Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money

Epistimologi Akuntansi dan Auditing Mengadopsi Filsafat Dialektika Hegel, dan Kierkegaad

19 Januari 2018   19:24 Diperbarui: 7 Maret 2020   15:54 2142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
HKI Prof Apollo UMB JKT

Epistimologi Akuntansi, dan Auditing Metode Dialektika Mengadopsi Filsafat:  George Wilhelm Friedrich Hegel (1770--1831), Søren Aabye Kierkegaard (1813-1855) **Pendasaran transformasi ini adalah satu fakta dapat diterangkan menjadi  banyak fakta atau penjelasannya konsep tergantung epistimologinya. Untuk  menyusun Dalil-Dalil saya membuat paradigma ilmu auditing pada gambar  berikut ini:

  • Dalil  (1): Auditing adalah kegiatan dialektika antara Otoritas menulis dengan otoritas kritik untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai sintesis keduanya. Hasil dialektika ini adalah proses roh ("realitas") yang mengobjektifkan dalam sejarah pengaruh atau auditing adalah logika sejarah yang dikonstruksikan dalam ilmu untuk melakukan transliterasi.
  • Dalil (2): Auditing adalah kegiatan dialektika, sebagai logika sejarah masa lalu (historis cost) yang dikonstrusikan. Atau Auditing  adalah proses kegiatan dialectic pada isi tulisan klien dengan memahami kembali seluruh phenomena, Noumena makna konteks, text, dan menulis isi penilaian dalam bentuk opini (auditor melakukan proses membaca dan menulis).
  • Dalil (3) Auditor, Auditee, dan Auditing adalah manusia, merupakan cara manusia bereksistensi bersifat intersubjektivitas.
  • Dalil (4): Akuntansi adalah perilaku menulis  yang disampaikan kepada pembaca. Ada aturan menulis, dan aturan dibuat untuk melindungi pemilik modal (kapitalisme).  Menghadirkan tatanan ilmu akuntansi dan auditing sebagai fungsi produksi teks laporan keuangan kepada pemakai informasi.
  • Dalil (5): Independensi Auditor ("kritik logika murni")  idial harus mampu bereksistensi  tampil, menempatkan diri, berdiri, ialah cara manusia berada di dunia sebagai individu yang bereksistensi dan konkrit. Auditor tidak dapat direduksi ke dalam realitas-realitas universal dan abstrak, karena apabila auditor direduksi ke dalam realitas-realitas abstrak dan universal, maka auditor tidak pernah memiliki kebebasan untuk merealisir atau mewujudkan dirinya sebagai individu yang bereksistensi dan konkrit. 
  • Model Riset  Invensi Penelitian. Pendasaran Epistimologi Auditing Metode Dialektika berdasarkan  Pada Auditor, dan Auditee: Penelitian dilakuka di Kantor Akuntan Publik di Jakarta. Metode sampling adalah menggunakan probalility sampling dengan Slovin (Sevilla et. al., 1960:182), sebagai berikut:  jumlah sampel penelitian adalah 145  KAP di Jakarta, reponden yang mengembalikan kuesioner lengkap 112 mengembalikan kuesioner. Hasil terlebih dahulu dilakukan pengujian relabilitas, validitas, dan transformasi data ordinal ke interval variabel baik untuk responden auditor, dan auditee. Hasil Invensi Riset Penelitian Dialektika untuk  Auditor George Wilhelm Friedrich Hegel  (1770--1831) . Hasil pengolahan statistika model PCA adalah  Variabel adalah Dialektika Hegelian, Sejarah (data historis adalah proses dialektika realitas "roh"), pada items pertanyaan no 24 pada kuesioner. Maka tafsir transliterasi sebagai berikut:  Auditing adalah kegiatan dialektika antara SAK SAK (IFRS, ETAP, ASP, Syariah) dengan SPAP  atau Standar Audit untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai sintesis keduanya. Hasil dialektika ini adalah proses roh yang mengobjektifkan dalam sejarah pengaruh atau auditing adalah logika sejarah yang dikonstruksikan dalam ilmu untuk melakukan transliterasi. Hegel dalam bukunya "Philosophy of History" mengembangkan sebuah teori yang didasarkan pada pandangan Negara merupakan realitas kemajuan pikiran ke arah kesatuan dengan nalar. Hegel melihat Negara sebagai kesatuan wujud dari kebebasan objektif dan nafsu subjektif adalah organisasi rasional dari sebuah kebebasan yang sebenarnya berubah-ubah dan sewenang-wenang jika di biarkan pada tingkah laku individu.  Penggunaan dialektika untuk menjelaskan pandangannya. Sementara dialektika adalah konsep pertentangan menuju kesatuan di mana seluruh proses yang terjadi selalu mengalami pertentangan sebelum akhirnya menuju ke sebuah kesatuan. Dialektika sebagai proses terdiri dari tiga tahapan, tahapan pertama adalah tesis, kemudian tahapan kedua sebagai negasi disebut antitesis dan akhirnya tahapan ketiga disebut sintesis sebagai kesatuan atau yang mendamaikan kedua tahapan sebelumnya. Hegel berpendapat tugas seorang filsuf sejarah adalah menemukan rasionalitas sejarah, yakni arti dari tujuan dalam proses sejarah secara keseluruhan serta mencoba untuk menjawab apakah sejarah lebih dari hanya sekedar rangkaian peristiwa yang berkaitan satu sama lain. Menurut Hegel, hanya ada satu asumsi pokok dalam pendekatan sejarah, yakni  alasan/tujuannya, sehingga karena itu sejarah hadir (terjadi) dengan suatu proses rasional. Menurutnya, dalam filsafat sejarah pengertian pokok adalah budi. Budi tersebut aktif dalam dua bidang. Bidang pertama, sebagai roh objektif, budi menguasai hal-hal dalam kenyataan objektif, kenyataan tersebut memperlihatkan tata tertib dan keteraturan sesuai dengan kaidah atau prinsip nasional. Bidang kedua, oleh Hegel disebut dengan roh subjektif. Identifikasi antara roh objektif dan roh subjektif berlangsung terus menerus, yang pada hakekatnya merupakan suatu proses sejarah yang saling berjumpa dalam sintesa tertinggi, yakni roh mutlak. Disebut roh mutlak karena roh objektif telah melepaskan diri dari dikotomi antara subjek dan objek. Bila tahap roh mutlak sudah tercapai, maka sejarah pun selesai. Sejarah merupakan suatu gerak menuju sebuah tujuan. Hegel tentang absolut dan roh mutlak, Hegel menyatakan yang absolut adalah totalitas, yaitu seluruh kenyataan. Seluruh kenyataan ini dipahami Hegel sebagai suatu "proses menjadi". Namun Hegel tidak hanya menggambarkan pada suatu proses saja melainkan apa yang menjadi tujuan dalam proses itu sendiri. Kemudian Hegel memahami yang absolut adalah sebagai subjek di mana objeknya adalah dirinya sendiri. Sehingga Hegel membuat pernyataan  yang absolut adalah subjek yang memikirkan dirinya sendiri atau pikiran yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan kata lain, Hegel mengartikan yang absolut adalah roh mutlak. Karena roh mutlaklah yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan kata lain pikiran tentang memikirkan dirinya sendiri itu berasal dari roh mutlak, sehingga yang absolut adalah roh mutlak.Jika dikatakan yang absolut adalah roh, maka roh dapat diartikan juga sebagai realitas. Bagi Hegel sendiri realitas adalah roh yang menyadari dirinya sendiri. Dalam hal ini Hegel terlihat telah mengabstraksikan segala sesuatu menjadi abstrak dan meninggalkan hal yang konkret. Hegel seperti membalik cara berpikir pada umumnya. Karena pada umumnya beranggapan  roh, yang diartikan Hegel sebagai sesuatu yang real, dianggap sebagai hal yang tidak real.Dia meyakini adanya esensi Roh Mutlak adalah ketidakterikatan atau kebebasan. Komponen yang kemudian melahirkan konsepsi sosial-politik dalam negara. Kebebasan yang sesungguhnya terjadi dalam suatu negara yang rasional, dimana kesadaran diri secara sukarela patuh terhadap hukum dilakukan oleh orang-orang yang sadar (menyadari) sebagai bagian dari budaya mereka. Orang-orang tidak dipaksa untuk patuh. Kesadaran merupakan pertumbuhan alami dari para warga negara. Kebebasan yang dimaksudkan adalah kebebasan yang tidak bersifat individualistik, sebab kebebasan yang individualistik akan selalu melahirkan anarkhi. Perkembanagn kebebasan dalam sejarah manusia dapat terlihat dalam berbagai phase perkembangan. Berdasarkan pembedaan antara roh obyektif, roh subjektif, dan roh mutlak, Hegel membedakan tiga macam penulisan sejarah. Pertama, penulisan sejarah orisinil, di sini masa silam seolah-olah berbicara sendiri yaitu laporan seseorang mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada zamannya sendiri. Kedua, penulisan sejarah reflektif, yang mengambil jarak terhadap masa silam sehingga menciptakan ruang bagi suatu penilaian oleh roh subjektif. Dari masa silam diambil hikmah atau melalui diskusi-diskusi kritis melacak kebenaran mengenai masa silam. Ketiga, penulisan sejarah secara filsafati. Selama penulisan sejarah masih berada pada tahap roh subjektif, maka pengertian-pengertiannya mengenai masa silam belum lengkap, maka diperlukan penyempurnaan. Penyempurnaan ini terjadi di dalam penulisan sejarah secara filsafati, yaitu padanan bagi roh mutlak.  Menurut Hegel, sejarah dapat dikatakan belum berakhir dalam arti  masih ada hari depan, karena peristiwa-peristiwa masih berlangsung. Namun sebaliknya, ia juga mengatakan  sejarah sudah mencapai masa akhir dalam arti tidak akan ada lagi penemuan-penemuan yang benar-benar baru. Sejarah telah mencapai puncaknya pada abad ke-19. Sejarahnya dapat mengulangi bentuk-bentuk atau tahap-tahap yang lama.  Transformasi  Hegel, dan Dialektika Auditing.  Metode dialektik Hegel terdiri dari tiga tahap. Yang pertama adalah tesis, yakni membangun suatu pernyataan tertentu. Yang kedua adalah antitesis, yakni suatu pernyataan argumentatif yang menolak tesis. Dan yang ketiga adalah sintesis, yakni upaya untuk mendamaikan tegangan antara tesis dan antitesis. Biasanya para ahli mengaitkan konsep dialektika ini dengan filsafat Hegel, walaupun Hegel sendiri tidak pernah secara eksplisit menyatakan argumennya melalui konsep tesis, antitesis, dan sintesis. Sebaliknya Hegel justru menyatakan,  Hegel mendapatkan argumen itu dari filsafat Kant. Lepas dari itu metode dialektik memang nantinya menjadi sangat populer di tangan para filsuf Idealisme Jerman, terutama di dalam pemikiran Hegel. Hegel memang tidak secara langsung menggunakan konsep tesis-antitesis sintesis. Namun ia menggunakan logika yang kurang lebih sama di dalam tulisan-tulisannya. Hegel  kerap kali menggunakan konsep abstrak-negatif-konkret (abstract-negative-concrete) untuk melukiskan cara berpikir dialektisnya tentang realitas. Beberapa kali ia menggunakan kata langsung-tidak langsung-konkret (immediate-mediated-conrete). Hegel memang menggunakan kata-kata yang berbeda untuk menegaskan metode berpikir dialektis yang digunakannya di dalam seluruh sistem filsafatnya. Rumusan Hegel abstrak-negatif-konkret. Di dalam rumusan itu sudah diandaikan,  tesis, yakni abstrak, memiliki kelemahan, yakni  belum diuji di dalam realitas. Konsep abstrak belum memiliki aspek pengalaman, dan belum teruji di dalam kerasnya realitas. Di dalam tahap negatif, yang merupakan level antitesis, apa yang abstrak tadi diceburkan ke dalam realitas, dan berinteraksi dengan negativitas yang seringkali muncul di dalam pengalaman. Baru setelah itu abstrak dan negatif mengelami sintesis, dan menjadi konkret. Level konkret baru bisa dicapai, jika level negatif dan abstrak sudah dilampaui. Inilah esensi dari metode dialektis yang dapat ditemukan di dalam seluruh filsafat Hegel. Untuk menggambarkan konsep pelampauan negatif dan abstrak itu, Hegel menggunakan konsep Aufhebung,yang berarti 'melampaui' (overcoming). Secara kasar konsep Aufhebung, itu bisa dianggap sebagai suatu upaya untuk menerjang batas-batas konsep yang ada sebelumnya, sambil tetap mengambil sisi positifnya yang tertinggal. Di dalam bukunya yang berjudul Ilmu Logika (Science of Logic), Hegel mencoba melukiskan proses dialektika untuk memahami keberadaan manusia. Keberadaan manusia pada awalnya adalah Ada (Being). Namun ada-murni (pure being) ternyata tidak dapat dibedakan dengan ketiadaan (Nothing). Sesuatu yang keberadaanya bersifat murni, yakni tidak tergantung pada realitas inderawi, juga secara logis dapat disamakan dengan tidak ada. Di dalam proses ada-murni, yang juga berarti ketiadaan, akan melampaui batas-batasnya sendiri, dan kemudian bersatu di dalam 'menjadi' (becoming). Di dalam kosa kata teori dialektika Hegel, ada-murni adalah tesis. Ketiadaan adalah antitesis dari ada-murni. Dan menjadi (becoming) adalah sintesis dari ada-murni dan ketiadaan.Metode dialektika Hegel memiliki unsur kontradiksi yang sangat kuat. Baginya setiap tahap perkembangan realitas, mulai dari tesis, antitesis, dan sintesis, muncul dari kontradiksi yang kuat di dalam tahap sebelumnya. Seluruh sejarah dunia adalah sejarah dialektika dan kontradiksi. Dahulu kala pemerintahan yang ideal adalah pemerintahan monarki absolut dengan menjadikan satu raja sebagai acuan utama politik. Monarki absolut tersebut didasarkan pada dua asumsi, yakni legalitas perbudakan untuk memperoleh tenaga kerja manusia murah, dan asumsi  rakyat adalah orang bodoh yang tidak mampu memimpin ataupun membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Cara pandang itu mengalami kontradiksi, karena jika asumsi itu terwujud, maka negara justru tidak akan berkembang. Sekarang ini bentuk pemerintahan ideal adalah demokrasi dengan mengacu pada warga negara yang bebas dan cerdas.Kontradiksi tidaklah muncul dari luar tesis, melainkan justru dari dalamnya. Di dalam konsep monarki absolut sebagai acuan filsafat politik, sudah ada 'anti' dari monarki absolut itu sendiri. Antitesis sudah selalu terkandung di dalam tesis. Dan sintesis sudah selalu terkandung di dalam tesis dan antitesis. Dalam bahasa Hegel di dalam Ilmu Logika, di dalam Ada dan Ketiadaan sudah selalu terkandung 'menjadi'. Tujuan dasar dari dialektika adalah menganalisis realitas pada dirinya sendiri, seturut geraknya sendiri, dan untuk memahami itu semua dalam terang akal budi. Konsep inti di dalam metode dialektika Hegel adalah negasi atas negasi (negation of the negation), atau yang ia sebut juga sebagai Aufhebung. Konsep ini diawali dengan sebuah premis sederhana,  segala sesuatu menjadi apa adanya, karena selalu berada di dalam relasi dengan yang lainnya, yang bukan sesuatu itu. Meja bisa ada dan diketahui oleh manusia, karena ada segala sesuatu yang bukan meja. Meja menegasi segala sesuatu yang bukan meja, sehingga ia menjadi dirinya sendiri. Hegel mau mengajarkan kita untuk melihat realitas sebagai suatu proses. Proses tersebut melewati tahap-tahap tertentu yang kelihatannya penuh dengan negativitas. Namun negativitas itu sebenarnya merupakan antitesis yang nantinya akan 'melampaui' tesis dan antitesis sebelumnya. Seluruh realitas menurut Hegel bergerak dengan pola itu. Dan pada akhir sejarah, realitas akan mengalami sintesis absolut. Itulah akhir sejarah menurut Hegel. Seluruh proses ini disebut sebagai dialektika, dan unsur penting dari dialektika itu adalah kontradiksi dan negasi. Kontradiksi dan negasi itu memiliki unsur negativitas yang kuat, namun diperlukan untuk perkembangan realitas menuju sintesis absolut.   Implikasi penelitian ini adalah (1) auditing adalah proses dialektika antara penulis laporan keuangan (klien) sebagai tesis, dengan pembaca laporan keuangan (auditor) sebagai antithesis, dan menghasilkan sintesis baru laporan keuangan yang reliable, relevant sebagai hasil dialog antara penulis dan pembaca, (2) auditing adalah proses dialektika antara pemikiran dalam SAK SAK (IFRS, ETAP, ASP, Syariah)  dengan pemikiran SPAP  atau Standar Audit. untuk menghasilkan laporan keuangan bagi stakeholders sebagai sintesis absolut, (3) pada intinya sintesis absolute merupakan gambaran integritas atau tidak adanya integritas antara auditor dan auditee, (4) dialektika merupakan  antara auditor dan auditee gambaran totalitas secara mikro dan sekaligus gambaran makro suatu masyarakat keseluruhan, (5) pada struktur SAK (IFRS, ETAP, ASP, Syariah), dengan SPAP atau Standar Audit  dialektika terjadi perubahan seperti tambah tebalnya buku SAK (IFRS, ETAP, ASP, Syariah), dan SPAP atau Standar Audit. Implikasi penelitian dapat disimpulkan (1) secara hirarki dan struktur adalah tidak mungkin terjadi sikap mental independent auditor dalam menjalankan pekerjaannya  sebab terjadi proses dialektika, (2) dengan menghadirkan auditor berarti secara filosofis memiliki dua aspek (a) SAK (IFRS, ETAP, ASP, Syariah), adalah standard akuntansi yang buruk tidak mampu menjadi pedoman dalam penyusunan laporan keuangan, (b) atau SAK (IFRS, ETAP, ASP, Syariah), baik tetapi manusia dan system yang menjalakannya tidak memiliki kompetensi. Akibat kelemahan ini maka diperlukan kehadiran SPAP atau Standar Audit  supaya dapat dipercaya laporan keuangannya. Pertanyaan mengapa membutuhkan standard ganda untuk menciptakan kualitas laporan keuangan. Secara logika ada kesengajaan diciptakan atau memang kebenaran laporan keuangan bersifat ganda, (3) akibatnya buku SPAP atau Standar Audit dan SAK tambah tebal dan terus direvisi memiliki makna standard yang ada terlambat memahami praktik akuntansi, atau regulasi tidak "mampu" menyusun  Standar Audit (SA) vs  SAK (IFRS, ETAP, ASP, Syariah) yang memungkinkan adanya the best argument publik yang bermutu. Implikasi penelitian dapat dsimpulkan (1) laporan keuangan adalah dialektika antara dua waktu penulisan laporan keuangan dengan waktu penelaah pembaca laporan keuangan. Terdapat jarak waktu (historis) penulisan dengan waktu penelaah laporan keuangan. (2) Jika SAK SAK (IFRS, ETAP, ASP, Syariah)  mengubah prinsip historical cost  menjadi fair value tetap saja tidak akan mengubah keadaan dan revisi tersebut adalah suatu kesalahan besar, sebab filsafat Hegel menyatakan  ilmu adalah perjalanan sejarah mengobjektifkan diri, (2) dengan meminjam filsafat Hegel bahwa percaya perjumpaan dialektika antara auditor dengan auditee adalah perjalanan roh (=realitas) yang mengobjektifkan artinya perjumpaan tersebut adalah suatu proses penciptaan sejarah. Interprestasi Hasil Penelitian Dialektika Eksistensial Auditor Søren Aabye Kierkegaard(1813-1855) Hasil pengolahan statistika model PCA untuk pemikiran Kierkegaard adalah  Variabel adalah Dialektika Eksistensial, dengan indikator  Terus  menerus mengadakan pilihan-pilihan baru secara personal, dan subjektif, pada items pertanyaan no 30 pada kuesioner. adapun tafsir hasil penelitian ini  bahwa auditor yang idial harus mampu bereksistensi  kata "eks" yang berarti keluar dan "sistensi" dari kata "eksistere" yang berarti tampil, menempatkan diri, berdiri, ialah cara manusia berada di dunia ini membangun satu sistem filsafat yang menempatkan manusia sebagai individu yang bereksistensi dan konkrit. Auditor tidak dapat direduksi ke dalam realitas-realitas universal dan abstrak, karena apabila auditor direduksi ke dalam realitas-realitas abstrak dan universal, maka auditor tidak pernah memiliki kebebasan untuk merealisir atau mewujudkan dirinya sebagai individu yang bereksistensi dan konkrit. Søren Aabye Kierkegaard:manusia tidak pernah hidup sebagai "aku umum" tetapi sebagai "aku individual" . Eksistensialisme berasal dari kata "eks" yang berarti keluar dan "sistensi" dari kata "eksistere" yang berarti tampil, menempatkan diri, berdiri, ialah cara manusia berada di dunia ini. Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang menggeluti persoalan-persoalan yang berkaitan dengan eksistensi terutama eksistensi manusia. Manusia dilihat bukan dari esensinya melainkan eksistensinya. Kierkegaard dikenal menentang filsafat yang bercorak sistematis, karena menurutnya, filsafat tidak merupakan suatu sistem, tetapi suatu pengekspresian eksistensi individual.Di sini terlihat  Kierkegaard memberi suatu reaksi terhadap idealisme yang sama sekali berbeda dari reaksi materialisme.  Dialektika Eksistensial Søren Aabye Kierkegaard  bertitik tolak dari bangunan filsafat idealisme Jerman. Eksistensialisme merupakan suatu gugatan terhadap filsafat idealisme yang cenderung mempersoalkan realitas secara universal dan mengabaikan eksistensi individu. Epistemologi Kirkegaard merupakan suatu usaha untuk menolak "abstraksionisme" Hegel yang memutlakan Idea abstrak atau Roh sebagai kenyataan.  Kierkegaard melihat  ide "abstraksionisme" Hegel merupakan suatu pereduksian terhadap manusia konkrit atau individu bahkan kesadaran manusia konkrit hanyalah sebuah dialektika dalam roh (realitas). Karena itu, Kierkegaard melihat Hegelianisme sebagai ancaman besar terhadap individu, karena individu dilihat tidak lebih dari sekadar titik atau percikan dalam sejarah. Dengan kata lain, Hegel mereduksi personalitas atau eksistensi manusia yang konkrit ke dalam realitas yang abstrak. Padahal, menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai "Aku umum" tetapi sebagai "aku individual" dan tidak diasalkan kepada yang lain. Hanya manusia yang bereksistensi. Bereksistensi berarti bertindak sesuai dengan pilihan saya sebagai individu yang bereksistensi. Eksistensi manusia bukanlah suatu "ada" yang statis, melainkan suatu "menjadi" yang di dalamnya terkandung suatu perpindahan yaitu dari "kemungkinan" ke "kenyataan." Dialektika Eksistensial Kierkegaard bertitik tolak dari gagasannya tentang manusia sebagai individu atau persona yang bereksistensi dan konkrit. Hal  yang paling mendasar bagi manusia adalah keadaan dirinya atau eksistensi dirinya. Menurut Kierkegaard, eksistensi hanya dapat diterapkan kepada manusia sebagai individu yang konkrit, karena hanya aku individu yang konkrit ini yang bereksistensi, yang sungguh-sungguh ada dan hadir dalam realitas yang sesungguhnya. Karena itu, aku yang konkrit ini tidak dapat direduksi kepada realitas-realitas lain, sebab jika aku yang konkrit ini direduksi ke dalam realitas-realitas yang lain itu, maka realitas diriku yang sesungguhnya sebagai individu yang bereksistensi tercampur dengan realitas-realitas itu. Dengan demikian, aku individu yang konkrit ini tidak memiliki kebebasan untuk mengembangkan dan mewujudkan diriku sebagaimana adanya karena aku tergantung kepada realitas-realitas itu. Ketergantunganku kepada realitas-realitas itu membuat aku tidak bisa untuk merealisasikan diriku sebagaimana aku kehendaki. Padahal menurut Kierkegaard, eksistensi manusia justru terjadi dalam kebebasannya. Menurut Kierkegaard, bereksistensi bukan berarti hidup dalam pola-pola abstrak dan mekanis, tetapi terus menerus mengadakan pilihan-pilihan baru secara personal dan subjektif. Dengan kata lain, eksistensi manusia merupakan suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi berarti bereksistensi dalam suatu perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap orang bagi dirinya sendiri. Pilihan bukanlah soal konseptual melainkan soal komitmen total seluruh pribadi individu. Berangkat dari kebebesan sebagai corak bereksistensi, Kierkegaard dengan demikian tidak menempatkan individu ke dalam realitas yang abstrak tetapi individu dilihat sebagai satu pribadi yang sungguh-sungguh hadir dan konkrit. Karena itu, dalam mengambil keputusan, hanya aku yang konkrit ini yang dapat mengambil keputusan atas diriku sendiri dan bukan orang lain. Manusia lain tidak berhak untuk menentukan pilihanku dalam mengambil suatu keputusan atas apa yang aku lakukan. Karena itu, menurut Kierkegaard, barangsiapa yang tidak berani mengambil keputusan, maka ia tidak bereksistensi dalam arti yang sebenarnya. Hanya orang yang berani mengambil keputusanlah yang dapat bereksistensi karena dengan mengambil keputusan atas pilihannya sendiri, maka dia akan menentukan kemana arah hidupnya.Dialektika eksistensial yang dilontarkan oleh Kierkegaard berangkat dari gugatannya terhadap pemahaman Hegel tentang dialektika itu sendiri. Sebelum masuk kepada gagasan Kierkegaard tentang dialektika eksistensial, penulis menguraikan terlebih dahulu bagaimana pandangan Hegel tentang dialektika. Dapat dikatakan  apabila Hegel memahami Roh Mutlak sebagai proses dialektis, maka Kierkegaard memahaminya sebagai suatu perkembangan kehidupan eksistensial individu. Menururt Kierkegaard, peralihan dari satu tahap ke tahap lain tidak dilakukan dengan pemikiran melainkan dengan keputusan kehendak   atau pilihan bahkan dengan suatu lompatan. Karena itu, Kierkegaard melukiskan kehidupan eksistensial manusia dalam tiga tahap, yaitu tahap estetis, tahap etis dan tahap religius.   Implikasi pada  penelitian ini adalah (1) auditor yang idial harus mampu bereksistensi dari kata "eks" yang berarti keluar dan "sistensi" dari kata "eksistere" yang berarti tampil, menempatkan diri, berdiri, ialah cara manusia berada di dunia ini membangun satu sistem filsafat yang menempatkan manusia sebagai individu yang bereksistensi dan konkrit. Auditor tidak dapat direduksi ke dalam realitas-realitas universal dan abstrak, karena apabila auditor direduksi ke dalam realitas-realitas abstrak dan universal, maka auditor tidak pernah memiliki kebebasan untuk merealisir atau mewujudkan dirinya sebagai individu yang bereksistensi dan konkrit. Hal ini disebabkan oleh karena auditor tergantung kepada realitas-realitas itu sendiri  (auditor yang independen). Dengan kata lain, realitas-realitas itu memiliki hukum-hukumnya sendiri (kontek UU Akuntan Publik, dan Standar audit) itu diterapkan kepada auditor yang bereksistensi, maka auditor  tidak  harus mengikuti hukum-hukum itu.  Auditor tidak pernah merealisir diri sebagaimana adanya peraturan peraturan dari Institusi seperti IAPI, dan Lembaga Regulasi lainnya. Dengan demikian auditor yang eksis, pribadi-pribadi yang sadar bukan sekadar sebagai bagian dari suatu regulasi menghadapi  uang, angka-angka, assets  atau  kelompok atau benda-benda dalam suatu kumpulan peraturan negara dan profesi  melainkan sebagai pribadi yang bereksistensi, (2) auditor yang berada dalam tahap ini mencapai suatu kesatuan batiniah  yang terungkap dalam satu pendirian dan kematangan pribadi, artinya UU Akuntan Publilk  dan Standar Audit tidaklah menjadi faktor penting menjadikan auditor yang mampu ber-eksistensi (c) auditor  yang berani mengambil keputusanlah yang dapat bereksistensi karena dengan mengambil keputusan atas pilihannya sendiri, maka menentukan kemana arah hidupnya,  artinya menjadi auditor idialisme  manusia Ugahari atau semacam "Maksim  bagi diri sendiri", (d) kemampuan bereksistensi tersebut dilakukan sebagai kategoris imperative (berlaku mutlak tanpa syarat) sekalipun dalam kondisi apapun bahwa yang baik adalah baik. Implikasi pada penelitian ini adalah akhirnya  auditor dihadapkan pada paradoks absolutmemiliki realitas kehidupan yang mendalam sehingga  ditantang untuk melompat ke eksistensi yang baru, yaitu tahap religious tahap tertinggi dari eksistensial manusia (minimal iman manusia Pancasila). Auditor  sebagai realitas Yang Absolut. Pada tahap ini, Auditor  religius (dinilai dari Tindakan) membiarkan diri bahwa  Tuhan dan iman kepercayaan adalah mempertaruhkan seluruh kehidupannya demi Tuhan. Ini merupakan karakter auditor yang paripurna untuk merawat NKRI.

 ---------------  

*) Apollo _ Guru Besar UMB Jakarta

 **) Telah di daftarkan pada HKI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun