Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik [3]

14 Februari 2019   12:50 Diperbarui: 14 Februari 2019   14:05 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik [3]

Pada tulisan (1) saya sudah membahas esensi Debat Calon Presiden   Wakil Presiden dan Tradisi Akademik dikaitkan dengan tiga (3) tradisi akademik yakni retorika, dialektika, dan logika. Tiga tatanan ini adalah "Diskursus" ilmu atau disebut wacana dengan mengedepankan : logika, retorika, dialektika. Pada tulisan ke  (2) ini saya membahas tatanan lain pada konteks Debat Calon Presiden Wakil Presiden dan Tradisi Akademik, dengan  meminjam pemikiran Dokrin Platon dan Aristotle tentang Sikap mental Calon Presiden Wakil Presiden memiiki apa yang disebut "Phronesis Dianoia".  

Pada tulisan ke (3) saya akan meminjam pemikiran Yunani atau tradisi akademik pada tatanan dengan menggunakan apa yang disebut "episteme Arete". Pada wacana atau diskursus ini saya rasa norma idea pada  debat calon presiden atau wakil presiden  terlihat secara kontras  apa yang disebut "Arete". Bila janji kampaye di gagas (seperti dalam visi, misi, implementasi, evaluasi dan kinerja) atau disebut strategi kampanye dan ketaatan pada janji tersebut didepan public tidak semata-mata bertujuan untuk memperoleh suara dukungan. Maka apa yang diucapkan dengan hati-hati (ingat pepatah kuna "lidah tak bertulang tetapi bisa membuat bencana). 

Maka setiap ucapan adalah representasi gagasan sang kandidat suka tidak suka haru berdasarkan fakta (data akurat), dan dilandaskan pada kedalam logika yang rigor  karena ucapan gagasan yang sudah diwacanakan didepan public seharusnya tidak diralat kembali atau ditarik kembali dengan berabagi alasan pembenaran dan bukan kebenaran. Artinya semua diskursus public disponsori oleh KPU jika dikemudian hari memiliki akibat-akibat realisasi janji tersebut dan ini tentu yang tidak mudah. Terjadi apa yang disebut relasi dialektika tranformasional transaksional  atau situasi berhadapan dengan masyarakat dalam hubungan perikatan janji kampanye. Sebaiknnya apa yang disebut "episteme Arete"  janji-janji bukan pepesan kosong untuk diingkari atau dibohongi, atau hanya demi jabatan apapun, politik uang, atau politik citra.

Contoh umum adalah pemetaan pemikiran pada "episteme Arete" apa yang  disebut misalnya sebagai analisis SWOT Indonesia. Saya sudah mencari tiap tim dan pakar katanya juru kampaye tiap pasangan Calon Presiden Wakil Presiden tetapi sampai tulisan ini ditulis tidak ada apa yang disebut "Analisis SWOT" Indonesia dan atau road map gagasan yang ditawarkan pada  public pemilih. Dengan pemetaan "Analisis SWOT" secara kuantitatif dan kualitatif sangat mudah menilai rating kesungguhan menjadi calon pemimpin dan kemungkinan logis gagasan tersebut menjadi dapat dikerjakan demi Indonesia lebih baik adil makmur.

"Analisis SWOT" (kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman) dikaitkan dengan "episteme Arete" ada dua aspek internal yakini "kekuatan, dan kelemahan" rasio instrumental Indonesia, dan aspek eksternal menopang dan mengganggu Indonesia  kedepan apa yang disebut "kesempatan, dan ancaman". Dengan data pada BPS atau  Kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, data Bank Sentral, World Bank dan data lainnya maka dipastikan apakah Indonesia pada posisi "kelemahan besar  dan ancaman besar (artinya Indonesia Krisis atau bubar), dan bagimana mengobatinya itulah dapat menjadi gagasan kampaye yang bermutu, berbobot bermartabat, dan baik. Atau jika Indonesia pada pemetaaan SWOT berada  pada posisi "kekuatan besar, kesempatan besar" artinya Indonesia bisa menjadi Negara superior dalam semua aspek.

"Maka apa yang disebut "episteme Arete" atau roh keutamaan manusia paling baik  bagi para Calon Presiden Wakil Presiden  berdebat dengan gagasan rasional, etis, terukur, dan implementatif, berdasarkan fakta angka matematika statistika berpengetahuan baik dan pasti indah.  "Sekali lagi gagasan (diskursus) apapun tanpa analisis sintesis logika statistika (data) yang dapat divalidasi adalah sama dengan berbohong atau omong kosong"

Dengan mengambil contoh pada analisis SWOT tersebut "episteme Arete"  kemudian  ditentukan oleh rasio bijak dalam bidang praktis. Calon Presiden Wakil Presiden memiliki "episteme Arete"  dengan indicator intelektual, memiliki dua fungsi; rasio memungkinlan manusia untuk mengenal kebenaran atau di sebut rasio teoritis (intellectual virtues). Kedua, rasio dapat memberi petunjuk supaya mengetahui apa yang harus diputuskan dalam keadaan tertentu atau dinamakan rasio praktis (practical virtues).

Calon Presiden Wakil Presiden memiliki "episteme Arete"  dipastikan memiliki  kebijaksanaan teoritis (sophia) atau fixed konsep, dengan kebijaksanaan praktis (phronesis). Calon Presiden Wakil Presiden memiliki "episteme Arete"  atau Phronesis sebagai kebiasaan bertindak berdasarkan pertimbangan tepat berkaitan dengan masalah baik dan buruk bagi manusia atau rakyat maupun alam semesta Indonesia menjadi lebih baik. Pemikiran Aristotle dengan konsep keutamaan (arete) keutamaan dianoetis (Keutamaan Nalar); masuk kriteria dalam bagian jiwa yang lebih tinggi (jiwa rasional). Nalar Teoretis, Keutamaan khas kebijaksanaan (sophia) terdiri atas pencerapan intuitif prinsip-prinsip lewat nalar maupun pengetahuan diskursif tentang akibat-akibat yang timbul dari prinsip-prinsip tersebut keutamaan tertinggi, lebih dari kebajikan kebajikan manusia atau bersifat beyond.

Akhirnya Calon Presiden Wakil Presiden dengan penggunaan hakikat "episteme Arete"  akan memiliki Keutamaan moral merupakan suatu sikap yang memungkinkan manusia untuk memilih jalan tengah antara dua ektrem yang berlawanan (Aristotle Golden Mean). Maka "episteme Arete"  merupakan kemampuan keutamaan moral tidak terhenti pada kemampuan untuk menentukan jalan tengah (Golden Mean) tapi harus diaktualisasikan secara konsisten melalui kebiasaan (habitus) pada logika dan fakta data.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun