Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Refleksi Manusia, Heidegger, dan Nietzsche [3]

21 Juli 2018   03:56 Diperbarui: 21 Juli 2018   20:37 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Repleksi Manusia: Heidegger, dan Nietzche [3]

Pada tulisan (2) sebelumnya tentang the will to power (German: der Wille zur Macht),  atau kehendak untuk berkuasa sebagai ide sentral dalam pemikiran Friedrich Nietzsche sebagai wujud pada achievement, ambition, and the striving to reach the highest possible position in life.  Pemikiran Nietzsche tentang nihilism adalah kehendak untuk menghapus atau mengeliminasikan semua bentuk kekuasan, dan memulainya dengan hal yang baru sebagai kenyataan terakhir paling wajib harus ada  dan pendasaran konstitusi bagi semua yang ada seada-adanya.

Pada tulisan ke (3) ini akan membahas tentang "nihilisme" sebagai konsep pemikiran Friedrich Nietzsche. Pemikiran ini diawali ketika fakta kehidupan tidak mampu dijawab dengan menggunakan ["kebenaran tunggal, dan kepastian sebagai ide fixed"]. Maka pada saat terjadi pembatalan fakta pada kebenaran tunggal saat itulah sedang terjadi proses negasi.

Pada faktanya fakta didunia ini ada dualitas antara baik, dan buruk berjalan sekaligus dan bersama-sama. Kondisi dunia tidak selalu konsisten dan sama diantara rentang waktu, maka kondisi dunia nyata ini akan membawa pada fase pesimisme atau awal hadirnya "nihilisme".

Heidegger menyatakan ada dua macam tentang "nihilisme" sebagai proses sejarah, dan keputusan sejarah.  Pada proses sejarah konsep "nihilisme" dikembangkan sejak jalur A pada tulisan (1) sebelumnya  atau sejak Platon, dan berakhir pada titik (B) pemikiran Nietzsche dalam wujud "nihilisme", karena semua sudah berakhir makna, berakhir nilai, dan dalam keadaan hancur dan tercerai berai.  Kemudian Nietzsche berangkat dari "nihilisme" membangun sistem filsafat yang membebaskan.

Filsafat barat dikenali dengan metafisis Tuhan dengan segala kondisi dan membentuk sejarah dalam kekuatannya menjadi semuanya idial dalam Tuhan, norma, etika, prinsip, dokrin, dogma, dan tujuan makna hidup manusia semua dikendalikan metafisis bernama Tuhan. Semua hal lain diluar agama dan Tuhan adalah sesat salah dan wajib ditindas, bahkan di bunuh seperti Galileo Galilei.

Maka langkah dilakukan oleh Nietzsche adalah dengan meniadakan Tuhan, atau dengan kata lain menghilangkan "nihilisme" Tuhan. Maka Tuhan harus mati, dan wajib ditiadakan. Dan pada fase inilah akan membuat semua konsep lama menjadi hilang dan sekaligus melepaskan semua nilai, dan kehilangan peran dalam membentuk sejarah umat manusia.

Tidak ada lagi sorga (sorga kosong), yang ada hanyalah kebaikan dan keburukan ada dalam dunia.  Bagi pemahaman Heidegger proses kematian Tuhan adalah pembalikan semua keadaan kriteria nilai, membentuk hal kriteria baru yang jauh kedepan dan sama sekali berbeda dengan fase sebelumnya. Maka "nihilisme" tidak selalu dianggap menista agama, tetapi juga sudah ada sejak pemikiran postivisme gagasan Auguste Comte. 

Implikasi "nihilisme" berarti ada proses baru revaluasi, rekonstruksi, dekonstruksi  pada pembuatan kategori nilai yang baru, tidak pada kategori supra-indarawi dan semua didefinsikan pada manusia itu sendiri, dan nilai ini disebut dalam episteme Nietzsche sebagai kehendak untuk berkuasa (will topower) seperti pada tulisan sebelumnya.

Melalui kehendak untuk berkuasa (will topower) ini maka dianggap sebagai kategori baru untuk (re) evaluasi keandalan dan validasi. Kehendak untuk berkuasa ini berputar  menjadi lingkaran membesar (divergen)  maka kehendak untuk berkuasa (will topower) kembali, dan kembali lagi pada dirinya sendiri.

Ketidakadan Tuhan, atau Tuhan telah mati menjadi kan manusia menentukan semua indicator kriteria, menentukan nilai, merencanakan nilai, mengevaluasi nilai. Oleh kehendak untuk berkuasa (will topower) sebagai pencirian apa yang disebut Nietzsche sebagai manusia Ubermensch. Konsep manusia Ubermensch merupakan wujud konfigurasi manusia tertinggi, melampaui (beyond).

###bersambung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun