Mohon tunggu...
Baharudin Pitajaly
Baharudin Pitajaly Mohon Tunggu... -

penikmat Kopi, peminat ikan Kakap

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menguak Tabir Operasi Para Agen Kolonialisme

13 Juni 2016   06:16 Diperbarui: 13 Juni 2016   09:20 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"LARUT TAPI TIDAK HANYUT" (Pater Beek. SJ)

Malam yang larut  dalam  ramadhan hari ke-8 bersama suara tadarusan dari mesjid di dekat tempat tinggal saya menambah khusu, sambil membaca beberapa artikel yang sebelumnya belum saya baca. Artikel yang yang di muat dalam sebuah Bloger membuat saya bertanya-tanya  apa benar seperti ini? Dalam artikel dengan Judul “Pater Beek dan sepak terjang CSIS” dalam oprasi politiknya di Indonesia.

Saya sebetulnya mengenal lembaga Centre for Strategic and International Studies(CSIS) dalam beberapa berita terkait Survey yang ramai di bicarakan pada Pemilu 2014, dengan atau penilitian yang sebenarnya di lakukan oleh CSIS yang berkaitan dengan Politik. memang focus kajian dan analisi yang di kembangkan oleh CSIS sendiri setahu saya adalah Politik dan Kekuasan walaupun ada beberapa isu lain yang sebenarnya di garap secara initernal. Yang menjadi pertanyaan besar saya apa sebenanrnya  CSIS.?

Starting dari awal CSIS di bentuk untuk menjaga kepentingan Orde baru dan Suharto, kepentingan Angkatan Darat, hingga oprasi terselubung Katolik fundamentalis. awal berdiri pada tanggal 1 September 1971, terletak di Jl. Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebagai lembaga think thank, untuk kajian dan analisi yang berorientasi pada kebijakan. Kehadiran CSIS tidak dapat dilepaskan dari peranan Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani, yang saat itu berkedudukan sebagai Asisten Pribadi Presiden Soeharto.

Karena itu, ada anggapan CSIS adalah lembaga bentukan atau alat politik Orde Baru. CSIS memang dimaksudkan untuk menjadi badan pemikir (think tank), badan analis yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented studies). Pendirian CSIS sebanar tidak bisa di lepaspisahkan oleh seorang Misionaris Belanda yang kemudian akrab di kenal dengan nama Pater Beek (Josephus Gerardus Beek) dialah yang merekrut Ali Mortopo, Winandi bersaudara, hingga menyiapkan Kaderisasi Sebulan untuk mereka.

Pater Beek rohaniawan Ordo SJ, adalah penganut Keristen Katolik Fundamentalis selain misionaris gereja, Beek ternyata menjalani profesi sebagai agen gandanya AS di satu sisi dan Belanda di sisi lain. sebagai upaya menjaga kepentingan mereka atas bangsa ini. Kepiawan Beek dalam oprasi senyap dan merekrut kader-kader barunya tidak di ragukan lagi semua di lakukan agar kepentingannya negara asalnya Belanda dan AS tetap berjalan dan mendapat keuntungan.

Perkenalan Pater Beek dan Ali Murtopo sebenarnya terjadi pada saat Ali Murtopo di tugasi oleh suharto di Irian Barat (red: Papua), Beek waktu itu menyamar sebagai guru di Papua kala itu. Setelah merekrut Ali Murtopo dan membentuk CSIS hampir semua oprasi yang di lakukan oleh Beek di Indonesia berjalan sesuai rencanan termasuk memberikan masukan atas kebijakan Suharto lewat Ali Moertopo yang waktu itu menjadi orang dekatnya Suharto.

Sebagai lembaga untuk kepentingan politik CSIS relative Homogen dalam dirinya tidak hanya Sipil yang di rekrut tetapi ada militer khususnya AD selain Ali Moertopo, ada LB. Murdani, dan Hendropriono. Kemudian Winandi Bersaudara yang hampir semua penganut kresten Katolik khususnya. Melihat peristiwa seperti ini kita seharusnya agak mundur ke belakang di fase kolonialisme berlangsung.

Ada beberapa kasus seperti CSIS yang menurut saya penting di perhatikan, selain itu ada actor yang selalu bermain di belakang layar seperti Beek. zaman Kolonial Belanda kita mengenal hal yang sama seprti yang di lakukan oleh Van Mook atau nama lengkapnya (Hubertus Johannes Van Mook) Gubernur Belanda kelahiran Semarang 30 Mei 1894, yang bertugas di Batavia pada awal tahun 1942 sebelumnya pada 1941 Van Mook di percayakan Pemerintah Hindia Belanda sebagai menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister of Colonies).

Cara yang hampir sama di lakukan adalah merekrut orang pribumi khususnya para priyai dan kelompok terpelajar untuk di sekolahkan di Belanda kemudian balik ke Indonesia menjadi agen untuk menjaga kepentingan Belanda. Dalam beberapa hal antara metode yang di gunakan Van Mook relative tidak mengunakan lembaga seperti CSIS sebagai lembaga kajian dan analisis politik dan kekuasan yang di bentuk oleh Beek, namun Van Mook membuat lembaga yang di kenal dengan Van Mook Foundation untuk merekrut dengan prosedur yang ketat hingga yang lolos agar bisa di sekolahkan di Belanda.

Jebolan dari Beasiswa Van Mook foundation seperti Sutan Sjahrir yang berhaluan sosialis karena pergaulan selama di Belanda dengan kelompok-kelompok Sosialis kemudian mempengaruhinya dan balik mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pada tahun 1948, sekaligus Sjahrir berposisi sebagai Perdana menteri pertama sejak Indonesia merdeka pada 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947 zaman Bung Karno.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun