Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Refleksi Manusia, Heidegger, dan Nietzsche (4)

21 Juli 2018   04:46 Diperbarui: 21 Juli 2018   20:40 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Repleksi Manusia: Heidegger, dan Nietzche [4]

Refleksi Manusia, Heidegger, dan Nietzsche (4)

Pada tulisan (2) sebelumnya tentang the will to power (German: der Wille zur Macht),  atau kehendak untuk berkuasa sebagai ide sentral dalam pemikiran Friedrich Nietzsche sebagai wujud pada achievement, ambition, and the striving to reach the highest possible position in life.  Pemikiran Nietzsche tentang nihilism adalah kehendak untuk menghapus atau mengeliminasikan semua bentuk kekuasan, dan memulainya dengan hal yang baru sebagai kenyataan terakhir paling wajib harus ada  dan pendasaran konstitusi bagi semua yang ada seada-adanya.

Pada tulisan ke (3) sudah dibahas tentang "nihilisme" sebagai konsep pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900). Kemudian Nietzsche berangkat dari "nihilisme" membangun sistem filsafat yang membebaskan. Maka langkah dilakukan oleh Nietzsche adalah dengan meniadakan Tuhan, atau dengan kata lain menghilangkan "nihilisme" Tuhan. Maka Tuhan harus mati, dan wajib ditiadakan.

Nietzsche pada  buku  Beyond Good and Evil, kehendak untuk berkuasa adalah hakekat dunia. Nietzsche dalam buku The Genealogy of Morals bahwa hakekat hidup adalah kehendak untuk berkuasa. Dan Nietzsche  dalam The Will to Power, ia menyebutkan bahwa hakekat terdalam dari ada (being) adalah kehendak untuk berkuasa. Dengan demikian Nietzsche menyatakan bahwa, kehendak untuk berkuasa adalah hakekat dari segala-galanya: dunia, hidup, dan ada (being) berjuang berputar bagi dirinya sendiri.

Nietzche mewartakan kematian Tuhan dan tuhan-tuhan: "Gott ist tot! Gott bleibt tot! Und wir haben ihn getotet! (Tuhan sudah mati! Tuhan terus mati! Kita telah membunuhnya). Bahkan "mendoakan" kematian Tuhan: Requiem aeternam deo! (semoga Tuhan beristirahat dalam kedamaian abadi).

Dan pada tulisan ke (4) ini akan dibahas tentang konsep manusia Ubermensch. Manusia  Ubermensch adalah manusia yang tidak melarikan diri atau menghindar pada apa saja yang ada didunia ini dengan hal-hal yang bersifat Ketuhanan, atau hal-hal supra indrawi. Manusia tipe ini berani menerima kondisi apun didunia ini  dengan kondisi kebaikan dan keburukannya.

Heidegger menyatakan bahwa gagasan Manusia  Ubermensch memang tidak bisa dijumpai pada saat ini dalam kenyataan. Martin Heidegger menyatakan sosok Manusia  Ubermensch ada dalam narasi buku  Nietzsche "Thus Spoke Zarathustra," atau Zarathustra bersabda.  

Bagi Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844–1900)  sosok Zarathustra adalah pembela kehidupan manusia, pembela penderitaan, pembela penyakit, dan pembela kekembalian yang sama secara abadi secara terus menerus. Zarathustra kembali kepada dirinya, dan menyatakan siapa dirinya. Zarathustra adaah guru kekembalian yang sama secara abadi. Dan Zarathustra mengajarkan tentang Ubermensch.  Gagasan Nietzsche paling menarik menurut  saya adalah tentang kekembalian hal  yang sama secara abadi "Die Ewige Wiederkunft des Gleichen".

###bersambung

Daftar Pustaka: Apollo Daito, 2016., Pembuatan Filsafat Ilmu Akuntansi, Dan Auditing (Studi Etnografi Reinterprestasi Hermenutika Pada Candi Prambanan Jogjakarta

___,, 2014., TEST VALIDITY MODEL AT INDONESIA STOCK EXCHANGE ACCOUNTING THEORY DECONSTRUCTION

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun