Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kekembalian Hal yang Sama Secara Abadi

14 Juli 2018   11:05 Diperbarui: 14 Juli 2018   11:25 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekembalian Hal Yang Sama Secara Abadi

Arthur Schopenhauer (1788-1860), dan Kehendak Buta adalah seorang filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Ide nya menyatakan tidak ada ide fixed, semua berubah, akibat kehendak metafisik, dan kehendak buta alam semesta, tidak dapat dirumuskan dalam kesadaran logika. Arthur Schopenhauer menyatakan dunia sebagai representasi dan kehendak buta (dengan bukunya The World as Will and Representation(Die Welt als Wille und Vorstellung), atau Dunia sebagai Kehendak dan Gagasan. 

Pada tradisi Yunani Kuna saya sebut Tradisi Yunani Kuna pada dokrin Kallikles, bukankah berpesan umat manusia "tidak mampu mempertahankan dan menyelamatkan diri dari bahaya-bahaya yang mengancamnya, (dan rasionalitas) hanya membuat seseorang membiarkan dirinya dirampas seluruh harta bendanya dan sekedar hidup tanpa kehormatan di tanah airnya sendiri." (Gorgias 486b-c)

Dengan bermodal berbagai macam diskurus saya miliki, seperti "The Religion of Java" karya Clifford Geertz, serat Serat Wedhatama oleh KGPAA Mangkunegara IV, serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, matra-matra sakti Jawa, ilmu wayang dan wahyu, Sinden, pupuh Macopat, tempur air, arah angin, neptu Jawi Kuna, struktur bahasa, gamelan, struktur kembang, pohon beringin, dan seterusnya bisa memungkinkan semua makna-makna ini dipahami dengan bijaksana. 

Pada sisi lain tradisi Yunani Kuna bahwa kaum phusikoi dengan berani mengajukan berbagai teori tentang phusis (alam) yang beraneka ragam, bertitiktolak dari kekuatan logos, kaum sofis mengekstremkan fungsi logos untuk memperlihatkan bahwa satu-satunya sumber nilai dan kebenaran adalah manusia sendiri (Protagoras).

Pada didikan Sofis Yunani Kuna, anak berani memukuli ayahnya, ia bahkan sangat puas karena bisa menunjukkan di depan ayahnya bahwa ia adalah manusia otonom dan sama sekali tidak bergantung pada hukum. Dengan metafora : "lagi pula, adat/aturan bahwa anak boleh memukuli ayahnya juga ditemukan di kalangan ayam-ayam jantan". 

Cacing makan tanah, cacing dimakan ayam, ayam dimakan manusia, manusia dimakan tanah, suatu keabadian berjalan bersiklus dalam tatanan pada waktunya. Bahwa semua yang ada ini adalah sementara, dan yang ada hanyalah kemenjadian. Bumi berputar roda bergulir, yang abadi adalah waktu. Waktu bergerak muncullah sejarah. Era terus berganti, situasi berubah. Saya pun selalu berbeda, 1 menit lalu dengan sekarang juga berubah. Tidak ada yang abadi.

Lalu bagimana memahami foto penampakan pada gambar di tulisan ini.

Bukankah kaum "Sofisme adalah cara berargumentasi yang berpijak pada penampakan, bukan realitas". Bisa saja kita mengelak dengan segala argumentasi apapun, tetapi mental skeptisisme selalu hadir, cara pandang atau ide fixed adalah kekerasan, maka Protagoras menyatakan dalam debat (diskursus) apa pun setiap orang bisa meletakkan dirinya di sisi mana pun (tergantung world view) masing-masing.

Jika umat manusia percaya bahwa semua peristiwa adalah hasil keputusan para dewa (metafisik), dan Dewa Anagke Yunani Kuna (Keniscayaan, Nasib) atau takdir maka semua yang ada ini adalah abadi tidak dapat digeser 1 detikpun bahwa takdir nasib sudah ada dialam sebelum adanya penampakan seperti ini. Bukankah dalam dokrin Jawa Kuna ada istilah dengan Eyang Merapi paham betul tatanan Jawa "Papan, Empan, Adepan". Atau dengan Eyang Merbabu atau seni Jawi Kuna atau Wayang adalah proses perjalanan batin semacam takdir hidup (papan, empan, adepan) diambil dalam peran manusia (mikro) di makro kosmos ini. Tidak ubahnya dengan filsafat Immanuel Kant menyatakan manusia tidak mampu memahami : (1) Noumena adalah benda atau objek pada dirinya sendiri (das Ding an sich). Dan Kant menyatakan manusia hanya bisa memahami (2) Fenomena adalah benda ditangkap melalui indra (bersifat aposteriori).

Arthur Schopenhauer, dan Kehendak Buta, mengkritik pada dogma agama X yang percaya dengan menguasi dunia, dan agama Y dengan mengelak atau menyangkal dunia, sama-sama akibat adanya "Kehendak Buta" yang hendak diatasi (paradoks) namun gagal pada hukum-hukum alam yang pasti dan niscahya.

Arthur Schopenhauer menyatakan lebih lanjut bahwa pengertian kita tentang apapun hanyalah "gagasan" dan bukan fakta yang sebenarnya. Katakan "pohon duren" kita menamakan itu karena gagasan kita, dan pohon duren tidak bisa mengelak menyangkal dan tidak dapat ditanyai apakah benar dia pohon duren. Maka kebenaran yang ada didunia ini hanyalah Proyeksi, atau prediksi manusia,dan dipastikan meleset dan jauh dari kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun