalikan uang tersebut. Jadi orang ini membuat janji palsu agar dapat meminjam uang. Maka dengan contoh ini dapat di buat calon presiden dan wakil presiden jangan sampai terjadi selama debat menyatakan  janji kampaye sebagai janji palsu yang sebenarnya dalam batinnya tidak mungkin dapat ditepati jika diandaikan terpilih menjadi presiden wakil presiden. Atau jangan sampai ada janji debat hanya demi bisa terpilih menjadi pemimpin, meskipun dalam batin tahu hal itu tidak dapat diwujudkan (berbohong).

Ke [5] sesuai dengan argumentasi ke [4] tersebut akibatnya masyarakat mengalami sublimasi atau golput atau apatis atau pesimis bahwa janji kampanye atau debat hanyalah sebuah janji yang mustahil terpenuhi. Atau bisa menjadi orang tidak percaya pada janji apapun dimasa kampanye bila kelak dikemudian terpilih menjadi pemimpin. Padahal janji adalah bersifat kategoris imperative wajib dipenuhi dan dipatuhi. Demikian dokrin Kant.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun