Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Episteme Budaya [1]

14 Januari 2019   12:09 Diperbarui: 29 April 2019   00:29 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Episteme Budaya [1]

Tulisan ini adalah bagian kajian pustaka penelitian Apollo Daito, dan Pia Oliang  (2014/2015) lalu untuk pembuatan model  Riset Budaya Organisasi. Pada bagiian ini dijabarkan beberapa pengertian tentang Episteme Budaya secara umum. Ada tiga pendekatan yang dipakai yakni Menurut Edgar Schein (2004). 

Menurut Edgar Schein  budaya organisasi dalam konsep Schein (2004 : 17) menyatakan : "The culture of a group can now be defined as a pattern of shared basic assumptions that was learned by a groups as its solved problems of external adaptation and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and, therefore, to be taught to new members as the correct way to perceive, think, and feel in relation to those problems." (Artinya : Budaya organisasi adalah sebuah pola dari asumsi dasar yang dipelajari oleh sebuah kelompok ketika menghadapi masalah dalam beradaptasi dan berintegrasi, yang sudah terbukti berfungsi dengan baik, dan diajarkan kepada anggota baru sebagai tindakan yang benar ketika menghadapi masalah seperti itu.)

Setiap organisasi pasti mempunyai masalah. Masalah-masalah tersebut biasanya dikategorikan dalam dua kategori besar yaitu (1) masalah dari lingkungan eksternal, (2) masalah dari lingkungan internal. Persaingan bisnis, pertumbuhan ekonomi, serta adaptasi dengan lingkungan sekitar merupakan beberapa contoh masalah yang berasal dari lingkungan eksternal. Sedangkan, perbedaaan antara anggota kelompok dan cara untuk menyatukan perbedaan tersebut merupakan contoh masalah yang berasal dari lingkungan internal.

Berdasarkan definisi Schein (2004 : 17) budaya organisasi dikatakan sebagai produk dari sebuah kelompok dalam menghadapi adaptasi dengan lingkungan eksternal (external adaptation) dan dalam menyatukan perbedaan anggota kelompok (internal integration). Produk ini dipercaya oleh kelompok tersebut sebagai nilai yang akan diajarkan kepada anggota baru dalam berpikir dan bertindak. Selanjutnya menurut Schein (2004 : 26) terdapat variabel dimensi budaya yaitu (1) artifacts, (2) espouse beliefs and values, dan (3) underlying assumption.

Menurut Schein (2004 : 25) : "At the surface is the level of artifacts, which includes all the phenomena that one sees, hears, and feels when one encounters a new group with an unfamiliar culture. .... The most important point to be made about this level of culture is that it is both easy to observe and very difficult to decipher." (Artinya : Budaya pada tingkatan permukaan adalah artifacts yang meliputi segala fenomena yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh seseorang ketika masuk ke dalam kelompok baru yang mempunyai budaya yang berbeda. Poin terpenting dalam tingkatan budaya ini adalah artifacts mudah dilihat tetapi sangat sulit dimengerti.)

Jika seseorang masuk ke dalam suatu kelompok baru, orang tersebut akan melihat, mendengar, dan merasakan adanya kebiasaan tertentu. Kebiasaan-kebiasaan itulah yang disebut dengan artifacts. Contoh dari artifacts dalam kelompok adalah cara berpakaian, cara berpikir, ritual, maupun cerita.  Menurut Schein (2004 : 28), espoused beliefs and values (nilai dan kepercayaan) berasal dari nilai dan kepercayaan yang dianut oleh seseorang (founder). 

Untuk menjelaskan hal ini, digunakan contoh sebuah bisnis yang baru dibentuk. Dalam bisnis tersebut terdapat seorang manajer  yang berusaha meyakinkan kelompok salesman untuk meningkatkan penjualan dengan meningkatkan promosi. 

Pada saat itu, para salesman tidak seluruhnya percaya atas pendapat manajer tersebut karena mereka belum pernah membuktikan hal tersebut, pendapat tersebut hanya menjadi nilai dan kepercayaan pribadi dari manajer. 

Tetapi ketika mereka meningkatkan promosi dan terbukti kalau penjualan mereka naik, mereka menjadi percaya dan menganggap kalau pendapat manajer tersebut benar. Pendapat manajer tersebut menjadi nilai dan kepercayaan bersama bagi kelompok tersebut.

Dokpri
Dokpri
Underlying assumption (asumsi dasar) adalah kepercayaan yang diterima dan dipercaya sepenuhnya (taken-for-granted), dimana seluruh anggota organisasi tidak lagi mempertanyakannya. Walaupun asumsi tersebut tertanam dalam sebuah kelompok, tetapi asumsi bersifat abstrak, implisit, dan tidak ketara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun