Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panti Rapih, Sanata Dharma, dan Xaverius

23 April 2018   19:20 Diperbarui: 23 April 2018   19:29 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

PANTI RAPIH, SANATA DHARMA, DAN  XAVERIUS

Tulisan ini adalah bagian hasil riset Kejawen menghasilkan untuk ilmu, dan seni. Untuk mengumpulkan data-data yang lengkap dan memadai saya menujungi siapa saya yang memungkinkan riset Kejawen dapat digeneralisasikan. Butuh ketekunan dan kesabaran untuk mencari jejak jejak yang memungkinkan validitas atau fakta empirik dalam praktik kebudayaan (hasil kerja) bahwa Kejawen masih ada, dan memiliki pendasaran yang cukup Universal, tidak hanya dimaksudkan pada konteks Suku Jawi Kuna, atau konsep Kejawen adalah berlaku bagi umat manusia secara universal sehingga memungkinkan memperoleh tempat atau justifikasi pembenaran.

Dengan bermodal berbagai macam diskurus yang saya miliki, seperti hasil studi etnografi  "The Religion of Java"  karya Clifford Geertz, serat Serat Wedhatama oleh KGPAA Mangkunegara IV, serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, matra-matra sakti Jawa, ilmu wayang dan wahyu, Sinden, pupuh Macopat, tempur air, arah angin, neptu Jawi Kuna, struktur bahasa, gamelan, struktur kembang, pohon beringin, dan seterusnya.

Beberapa tempat, dan hampir semua Candi-Candi di Jawa Tengah (Jogjakarta) sudah saya lakukan pengamantan, melakukan transliterasi kembali bagimana makna Kejawen menghasilkan untuk ilmu, dan seni untuk menghasilkan peradaban manusia mungkin dapat terjadi. Atas saran mahasiswa saya untuk membandingkan pendasaran logika  untuk memperoleh inkulturasi budaya sebagai studi pembanding. Mahasiswa saya merekomendasikan pembanding studi bagaimana inkulturasi logika Kejawen memperoleh tempat, dan kesesuaian dengan Agama Katolik sehingga memungkinkan orang Jawi bisa menjadi Katolik. Mahasiswa saya itu menyatakan datanglah ke Muntilan disebut Bethlehem Van Java.

Maka pada tahun 2016-2017 yang lalu saya sampai 6 kali berkunjung ke Kompleks Gereja Santo Antonius, dan Pastoran, dan  Museum Van Lith di Muntilan. Bangunan terletak pada Jalan Kartini itu yang sekarang dikenal dengan nama kompleks Van Lith atau Burderan. Kompleks terdiri atas lima bangunan, yaitu Gereja Santo Antonius, Pastoran Muntilan, Museum Misi Muntilan, SMP Kanisius dan SMU Van Lith, sedangkan diseberang jalan kompleks ada Kerkhof   atau Makam pada misionaris Katolik di Muntilan. Museum Van Lith di Muntilan atau berasal dari tokoh apresiasi pada Romo Jesuit Romo Franciscus Georgius Josephus van Lith sebagai peletak dasar iman Katolik di Jawa khususnya.

Ketika saya dipandu oleh petugas penjaga Museum Van Lith di Muntilan saya memperoleh gambaran bahwa seluruh metafora dalam perjalanan sejarah misionaris Katolik di Tanah Jawi, adalah kemampuan adaptasi, atau semacam transformasi budaya Jawi, dan Katolik atau saya sebut Jawa Katolik. Semua penjiwaan, mitos Jawa tidak ditinggalkan, tidak mengherankan semua Romo Jesuit di Tanah Jawa pada umumnya fasih betul berbahasa Jawa, berpikir Jawa, dan liku-liku kebudayaannya. 

Hanya dengan cara ini memungkinkan adanya "nada" yang sama dalam tukar menukar perspektif. Sampai pemadu petugas penjaga Museum Van Lith menceritrakan "Katolik adalah kami, dan kami adalah Jawa (tidak ada saling menodai dan saling menghilangkan). Lalu dengan tajam pada sebuah foto petugas penjaga Museum Van Lith menyatakan bagaimana budaya Jawa dimasukan dalam wayang Jesus, liturgi, lagu misa Kudus, lagu misa kudus, dan bahasa misa atau injil, Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi, bahkan batu nisanpun di tulis dalam teks bahasa Jawa krama inggil. Kemudian salah satu pertanyaan saya dari sebagian besar pertanyaan lainnya, adalah bagaimana seni, dan ilmu (memesis) nilai Kejawen dapat diikulturasi fakta dan realitas yang ditransposisikan. 

Maka saya dijawab oleh pemandu petugas penjaga Museum Van Lith bahwa di Jawa ada contoh Jalan Salip versi Bahasa Jawa, ada lagu Ave Maria  atau Salam Maria  menjadi lagu Jawi "Nderek   Dewi  Maria "  atau doa  Bapa Kami digubah menjadi  "Kanjeng Rama",  kemudian relief Bunda Maria digambarkan sebagai ratu Jawa yang sedang memangku Yesus yang masih anak-anak, ada Yesus atau  patung Yesus versi  Jawa ditransformasikan menjadi Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Ganjuran Kabupaten Bantul.

Masih dalam dalam dialog bahasa Jawi Basa krama inggil (krama halus) sang pemandu menyatakan kepada saya bahwa cara laku atau tindakan Jawa ("Kejawen") adalah memperhatikan penggunaan arah mata angin sebagai penunjuk, situasi, suasana, dan simbol manunggal manusia, dengan alam. 

Dalam Basa krama inggil sang pemandu menerangkan kepada saya bahwa masyarakat Yogyakarta (Jawa) terbiasa menunjukkan suatu tempat dengan memakai patokan arah mata angin, utara, selatan, barat, timur. Atau (1) Utara=lor, bahasa Jawa halusnya ler ke utara=ngalor, halusnya ngaler; (2) Selatan = kidul, bahasa Jawa halusnya kidul ke selatan= ngidul, halusnya ngidul (tetap); (3) Barat=kulon, bahasa Jawa halusnya kilen ke barat = ngulon, halusnya ngilen; (4) Timur=wetan/etan, bahasa Jawa halusnya wetan ke timur = ngetan.

Keunikan Jawi, khususnya Yogyakarta berpengaruh pada budaya salah satunya adalah tentang letak lokasi arah angin. Kraton Yogyakarta dibangun sedemikian rupa sehingga berada ditengah antara gunung merapi dan laut selatan. Dua daerah ini memiliki hubungan yang erat bagi masyarakat Yogyakarta. Dua daerah ini yang kemudian memengaruhi penggunaan arah mata angin untuk menunjuk arah. Kraton Yogyakarta, maka sangat wajar budaya arah yang berkembang adalah {"utara-selatan, atau "ngalor ngidul"}. Artinya adalah sangat mudah menjelaskan suatu letak daerah dengan arah mata angin di Yogyakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun