Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Niscaya, dan Kemungkinan [3]

6 September 2018   04:37 Diperbarui: 6 September 2018   04:59 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Niscaya  (necessary), atau  Kemungkinan (possible) (3)

Ke (16) Niels Bohr adalah seorang ahli fisika dari Denmark dan pernah meraih hadiah Nobel Fisika pada tahun 1922. Niels Bohr (1885-1962). Dan tentang Niels Bohr, oleh Jim Ottaviani tahun 2004 berjudul "Niels Bohr's life, discoveries, and the century he shaped" mememungkinkan saya mengambil sikap dalam tulisan ini yang tidak mudah dan hasrat keingin tahuan berlebihan tentang paradoks Niscaya (necessary), atau  Kemungkinan (possible), kita tertunda oleh bahasa atau tidak mampu didefinisikan, dan akhirnya saya mengambil sikap "bungkam".

Kebungkaman tak bisa berkata-kata muncul mana kala saya berhadapan dengan tiga persimpangan jalan, antara (a) keratahan logis (logical simplicity) melalui  Scientia; (b) memahami dengan jalan realitas melalui (religio) agama dan ketika saya panggil tidak /belum menjawab atau tak terjangkau logika; (c) dan jalan paradoksal dan kontradiksi.

Ke (17), tiga jalan ini ada dalam persimpangan antara "nama dengan konsep" atau meminjam Latin Proverb, "The name is an omen atau "Nomen est omen"; nama adalah tanda (nomen est omen), bahkan "Nobody is my name", demikian kata Homer (800-750SM) pada teks odyssey. Sementara pada posisi lain Rene Descartes (1596-1650) menyebutkan Tuhan menanamkan kebenaran abadi dalam akal budi manusia sebagai jaminan memperoleh pengetahuan yang benar.

Jika Francis Bacon (1561-1626), menyatakan dua Kitab itupun ditulis dengan dua bahasa yang berbeda. Kitab Suci ditulis dengan bahasa sehari-hari dalam sabda, dan Kitab alam kata Galileo Galilei (1564,-1642) di tulis dengan matematika, geometri, dan lingkaran parabola. Dua Kitab itu mengandung memang bisa diverbalkan dengan "nama dengan konsep", tetapi mengandung makna lain secara bersamaan dari wilayah nonverbal. Manusia adalah berada pada dua tegangan antara {"the Real"}, dengan {"the symbolic"}.

Ke (18) wajar jika kemudian Platon (428--427SM) membuat dokrin antara alam sensible, dan intelligible apa yang disebut Khora (Chora), atau persilangan kemenjadian dengan 4 anasir tanah, api, udara, air ada yang tidak dapat ditundukkan oleh logika manusia, atau saya sebut tidak dapat dikenali sebagai nama lain pada "ananta". Bahkan filsuf terbesar Martin Heidegger (1889-1976) bahwa kebenaran itu keras kepala dan suka menyembunyikan diri atau ("interpretation of the Truth Aletheia") atau kebenaran suka menyembunyikan diri ("Aletheia"). Artinya belum ada konsep bahasa yang bisa menyatakan sesuatu.

Ke (18) Demikian Immanuel Kant (1724-1804), menyatakan "Noumena" adalah benda/objek pada dirinya sendiri (das ding an sich). Manusia tidak dapat mengetahui noumena (sebagai misteri X). semua yang ada terbebaskan sekaligus pada saat yang sama terikat oleh bahasa.

Ke (20)  Ketika saya berkata-kata, maka ada tiga saya, (a) saya yang berkata-kata, (b) saya ada dalam kata-kata itu, (3) saya bingung (ragu-ragu).  Demikian jika saya meminjam pemikiran Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900), bahwa hidup adalah menerima realitas (iya sekaligus tidak) secara bersamaan, apa adanya polos, tanpa kepentingan apapun juga, tidak dikonsepkan dengan dalil ajaran atau teori apapun atau tidak ada ide fixed.

Juga sama halnya jika Filsuf Yunani Kuna,  Herakleitos (540SM-480SM) "tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen". Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi. Kemudian Herakleitos menyebut "panta rhei kai uden menei" artinya, "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap.

Ke (21), Saya, Jacques Lacan (1901-1981),  Niels Bohr (1885-1962), mungkin memiliki kesamaan pengertian tentang {"Niscaya  (necessary), atau  Kemungkinan (possible)"} bersifat paradoks bahwa ada itu karena sudah dibahasakan, tidak Ada karena belum dikenakan Bahasa. Dan  Bahasa atau {"the Symbolic"} adalah mengatakan apa yang tidak dapat dikatakan. 

Tetapi pada sisi lain bahasa sama dengan {"ada"}. Tidak ada berarti belum dikenakan bahasa, atau sesuatu itu ada tapi belum ada bahasa yang dapat dikenakan padanya. Itu disebut sebagai {"the Real"}. Niels Bohr menyimpulkan {"kita tertunda oleh bahasa"}, atau ontologi Kejawen menyebutnya sebagai "Ngesti Suwung Wenganing Bumi" (Suasana Hening Membuka Bumi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun